Ciptakan Kerumunan Massa, KNPI Desak Polisi Tersangkakan James Riyadi
Menurut Haris, pemilik Waterboom bisa dijerat dengan UU No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, seperti halnya Habib Rizieq yang menimbulkan kerumunan massa di Petamburan dan sejumlah tempat lainnya.
JERNIH– Kerumunan massa yang terjadi di Waterboom Lippo Cikarang dinilai sangat melanggar protokol kesehatan (Prokes). Karena itu etua Umum Dewan Pengurus Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPP KNPI), Haris Pertama, mendesak polisi untuk menetapkan pemilik wahana tersebut, James Riyadi, sebagai tersangka.
“KNPI meminta polisi untuk segera menangkap pimpinan Lippo. Kita meminta polisi untuk segera memeriksa dan menetapkannya sebagai tersangka,” kata Haris dalam siaran persnya, Jakarta, Senin (11/1).
Menurut Haris, Waterboom Lippo Cikarang yang merupakan bagian dari Lippo Group hanya mencari keuntungan sebesar-besarnya di tengah pandemi tanpa memperhatikan protokol kesehatan yang digaungkan pemerintah. “Lippo Group hanya mementingkan bisnis semata dengan membuka wahananya. Padahal pemerintah secara tegas melarang adanya kerumunan massa di tengah pandemi,” ujar Haris.
“Mengapa bisa menimbulkan keramaian, karena ada diskon gila-gilaan. Tiket masuk yang tadinya Rp95 ribu menjadi Rp10 ribu. Itulah yang akhirnya bikin orang antusiasi ke Waterboom. Dan itu dijual lewat online,” kata dia.
Menurut Haris, pemilik Waterboom bisa dijerat dengan UU No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, seperti halnya Habib Rizieq yang menimbulkan kerumunan massa di Petamburan dan sejumlah tempat lainnya.
Haris juga mengatakan, KNPI akan melakukan unjuk rasa di depan Waterboom Lippo Cikarang jika polisi belum memeriksa dan melakukan penangkapan. “Polisi harus segera menangkapnya, jika tidak KNPI akan melakukan unjuk rasa di semua tempat yang dikelola Lippo Group termasuk waterboom tersebut,” kata dia.
Sebelumnya, Polsek Cikarang Selatan sudah memeriksa manajemen Waterboom atas nama Ike, maupun manajer tiketing untuk dimintai keterangan terkait dengan kerumunan itu. Polisi menerapkan pasal 93 Undang-undang nomor 6 tahun 2018. [ ]