
BPKH menyebut capaian ini sebagai bukti meningkatnya kepercayaan masyarakat, meskipun ada yang mengkritisi realisasi nilai manfaat yang dinilai tidak mencapai target, yakni Rp9,29 triliun dari target Rp9,997 triliun. Namun, selisih ini dijelaskan sebagai dampak dari strategi konservatif menghadapi penarikan besar oleh Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag RI di akhir tahun.
JERNIH– Di tengah sorotan tajam terhadap pengelolaan dana haji oleh sejumlah media, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) justru mencatat kinerja positif sepanjang 2024. Berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasi 2024 (unaudited), dana kelolaan BPKH tercatat sebesar Rp171,65 triliun atau 101 persen dari target Rp169,95 triliun. Nilai manfaat yang dibukukan juga mencapai Rp11,51 triliun, melampaui target Rp11,63 triliun. Jumlah pendaftar haji baru mencapai 398.744 orang, melebihi target 385.000.
BPKH menyebut capaian ini sebagai bukti meningkatnya kepercayaan masyarakat, meskipun ada yang mengkritisi realisasi nilai manfaat yang dinilai tidak mencapai target, yakni Rp9,29 triliun dari target Rp9,997 triliun. Namun, selisih ini dijelaskan sebagai dampak dari strategi konservatif menghadapi penarikan besar oleh Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag RI di akhir tahun.
“Penempatan dana di bank syariah sebesar Rp33,76 triliun merupakan langkah strategis menjaga likuiditas dan keamanan dana jemaah,” ujar sumber BPKH.
Penurunan kas dari Rp7,2 triliun menjadi Rp4,36 triliun disebut sebagai bagian dari pengelolaan kas adaptif, bukan indikasi ketidakseimbangan. Defisit operasional sebesar Rp7,5 triliun juga tidak dianggap sebagai inefisiensi, melainkan konsekuensi dari struktur pembiayaan yang masih bergantung pada nilai manfaat. Tahun 2025, BPKH menanggung 38 persen biaya haji, atau sekitar Rp34 juta per jemaah, dan mulai mendorong agar porsi biaya yang ditanggung jemaah dinaikkan hingga 58 persen.
Dana Abadi Umat juga tumbuh hingga Rp3,86 triliun dan digunakan untuk mendukung program kemaslahatan seperti pendidikan dan kesehatan. Sementara itu, pengembalian investasi naik dari 5,45 persen (2018) menjadi 7 persen pada 2024. Hal ini menurut BPKH menunjukkan kinerja yang transparan, syariah, dan akuntabel.
Di tengah kabar positif dari BPKH, Menteri Agama Nasaruddin Umar mengumumkan rencana pembentukan Lembaga Pengelolaan Dana Umat (LPDU) untuk mengoptimalkan pengelolaan dana zakat dan wakaf. LPDU akan menjadi wadah yang menaungi berbagai lembaga seperti Baznas, Badan Wakaf Indonesia (BWI), Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), dan BPKH.
“Insya Allah dalam waktu dekat ini kita akan mulai bangun LPDU. Yang di satu gedung itu rencananya akan diisi oleh Baznas, BWI, BPJPH, BPKH, dan semua yang berkaitan dengan dana-dana umat,” kata Nasaruddin dalam keterangan resminya pada Kamis (17/4/2025).
Dia mengatakan bahwa potensi zakat dari dana yang tersimpan di perbankan bisa mencapai Rp320 triliun. Nilai itu belum termasuk potensi zakat dari aset di luar sistem perbankan seperti perhiasan, tanah, rumah kontrakan, dan wakaf produktif yang ditaksir sebesar Rp178 triliun per tahun.
“Tidak boleh lagi ada orang miskin karena orang miskin mutlak sekitar dua juta orang ya kan? Nah, membutuhkan dana sekitar Rp24 triliun. Nah, separuhnya Baznas saja itu sudah bisa menghilangkan kemiskinan mutlak di Indonesia,” ujar Nasaruddin.
Menteri Agama juga mengungkapkan hasil kunjungan kerjanya ke Yordania dan beberapa negara Islam lainnya yang memiliki sistem pengelolaan dana umat lebih tertata dan mampu mengumpulkan dana dalam jumlah besar meskipun penduduknya relatif sedikit. Ia menyebutkan, di Yordania, zakat per tahun mencapai 20 miliar Dinar, sementara wakaf mencapai 600 miliar Dinar, padahal jumlah penduduk hanya sekitar 10 juta jiwa.
Nasaruddin mendorong agar ke depan, pengelolaan tidak hanya fokus pada zakat, tapi juga mencakup infaq dan sedekah secara lebih sistemik dan terorganisir.
Dengan performa BPKH yang terus menunjukkan penguatan dan rencana Kementerian Agama mendirikan lembaga integratif untuk dana umat, arah pengelolaan keuangan keagamaan Indonesia dinilai semakin terstruktur. Kedua agenda ini diharapkan dapat saling menopang dalam mewujudkan dana umat yang aman, adil, dan berkelanjutan. []