- Pengadilan menyatakan keduanya bersalah dan dipenjara.
- Aziz dan Islam bebas 1985 dan 1987, tapi status pembunuh tetap melekat pada dirinya.
- Sejak hari pertama pengadilan keduanya mengaku tak bersalah.
- Serial Who Killed Malcolm X? membuat jaksa membuka lagi kasus ini.
- Kini, keduanya dinyatakan tak bersalah atau membunuh Malcolm X.
JERNIH — Muhammad Abdul Aziz dan Khalil Islam, dua terpidana pembunuhan aktivis AS dan pembela hak-hal sipil Malcolm X, akan dibebaskan dari dari kejahatan itu.
Situs berita lokal memberitakan kantor Kejaksaan Distrik Manhattan, New York, akan mencoret dua nama itu dalam kasus pembunuhan pemimpin kulit hitam itu pada Kamis 18 November waktu setempat, atau Jumat 19 November WIB.
Muhammad Abdul Aziz, yang kemudian dikenal sebagai Norman 3X Butler, dan Khalil Islam — dikenal sebagai Thomas 15X Johnson — sejak hari pertama diadili mengatakan mereka tidak bersalah. Namun keduanya diidentifikasi sebagai pria bersenjata yang terlibat pembunuhan itu.
“Orang-orang ini tidak mendapatkan keadilan yang layak mereka dapatkan,” kata Jaksa Distrik Manhattan Cyrus R Vance Jr kepada surat kabar The New York Times.
Keduanya dinyatakan tak bersalah setelah jaksa menyelesaikan penyelidikan ulang yang panjang atas kasus pembunuhan Malcolm X, bersama Innocence Project dan pengacara hak-hak sipil.
Vance, dalam cuitannya, mengatakan kantornya akan pindah untuk mengosongkan keyakinan salah atas dua pria itu dengan lebih banyak memberi perhatian pada kasus yang akan datang.
Tak Bersalah
Malcolm X adalah salah satu tokoh paling kontroversial dan menarik di era perjuangan hak-hak sipil. Ia menjadi terkenal sebagai juru bicra Nation of Islam, yang memproklamirkan pesan organisasi Black Muslim pada saat itu, yaitu separatisme rasial sebagai jalan menuju aktualisasi diri.
Dia juga terkenal karena mendesak orang kulit hitam untuk mengklaim hak-hak sipil dengan cara apa pun yang diperlukan.
Setelah menghabiskan satu dekade membangun Nation of Islam, Malcolm X kecewa dan putus asa pada 1964, atau satu tahun sebelum dia ditembak di New York City pada 21 Februari 1965.
Aziz, Islam, dan Mujahid Abdul Halim — dikenal pada saat pembunuhan sebagai Talmadge Hayer atau Thomas Hagan — dihukum karena pembunuhan pada Maret 1966, dan dijatuhi hukuman seumur hidup.
Penyelidikan Manhattan terhadap kasus ini menemukan jaksa menahan bukti dari juri yang menunjuk tersangka lain, yang menyebabkan pembebasan Aziz dan Islam.
“Ini bukan hanya kelalaian,” kata Deborah Francois, pengacara ketiganya kepada Times. “Ini produk pelanggaran resmi yang ekstrem dan kotor.”
Hagan mengatakan dia adalah satu dari tiga pria bersenjata yang menembak Malcolm X, tapi Aziz dan Islam tidak terlibat. Aziz, kini berusia 83 tahun, dibebaskan dari penjara tahun 1985. Islam dibebaskan tahun 1987 dan meninggal 2009.
21 Luka Tembak
Malcolm X terbunuh di depan istri dan anak-anaknya ketika mulai berbicara di depan 400 orang di Audubon Ballroom di lingkungan Washington Heights di Manhattan.
Seorang pria dengan senapan mesin bergegas ke atas panggung dan menembak Malcolm X di dada. Dua orang lainnya, dengan pistol semiotomatis menyerbu ke depan, menembak Malcolm X untuk memastikan sang aktivis tewas.
Malcolm X dilarikan ke rumah sakit dan tewas di perjalanan. Hasil otopsi menyebutkan aktivis yang sempat menunaikan ibadah haji itu tewas dengan 21 luka tembak.
Ia dimakamkan di Harlem. Pemimpin hak-hak sipil kulit hitam terkemua berada di antara 30 ribu pelajat yang menyebut di jalan-jalan.
Sejarawan dan cendekiawan berpendapat AS menghukum orang yang salah atas pembunuhan ini. Itulah yang membuat Jaksa Vance meninjau kembali kasus ini.
Pada Februari, sebuah surat yang ditulis mantan polisi New York yang menyamar sebagai Raymond Wood, menuduh New York Police Departemen (NYPD) dan FBI menutupi rincian pembunuhan.
Ilyaash Shabazz, satu dari tiga putri Malcolm X, mengatakan tuduhan baru akan mendorong penyelidikan lebih lanjut. “Setiap bukti memberi wawasan lebih besar tentang kebenaran di balik tragedi mengerikan itu, yang membuat kasus itu harus diselidiki secara menyeluruh,” katanya.
Tahun 2020, Netflix merilis serial dokumenter berjudul Who Killed Malcolm X. Film itu juga membangkitkan keraguan tetang Aziz dan Islam yang membunuh Malcolm X, dan mendorong pihak berwenang meninjau kembali kasus itu.