Crispy

BPOM: Tim Unair, BIN dan TNI AD Masih Harus Perbaiki Uji Klinis Obat Covid

Penny memberikan apresiasi kepada tim peneliti obat Unair serta BIN dan TNI AD yang melakukan pengembangan obat Covid-19 dan berharap memperbaiki proses uji klinis sesuai prosedur.

JERNIH-Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito menyebut obat untuk Covid-19 yang dikembangkan Universitas Airlangga (Unair)-BIN-TNI AD masuk kategori obat keras da nada potensi berdampak samping pada penerima obat Covid-19.

“Obat ini adalah kombinasi obat keras, tentunya ada efek samping yang bisa ditimbulkan,” kata Penny dalam siaran Youtube resmi milik BPOM, pada Rabu, (19/8/2020).

Obat Covid-19 Unair-BIN-TNI AD menggunakan tiga kombinasi obat yakni Lopinavir/Ritonavir dan Azithromycin. Kedua, Lopinavir/Ritonavir dan Doxycycline. Ketiga, Hydrochloroquine dan Azithromyci. 

Saat ini pihaknya tengah melakukan pengamatan lebih lanjut terhadap efek samping obat tersebut. Penny mengakui untuk mencari tahu efek samping diperlukan waktu lebih lama.

“Kita masih antisipasi efek sampingnya ya, sehingga tidak bisa diberikan kepada sembarang orang, apalagi orang yang tidak sakit, orang tanpa gejala,” kata Penny.

Disamping itu BPOM juga menemukan sejumlah masalah dalam uji klinis obat yang dikembangkan untuk menyembuhkan pasien positif Covid-19 oleh Unair bersama TNI AD dan BIN dimana dalam inspeksi pertama pihaknya, pada proses uji klinis obat tersebut tak sesuai dengan prosedur uji klinis obat pada umumnya.

“Inspeksi pertama kita 28 Juli, menemukan critical finding dalam hal randomisation. Suatu riset kan harus acak supaya merepresentasikan masyarakat Indonesia, jadi subjek uji klinis harus acak,” kata Penny.

Prosedur uji klinis obat harus dilakukan kepada subjek acak melihat dari gejala penyakit (ringan, sedang, berat), kata Penny menjelaskan, kemudian juga memperhatikan demografi penduduk, dan harus memberikan dampak yang signifikan kepada subjek.

Saat ini subjek uji klinis obat Covid-19 baru dilaksanakan pada1.308 pasien di Secapa AD, Jawa Barat dan disebut dalam laporan 85 persen pasien positif Covid-19 telah sembuh. Namun menurut Penny  kasus konfirmasi positif di Secapa kebanyakan merupakan kasus dengan gejala ringan.

“Kita kan melakukan uji klinis untuk derajat keparahan, sedang, ringan, berat, tapi subjek obat ini tidak merepresentasikan itu,” kata Penny lebih lanjut.

Uji klinis dilakukan pada 7 Juli hingga 4 Agutus, dan mendapatkan persetujuan pelaksanaan uji klinik (PPUK) oleh BPOM dengan Nomor PP.01.01.1.3.07.20.06.

Hingga saat ini WHO belum merekomendasikan satu pun obat untuk mencegah atau mengobati infeksi Covid-19.

“Kalau nanti seluruh proses uji klinis sudah dilakukan sesuai prosedur dan kaidah ilmiah, kita anggap valid, tentu BPOM akan serahkan izin edar, tapi kita belum sampai ke sana, tapi kami sampaikan apresiasi pada tim peneliti,”. (tvl)

Back to top button