Crispy

Di Landhuis Tjengkareng, Kesen Si Bandit Pantura ‘Dijual’ Mantan Tjoetak Selapajang

  • De Sumatra Post memuji Kepolisin dan Assisten Residen Tangerang atas sukses mengakhiri karier kriminal Kesen.
  • Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indie menulis mantan tjoetak Selapajang sukses ‘menjual’ Kesen 350 gulden.

JERNIH — Awal April 1903 kawasan Tjengkareng, Tangerang, dan sekitarnya digemparkan desas-desus Kesen — pemimpin komplotan perampok yang beroperasi di Tjengkareng, Dadap, Tegal Angus, Selapajang, dan Lemo — akan menyerahkan diri.

Sebagian orang tak percaya, lainnya mencari kebenaran kabar ini. Kepolisian Tangerang dan Tandjong (kini Polsek Tanjung Duren) tak bisa memastikan kabar itu. Sebab, satu sumber mengatakan Kesen yang akan menyerahkan diri ke Kepolisian Tangerang. Lainnya bilang Kesen akan menyerahkan diri ke pemilik tanah paritkelir Tjengkareng.

Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie edisi 9 April 1903 membenarkan kabar itu lewat liputan penyerahan diri Kesen. Sang bandit diantar mantan tjoetak (koran Belanda tak menyebut namanya) menemui landheer (tuan tanah) Tjengkareng. Tjoetak adalah kata lain dari camat.

Tanah partikelir Tjengkareng saat itu, seperti tertera dalam Regeeringsalmanak voor Nederlandsch-Indie 1903, dimiliki Cultuur-Maatschcappij Lie Tam Zoon Goan, dengan Ho A Tong sebagai huurder atau pengelola.

Ho A Tong tidak berada di tempat. Petugas di Landhuis Tjengkareng menelepon ke rumah sang huurder di rumah keduanya di Benedenstad — sebutan untuk kawasan Glodok dan Kota Tua Batavia.

Versi lain, seperti ditulis De Sumatra Post 23 April 1903, menyebutkan Kesen tiba di Landhuis Tjengkareng Sabtu malam sekitar pukul 19:00. Ia disambut landheer Tjengkareng, dan Tadjun Mohadjilin si kepala polisi Tandjong.

Setelah meletakan pistol dan golok panjangnya, Kesen menyodorkan kedua tangan untuk diborgol. Polisi memperlakukannya dengan baik. Setelah itu, Kesen dibawa kereta kuda milik Ho A Tong — dengan kawalan ketat kepolsiian — ke Tangerang.

Siapa Kesen

Tidak ada narasi lengkap tentang Kesen. Koran-koran Belanda hanya menulis aksi kejahatannya yang meresahkan, dan membuat para tuan tanah Tionghoa di sekujur Ommelanden West pindah ke Benedenstad dan Weltevreden, terutama kawasan Pasar Baru.

Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië menulis Kesen berasal dari Tjengkareng, tapi tak menyebut nama kampungnya. Yang pasti, Tjengkareng saat itu memiliki dua kampung besar; Bamboerarangan dan Rawa Bengkel, dengan populasi 778 jiwa.

Koran berbahasa Belanda yang basis pelanggannya kolonialis garis keras itu menyebutkan Kesen memimpin komplotan beranggotakan sembilan orang. Semuanya bersenjata api; pistol dan senjara laras panjang, serta senjata tajam.

Mereka merampok rumah-rumah tuan tanah, membakarnya, dan bersembunyi di kelebatan hutan pesisir Tangerang. Mengejar Kesen dan komplotannya ke dalam hutan sangat berisiko. Kesen mengenal seluruh bagian hutan, polisi tidak.

Kepolisian Tangerang mengerahkan intel untuk memantu semua desa di tanah partikelir Tegal Angus, Selapajang, Lemo, Dadap, dan Tjengkareng, dengan asumsi anggota komplotan Kesen pasti mencari perbekalan dan menemui keluarganya.

Polisi juga mengawasi gerak-gerik keluarga Kesen dan komplotannya untuk memperkecil ruang gerak sang penjahat. Cara ini cukup efektif. Kesen nyaris tidak bisa keluar dari persembunyiannya.

