Buruh Migran Indonesia di Taiwan Gelar Unjuk Rasa, Tuntut Bebas Pindah Majikan
- Buruh migran asal Indonesia membentangkan spanduk berbahasa Indonesia sebagai identitas.
- Unjuk rasa diikuti perwakilan buruh migran dari semua negara.
JERNIH — Ratusan buruh migran asal Indonesia, bersama rekan mereka dari berbagai negara, berunjuk rasa menuntut hak bebas pindah majikan.
Unjuk rasa yang digelar Senin 17 Januari dilakukan berjalan melewati markas Partai Progresif Demokratik (DPP) yang berkuasa, dan diakhiri di depan kantor Kementerian Tenaga Kerja.
CNA melaporkan pengunjuk rasa membawa spanduk dalam berbagai bahasa. Buruh migran dari Indonesia membentangkan spanduk bertuliskan; Pekerja Migran Bebas Pindah Majikan.
Protes yang diselenggarakan Jaringan Pemberdayaan Migran di Taiwan (MENT) menyeru penghapusan Pasal 53 Paragraf 4 UU Layanan Ketenagakerjaan, yang melarang pekerja migran berganti majikan kecuali dalam keadaan ekstrem; kematian majikan, penutupan pabrik, kepal tenggelam, dan situasi lain yang tidak disebabkan tindakan pekerja.
Di depan Kementerian Tenaga Kerja, pekerja migran mendirikan pagar bambu yang mewakili undang-undang yang membatasi mereka berganti majikan.
Seorang pengunjuk rasa berteriak dalam Bahasa Mandirin yang artinya; “Saya ingin kebebasan untuk pindah. Pengunjuk rasa lainnya merobohkan pagar bambu yang mereka dirikan.
Badan Pengembangan Tenaga Kerja (WDA) mengeluarkan pernyataan bahwa pekerja migran dapat berganti majikan di akhir kontrak jika mereka pergi melalui agen layanan ketenagakerjaan yang terdaftar, atau jika majikan tempatnya bekerja menyetuujui.
Jika majikan melanggar hukum, buruh migran dapat menandatangani perjanjian baru dengan majikan baru, dan memperoleh pekerjaan baru.
Namun WDA menyatakan kecuali dalam keadaan khusus, pekerja migran tidak dapat secara mandiri berganti majikan karena dapat menyebabkan pasokan tenaga kerja tidak stabil dan meningkatkan biaya mendapatkan buruh serta berdampak pada perawatan bagi yang menyandang disabilitas berat.
Artinya, perubahan UU akan mempengaruhi stabilitas pekerjaan. Sehingga perlu konsensus publik.