CrispyVeritas

Blunder Narasi Whoosh: Luhut Sebut Proyek Kereta Cepat ‘Barang Busuk’

Pernyataan Luhut yang menggunakan frasa keras ‘sudah busuk’ ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan pengamat publik. Mengingat peran sentral Luhut dalam Kabinet Joko Widodo lalu yang dikenal ikut mengawal proyek Whoosh.

JERNIH – Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, memicu sorotan tajam setelah secara terbuka menyebut proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh) sudah bermasalah sejak awal. Pernyataan kontroversial ini menarik perhatian karena Luhut adalah salah satu figur vokal dalam mendukung proyek ini di tengah berbagai tantangan.

Dalam forum di Hotel JS Luwansa, Kamis (16/10), Luhut mengaku bahwa saat ia diminta menjadi Ketua Komite Kereta Cepat Jakarta-Bandung, proyek tersebut sudah dalam kondisi yang ia sebut “busuk” dan membutuhkan audit mendalam. “Saya yang dari awal mengerjakan itu, karena saya nerima sudah busuk itu barang,” kata Luhut, merujuk pada kondisi awal proyek saat ia mulai terlibat aktif.

Ia menambahkan, pemerintah kemudian berupaya memperbaiki dan mengaudit proyek tersebut bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), sebelum akhirnya bernegosiasi dengan pihak China.

Ekonom senior Faisal Basri pada 2023 silam pernah mengatakan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) sebenarnya hampir batal pada masa pembangunannya. Menurut dia, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi saat itu Luhut Binsar Panjaitan memiliki peran sehingga proyek itu terus berlanjut hingga bisa beroperasi.

Faisal mengaku pernah berdiskusi langsung dengan Luhut pada November 2021 mengenai proyek ini. Dia bilang Luhut mengaku bahwa proyek KCJB bukanlah proyek yang bagus. “Kita enggak sanggup nih, Luhut menganggap proyek ini proyek sampah,” kata Faisal dalam diskusi di Universitas Paramadina, Jakarta, Selasa (17/10/2023).

Faisal mengatakan Luhut merasa dibebankan proyek yang telah dimulai oleh orang lain. Namun, kata dia, pada akhirnya proyek tersebut tetap dijalankan melalui proses renegoisasi dengan China selaku pemberi modal. Menurut Faisal, Luhut memiliki peran sehingga proyek itu terus berlanjut hingga sekarang bisa beroperasi.

Kontradiksi Kunci dan Tuduhan Pengalihan Isu

Pernyataan terbaru Luhut yang menggunakan frasa keras ‘sudah busuk’ ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan pengamat publik. Mengingat peran sentral Luhut dalam Kabinet Joko Widodo lalu yang dikenal ikut mengawal proyek Whoosh, bahkan menjadi Ketua Komite Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

Banyak pihak menilai pernyataannya kali ini diduga sebagai upaya untuk melempar tanggung jawab atau mengalihkan isu dari masalah tata kelola dan transparansi yang terjadi saat proyek tersebut berjalan di bawah pengawasan Komite yang ia pimpin.

Luhut sendiri saat ini fokus menyoroti restrukturisasi utang sebagai solusi tunggal. “Kita ribut soal Whoosh, masalahnya apa sih? Whoosh itu kan tinggal restrukturisasi aja. Siapa yang minta APBN? Tak ada yang pernah minta APBN,” tegasnya, meski faktanya suntikan dana dari APBN (melalui penyertaan modal negara/PMN) telah diberikan untuk menambal cost overrun tersebut.

Optimisme Restrukturisasi dan Bantahan Spekulasi Utang

Meski mengakui masalah di awal, Luhut optimistis bahwa restrukturisasi utang dengan China akan segera rampung. Ia menyebut pihak China sudah menyatakan kesediaan, dan proses kini hanya menunggu Keputusan Presiden (Keppres) untuk pembentukan tim negosiasi.

“China sudah bersedia kok, enggak ada masalah. Tapi kemarin pergantian pemerintah agak terlambat, jadi sekarang tinggal menunggu Keppres supaya timnya segera berunding,” ujarnya.

Ia juga menampik spekulasi publik yang tidak berdasar, termasuk tudingan bahwa proyek kereta cepat akan diganti dengan aset di Laut China Selatan. Luhut menyebut tudingan seperti itu hanya menunjukkan kurangnya pemahaman data.

Mengambil contoh keberhasilan penanganan proyek LRT Jabodebek yang juga sempat bermasalah, Luhut yakin Whoosh akan beres jika pemerintah bekerja kompak. “Sama dengan LRT. LRT juga masalah, tapi kita restrukturisasi, kan beres. Ini juga sama,” pungkasnya.

Narasi “barang busuk” ini, bagaimanapun, telah membuka kembali perdebatan sengit tentang transparansi, akuntabilitas, dan siapa yang seharusnya bertanggung jawab penuh atas segala permasalahan yang menyertai megaproyek ini.

Back to top button