CrispyVeritas

Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba – The Movie: Infinity Castle dan Strategi Sony di Baliknya

Boleh jadi Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba – The Movie: Infinity Castle film animasi Jepang paling memukau. Hingga pertengahan September 2025 sudah meraih 70 juta dolar mengalahkan The Conjuring: Last Rites maupun Downtown Abbey: The Grand Finale.

JERNIH – Film Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba – The Movie: Infinity Castle (bagian pertama dari trilogy) adalah adaptasi arc epik dari manga dan anime populer karya Koyoharu Gotouge. Dirilis pada Juli 2025 di Jepang dan September 2025 secara global, film ini langsung menjadi sensasi box office, menggabungkan aksi intens, emosi mendalam, dan animasi memukau dari studio Ufotable.

Sebagai kelanjutan langsung dari seri anime, film ini mengikuti Tanjiro dan rekan-rekannya dalam pertempuran akhir melawan Muzan Kibutsuji di Infinity Castle, sebuah labirin dimensi penuh demon kuat. Secara keseluruhan, ini adalah tontonan wajib bagi fans, meski terasa seperti episode panjang anime daripada film mandiri. Kekuatannya terletak pada visual dan pertarungan, tapi pacing yang lambat karena flashback berlebih bisa jadi kelemahan bagi penonton baru.

Film ini unggul dalam beberapa aspek yang membuatnya menonjol di genre anime action. Ufotable kembali menghadirkan animasi kelas atas, dengan efek cahaya, gerakan fluida, dan desain Infinity Castle yang surreal. Pertarungan seperti melawan Akaza menjadi highlight, di mana animasi dinamis membuat adegan terasa hidup dan intens. Ini sering disebut sebagai “kekuatan terbesar” film, meski jadi gimmick yang berulang.

Cerita berfokus pada backstory demon dan slayer dengan menambahkan kedalaman emosional. Hubungan antarkarakter seperti Tanjiro, Zenitsu, dan Inosuke tetap charming, sementara villain seperti Muzan dan upper moons lebih kompleks. Ini membuat film tidak hanya action-packed tapi juga heartfelt.

Dukungan soundtrack dan voice acting yang jempolan.  Musik digarap oleh Go Shiina dan Yuki Kajiura yang sanggup meningkatkan tensi, sementara dub Jepang (dan Inggris) pun solid, terutama suara Natsuki Hanae sebagai Tanjiro.

Kesuksesan box office film ini bukan kebetulan, tapi hasil dari strategi cerdas dan momentum franchise. Film ini punya fanbase global yang besar. Demon Slayer sudah populer sejak anime season 1 (2019) dan film Mugen Train (2020), yang jadi film anime tertinggi sepanjang masa. Streaming platform seperti Crunchyroll membantu membangun audiens baru, membuat rilis teater jadi event besar. Keputusan merilis sebagai trilogi film daripada season TV selaras dengan narasi arc, menarik fans ke bioskop untuk pengalaman imersif.

Sejak dirilis di Jepang, Infinity Castle langsung mencatatkan rekor luar biasa. Dalam tiga hari pertama, film meraih lebih dari 37 juta dolar alias melampaui rekor film sebelumnya, Mugen Train.

Lalu hanya dalam 10 hari, penonton sudah menembus 9 juta orang. Setelah 55 hari penayangan, film ini berhasil menjual lebih dari 22 juta tiket dan menjadikannya film dengan pendapatan tertinggi kedua sepanjang masa di Jepang, tepat di bawah Mugen Train. Secara global, pendapatan box office Infinity Castle hingga pertengahan September telah menembus 70 juta dolar.

Kesuksesan luar biasa ini bukan hanya kemenangan untuk industri anime, tetapi juga bagian dari strategi besar Sony. Ada beberapa alasan utama mengapa Sony begitu serius dalam mendukung Infinity Castle. Demon Slayer bukan sekadar anime biasa; ia adalah fenomena budaya global. Basis penggemarnya yang luas memastikan risiko finansial lebih kecil dan peluang keuntungan sangat besar.

Sony melalui Aniplex (produser anime) dan Crunchyroll (platform streaming global) memiliki kendali penuh atas produksi hingga distribusi. Dengan begitu, mereka dapat memaksimalkan keuntungan dari tiket bioskop, lisensi, merchandise, hingga layanan streaming.

Popularitas anime kini mendunia. Di Amerika Serikat, Eropa, hingga Asia Tenggara, permintaan terhadap konten anime terus meningkat. Sony melihat ini sebagai kesempatan emas untuk memperluas dominasi mereka.

Media sosial dibanjiri pujian tentang animasi memukau dan emosi mendalam. Banyak yang mengaku meneteskan air mata meskipun sudah membaca manganya. Cosplay, fan art, hingga diskusi komunitas membanjiri internet.

Sebagian besar memberikan ulasan positif. Mereka menilai film ini sukses menghadirkan skala epik dan kualitas teknis tinggi. Meski begitu, ada catatan tentang pacing cerita yang kadang terasa padat akibat banyaknya flashback.

Dengan penjualan tiket puluhan juta hanya di Jepang dan ratusan juta dolar pendapatan global, Demon Slayer membuktikan diri sebagai salah satu franchise anime terbesar dunia. Komunitas fanbase aktif di media sosial, forum, hingga event cosplay internasional terus membesarkan gaungnya.(*)

BACA JUGA: The Conjuring : Last Rites, Perpisahan Emosional dan Pendapatan Memukau

Back to top button