Pekan 15 Maret 1903, seperti dilaporkan Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië edisi 24 Maret 1903, Kesen dan komplotannya keluar dari hutan dan menyerang serombongan polisi di depan mushala kecil di Desa Lemo.

Satu anak buah Kesen melepas tembakan ke arah dua polisi yang sedang shalat maghrib. Tembakan mengenai pantat salah satu polisi. Polisi lain, yang berada tak jauh dari musholla segera membalas. Satu polisi terlibat rebutan senjata hidup-mati dengan satu anak buah Kesen. Beruntung, polisi itu menekan pelatuk senapan, membuat anak buah Kesen terkapar.

Berikutnya adalah adu tembak tak seimbang. Rupanya, polisi yang berada di sekitar mushola cukup banyak. Mereka berjaga-jaga saat rekan mereka menunaikan shalat maghrib secara bergiliran.

Polisi terus melepas tembakan ke arah komplotan Kesenyang melarikan diri. Saat malam tiba, polisi mengidentifikasi dua anak buah Kesen; Mimoesa dan Sario, tewas. Dua hari kemudian muncul kabar, Kesen menderita luka gores di kapala dan tertembak di kaki.

‘Dijual’ Mantan Tjoetak

Penyerangan patroli polisi di musholla Desa Lemo berdampak serius bagi komplotan Kesen. Asisten Residen Tangerang menawarkan hadiah 350 gulden kepada siapa saja yang menangkap atau membunuh Kesen. Penawaran berlaku sampai akhir April 1903.

Demang Tangerang dan Blaradja bekerja siang malam memburu komplotan Kesen. Polisi Tangerang menahan hampir semua keluarga Kesen, termasuk wanita muda yang baru dinikahi sang bandit dua bulan.

Satu per satu anak buah Kesen tertangkap dalam operasi acak di sepanjang pesisir Tangerang. Kesen beberapa kali lolos dari penyergapan, sampai akhirnya dia menemukan diri tak punya anak buah lagi.

Ada dua versi mengenai penyerahan diri Kesen. De Sumatra Post edisi De Sumatra Post 23 April 1903 menulis Kesen menyampaikan keinginan menyerahkan diri kepada seorang polisi Tangerang tapi tak ingin keluar dari persembunyiannya. Artinya, polisi menjemputnya.

Beberapa hari kemudian Kesen memperbarui permintaannya. Ia akan menyerahkan diri ke pemilik tanah partikelir Tjengkareng, dan meminta sang pemilik tidak menghadirkan polisi Tangerang saat dia datang. Kesen tidak ingin penyerahan dirinya berubah menjadi penangkapan.

Ho A Tong, pengelola tanah partikelir Tjengkareng, menyanggupi permintaan Kesen dengan mengatakan akan mengontak kepala polisi Tandjong untuk menemaninya. Kesen setuju, karena dia tidak punya persoalan dengan kepolisian Tandjong.

Versi kedua, hasil investigasi Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, menyebutkan mantan tjoetak tanah partikelir Selapajang, yang juga paman Kesen, mengontak sang bandit lewat orang-orang kampung. Keduanya, karena ikatan keluarga, sangat akrab.

Keduanya bertemu, tempatnya tak disebutkan, dan mantan tjoetak itu membujuk Kesen untuk menyerahkan diri sukarela. Kesen tidak tahu kepolisian Tangerang menghargai dirinya 350 gulden. Mantan tjoetak, karena masih punya jaringan di kepolisian, tahu hadiah yang akan diterima jika berhasil membujuk Kesen menyerah.

Mantan tjoetak itu mengatur segalanya. Mulai dari merahasiakan waktu penyerahan diri Kesen di Landhuis Tjengkareng dan mengontak Ho A Tong.

Di akhir tulisannya, Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië menulis; “Sukses ini semata berkat kelicikan mantan tjoetak. Tidak diketahui apakah mantan tjoetak itu menerima hadiahnya setelah menjual keponakannya.”

De Sumatra Post sama sekali tak menyebut peran mantan tjoetak, tapi memuji Kepolisian dan Asisten Residen Tangerang setinggi langit. Jadi, yang namanya wartawan nadangin ludah polisi sudah ada sejak zaman Belanda

Back to top button