Berikut Enam Penyebab Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pilkada
Jika ASN tidak netral maka pelayanan publik menjadi diskriminatif, konflik kepentingan, serta menurunnya profesionalisme dalam lingkup ASN.
JAKARTA-Sebagai pelayan publik, Aparatur Sipil Negara (ASN) diingatkan untuk tidak terlibat dalam kegiatan politik praktis. ASN harus mampu menjaga netralitas, profesionalisme, serta memantau proses pemilihan kepala daerah (Pilkada) tanpa memandang latar belakang calon kepala daerah yang berkompetisi.
“Tugas ASN adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat, membangun birokrasi yang profesional, menggerakkan dan mengorganisir masyarakat tanpa melihat dari latar belakang apapun, dan juga jangan sampai ASN ini terlibat dalam tim sukses kepala daerah atau incumbent,”.
Hal itu disampaikan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Tjahjo Kumolo dalam webinar Netralitas dan Kewaspadaan Politisasi ASN dalam Pilkada Serentak Tahun 2020, secara virual, Senin (10/9/2020) sore.
“Siapapun yang dipilih, siapapun yang bersaing, dalam konteks Pilpres sampai Pilkada dan pemilihan anggota kabinet, profesionalisme ASN harus dijaga dengan baik,” kata
Tjahjo kembali mengingatkan ketidaknetralan ASN menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat bahkan dalam internal pemerintahan. Sebab pelayanan publik menjadi diskriminatif, bahkan munculnya kesenjangan, hingga konflik kepentingan, serta menurunnya profesionalisme dalam lingkup ASN.
“Jangan sampai Pilkada lima tahunan ini akan menganggu kualitas layanan publik dan independensi ASN,” kata Tjahyo menambahkan.
Sebelumnya hasil survei bidang pengkajian dan pengembangan sistem Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) pada tahun 2018 menyebut terdapat setidaknya terdapat enam penyebab terjadinya pelanggaran netralitas ASN, yakni;
Pertama, pemberian sanksi masih lemah.
Kedua, ketidaknetralan ASN yang masih dianggap lumrah.
Ketiga, kurangnya integritas ASN untuk bersikap netral.
Keempat, adanya intervensi dari pimpinan, kurangnya pemahaman regulasi tentang netralitas ASN.
Kelima, adanya motif untuk mendapatkan atau mempertahankan jabatan, materi, atau proyek.
Keenam, adanya hubungan kekeluargaan atau kekerabatan dengan calon.
Kemenpan RB saat ini tengah mempersiapkan pedoman pengawasan netralitas ASN yang berkaitan dengan maksud dan tujuan, ruang lingkup, serta penanganan khususnya dugaan pelanggaran netralitas ASN dalam pelaksanaan Pilkada 2020.
“Ini yang harus dipertegas, tanpa pandang bulu, harus diberikan sanksi. Kalau perlu diberhentikan atau turun jabatan, karena ini akan membangun ASN yang profesional,”.
Pedoman tersebut dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) lima instansi yaitu Kementerian PANRB, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Kementerian Dalam Negeri, KASN, dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Lima instansi tersebut juga telah menandatangani nota kesepahaman pada tahun 2015 mengenai pengawasan netralitas, pelaksanaan nilai dasar, kode etik dan kode perilaku ASN dalam penyelenggaraan Pemilu. (tvl)