973 Anak Penduduk Asli Amerika Tewas Akibat Asimilasi Paksa di Sekolah Asrama di AS
- Di sekolah asrama, anak-anak Indian AS dipaksa melepas semua identitas budaya, bahasa, nama, dan kepercayaan, sebelum berbaur dengan masyarakat kulit putih.
- Tindak kekerasan dan pelecehan tak terelakan. Mereka yang beruntung akan selamat, lainnya mati akibat kekerasan.
JERNIH — Setidaknya 973 anak penduduk asli Amerika tewas akibat asimilasi paksa di sekolah-sekolah asrama di AS, demikian kesimpulan penyelidikan yang digelar Menteri Dalam Negeri AS Deb Haaland dan diungkap Selasa 30 Juli 2024.
Situs trtworld.com memberitakan penyelidikan menemukan kuburan bertanda dan tak bertanda di 65 dari 400 sekolah asrama untuk penduduk asli Amerika, tempat anak-anak kelompok minoritas menjalani asimilasi paksa sebelum berbaur dengan masyarakat kulit putih.
Meski penyelidikan tidak mengungkap deskripsi kematian setiap anak, para pejabat mengatakan penyebab kematian adalah penyakit dan kekerasan yang berlangsung selama 150 tahun dan berakhir tahun 1969. Selain itu anak-anak kemungkinan meninggal di rumah setelah tertular penyakit di sekolah asrama.
“Pemerintah federal mengambil tindakan disengaja dan strategis melalui kebijakan sekolah asrama, untuk mengisolasi anak-anak dari keluarga mereka, menolak identitas mereka, dan merampas bahasa, budaya, dan koneksi yang menjadi dasar bagi penduduk asli,” kata Haaland, menteri pertama yang berasal dari penduduk asli Amerika dan anggota suku Laguna Pueblo.
Menurut Haaland, sistem sekolah asrama dibentuk untuk memberantas masalah orang Indian, mengasimilasi atau menghancurkan penduduk asli secara total.
Sistem sekolah asrama dibentuk melalui undang-undang dan kebijakan tahun 1819, untuk memuluskan operasi pemerintah selama seabad. Beberapa operasi masih aktif sampai tahun 1960-an. Menurut laporan tahun 2022, lebih 500 anak dilaporkan tewas di sekolah-sekolah yang dikelola pemerintah.
Penyelidikan itu juga mengungkap kisah-kisah pelecehan terhadap anak-anak Indian, demikian sebutan untuk penduduk asli AS, selama menjalani sekolah asrama. Bukan hanya pelecehan, anak-anak Indian itu juga menghadapi bullying dari para guru.
Penyelidikan dilakukan melalui serangkaian sesi mendengar selama dua tahun terakhir. Ada kisah langsung dari puluhan siswa yang menempuh asimilasi paksa di sekolah asrama di Oklahoma, South Dakota, Michigan, dan negara bagian lainnya.
Anak-anak itu, kini telah dewasa bahkan ada yang telah tua, menceritakan pelecehan dan perlakuan kasar yang mereka alami. Pelaku pelecehan adalah para guru.
Metode Pelecehan
Sesi mendengar dari penyelidikan ini menyoroti berbagai metode yang dipraktekan sekolah untuk mengasimilasi paksa anak-anak, dengan tujuan menghapus identitas mereka. Misal, anak-anak akan menjalani hukuman berat jika ketahuan berbicara dalam bahasa asli. Pihak sekolah juga tidak segan memotong rambut anak-anak. Padahal, rambut adalah identitas suku.
Individu yang diwawancari bertutur tentang pemukulan yang mereka alami. Tidak sedikit yang menderita kurang makan, atau menjalahi hari-hari di ruang isolasi. Pihak sekolah memberi nama dalam Bahasa Inggris, dan anak-anak tidak boleh memanggil rekannya dengan nama asli.
Ada latihan militer yang harus diikuti anak-anak. Selain itu, setiap dari mereka diwajibkan melakukan pekerjaan manual, seperti bertani, membuat batu bata, dan bekerja di rel kereta apil.
Faktor-faktor ini, menurut pejabat Mendagri AS, membatasi prospek pekerjaan mantan siswa, karena hanya menerima keterampilan kejuruan dasar selama berada di sekolah asrama.
Donovan Archambault, mantan ketua reservasi Indian Ford Belknapp di Montana, menceritakan perlakuan buruk dan penghapusan budaya secara paksa yang dialaminya di sekolah asrama saat berusia 11 tahun. Menurut Donovan, semua itu menyebabkan dia punya masalah dengan alkohol.
Pria berusia 85 tahun itu mengatakan tidak pernah menceritakan masa sekolahnya kepada anak-anaknya sampai dia menulis buku beberapa tahun lalu. Dalam buku itulah Donovan menceritakan penderitaannya.
Menurut Donovan, yang diperlukan saat ini adalah permintaan maaf. “Pemerintah harus meminta maaf,” kata Donovan. “Namun, perlu juga ada pendidikan yang lebih luas tentang apa yang terjadi pada kami. Bagi saya, itu adalah bagian sejarah yang terlupa.”
Haaland mengatakan sangat menyesal atas semua yang terjadi. Ia mendesak pemerintah segera minta maaf, dan berinvestasi untuk program penyembuhan masyarakat pribumi Amerika dari trauma akibat asimilasi paksa di sekolah asrama.
Dana Asimilasi Paksa 23,3 Miliar Dolar
Koalisi Penyembuhan Sekolah Asrama Pribumi AS mengatakan sekitar 60 ribu anak Indian menempuh pendidikan di sekolah asrama yang dikelola pemerintah dan lembaga keagamaan.
Sejumlah pejabat bersepekulasi pemerintah AS mengeluarkan 23,3 miliar dolar AS untuk sekolah asrama, lembaga, dan program asimilasi paksa. Banyak lembaga dijalankan organisasi keagamaan dan swasta yang menerima uang dari pemerintah federal, sebagai bagian untuk ‘menjinakkan’ anak-anak Pribumi.
Juni 2024 lalu uksup Katolik AS meminta maaf atas kontribusi gereja terhadap trauma anak-anak sekolah asrama. Langkah serupa diambil Paus Fransiskus tahun 2022, dengan meminta maaf kepada anak-anak sekolah asrama di Kanada.