Benny Wenda: Papua Barat Sekarang Tak Lagi Tunduk Kepada Indonesia
JERNIH – Para pemimpin kemerdekaan Papua Barat telah mendeklarasikan pemerintahan sementara yang baru, mengintensifkan dorongan selama puluhan tahun untuk melepaskan diri dari Indonesia di tengah meningkatnya kekerasan baru-baru ini.
Gerakan Persatuan Pembebasan untuk Papua Barat (ULMWP) bahkan telah menyusun konstitusi baru dan menominasikan Benny Wenda, pemimpin yang diasingkan dan berbasis di Inggris, sebagai presiden sementara provinsi itu.
“Ini hari yang sangat penting bagi rakyat saya. Kami sekarang memulihkan kedaulatan kami dan pemerintah sementara kami di Papua Barat,” kata Benny Wenda kepada SBS News, Selasa (1/12/2020).
Benny Wenda mengatakan pemerintah sementara berarti provinsi ‘tidak akan tunduk kepada Indonesia. “Kami tidak mematuhi aturan dan hukum Indonesia yang diberlakukan kepada kami,” ujarnya.
Dia juga meminta pemerintah Australia untuk mendukung upaya mereka. “Papua Barat menghadapi krisis dan kami membutuhkan pemain besar seperti Australia (untuk mendukung kami). Sangat penting bagi Australia untuk memainkan peran besar.”
Pemerintah sementara yang dideklarasikan sendiri bertujuan untuk memobilisasi orang Papua Barat untuk mencapai referendum kemerdekaan, setelah itu akan mengambil kendali wilayah dan menyelenggarakan pemilihan demokratis yang saat ini tidak mungkin dilakukan di bawah pemerintahan Indonesia. Ini akan berpusat pada perlindungan lingkungan, keadilan sosial, kesetaraan gender dan kebebasan beragama, serta melindungi hak-hak para migran Indonesia yang tinggal di provinsi.
Pengacara Australia Jennifer Robinson, yang mendirikan Pengacara Internasional untuk Papua Barat, mengatakan deklarasi tersebut adalah awal dari jalan kemerdekaan Papua Barat. “Tujuannya adalah mereka akan menjalankan kekuasaan untuk mengatur diri mereka sendiri dan mengatur diri mereka sendiri di Indonesia,” katanya kepada SBS News. “Ini adalah awal dari apa yang saya pikir akan menjadi jalan mereka menuju kemerdekaan.”
Sementara itu Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko memastikan pelaksanaan Otonomi Khusus atau otsus tahap kedua di Tanah Papua akan segera dilaksanakan. Hal itu merujuk pada Keputusan Presiden (Keppres) No.20/2020 tentang Tim Koordinasi Terpadu Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.
“Keppres itu bertujuan agar tercipta semangat paradigma dan juga cara-cara baru dalam mengelola percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat untuk meningkatkan sinergi antara lembaga/kementerian dengan pemerintah daerah sehingga percepatan pembangunan dalam menuju kesejahteraan Papua dan Papua Barat bisa segera terwujud,” jelas Moeldoko, Selasa (1/12/2020).
Lebih lanjut, Moeldoko menyampaikan terdapat lima hal sebagai kerangka baru yang ingin dituju dalam mewujudkan kesejahteraan di Papua dan Papua Barat. Pertama, tranformasi ekonomi berbasis wilayah adat, kedua kualitas lingkungan hidup dan ketahanan bencana, dan ketiga mewujudkan SDM yang unggul, inovatif, berkarakter dan kontekstual Papua.
Keempat infrastruktur khususnya infrastruktur dasar dan persoalan ekonomi, dan kelima tata kelola pemerintahan dan keamanan yang menghormati hak. “Lima hal itulah kerangka yang ingin diwujudkan dalam upaya menuju percepatan Papua yang semakin sejahtera,” jelas Moeldoko.
Lalu bagaimana perkembangan perekonomi terkni Papua? Tenaga Ahli Utama Kedeputian III Kantor Staf Presiden Edy Priyono menyampaikan angka kemiskinan dan pengangguran di Papua dan Papua Barat terus menurun.
Hal itu didasarkan pada berbagai indikator yang menunjukkan kondisi sosial ekonomi di Papua dan Papua Barat membaik pada periode 2015-2019. “Bukti transformasi ekonomi berjalan baik di Papua,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (1/12/2020).
Sepanjang periode itu, sambungnya, angka kemiskinan di Papua turun dari 28,40 persen menjadi 27,53 persen, sedangkan di Papua Barat turun dari 25,72% persen menjadi 22,17 persen. Senada, Indeks Pembangunan Manusia Papua juga naik dari 57,25 ke 60,84, sedangkan Papua Barat dari 61,73 ke 64,7.
Edy juga menyebutkan tingkat pengangguran terbuka dua provinsi tersebut mengalami penurunan selama periode 2015-2019, yaitu dari 3,99 persen menjadi 3,65 persen untuk Papua dan dari 8,08 persen menjadi 6,24 persen untuk Papua Barat.
Kendati demkian, Edy mengakui bahwa pertumbuhan ekonomi Papua pada 2019 memang negatif. Hal itu disebabkan oleh penurunan tajam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dari sektor pertambangan akibat transisi sistem produksi PT Freeport dari tambang terbuka menjadi tambang bawah tanah. [*]