Drama ‘Daud v.s. Goliath’, Kasus TKW Parti LIyani Melawan Bos Changi Airport
Berkat kecakapan pengacara Anil Balchandani, Parti Liyani, TKW asal Nganjuk bebas dari dakwaan mencuri setelah berhasil membongkar kebohongan tuduhan Karl Liew, anak konglmerat Liew Mun Leong di Pengadilan
Karl Liew, anak konglomerat Singapura Liew Mun Leong, ditangkap pada Kamis (5/11/2020) waktu setempat atas tuduhan memberi pengakuan palsu terkait kasus “Daud v.s. Goliath” antara Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Indonesia, Parti Liyani, dengan mantan majikannya, Liew Mun Leong.
Dikabarkan Kompas, Karl Liew didakwa telah memberikan informasi palsu kepada polisi dan berbohong dibawah sumpah pengadilan ketika memberi kesaksian atas kasus pencurian dengan tersangka Parti Liyani. Dakwaan ini merupakan tindak lanjut dari keterangannya di pengadilan yang mengatakan bahwa ia menemukan 119 potong pakaian miliknya di dalam sebuah kotak yang dikemas oleh Parti.
Hakim Pengadilan Tinggi Singapura menaruh curiga. Ia mengatakan, ada alasan untuk percaya bahwa tuduhan pencurian yang diajukan keluarga Liew Mun Leong dilakukan agar pihak Parti tidak mempersoalkan pelanggaran kontrak yang terjadi padanya ke pihak berwajib. Simpulan hakim ini tidak lepas dari kecakapan pengacara yang mendampingi Parti, Anil Balchandani, mengajukan argumen pembelaannya.
Yang dimaksud pelanggaran kontrak kerja itu adalah dipekerjakannya Parti di rumah dan kantor Karl Liew, padahal dalam kontrak kerja, Parti hanya bekerja di rumah kediaman Liew Mun Leong saja. Meski hanya satu kali dalam seminggu dengan bayaran 10 Dollar Singapura, hal itu dinilai melanggar kontrak kerja.
Dalam tulisannya di DI’s Way, jurnalis senior Dahlan Iskan menceritakan detil kasus ini. Parti, TKW asal Nganjuk, Jawa Timur, yang telah bekerja sebagai asisten rumah tangga di kediaman Liew Mun Leong selama sekitar 9,5 tahun tiba-tiba dipecat pada tanggal 28 Oktober 2016 oleh Karl Liew. Alasan pemecatannya, menurut tulisan tersebut, adalah karena Parti enggan membersihkan toilet di rumah Karl.
Sempat terjadi adu mulut antara Parti dan anak majikannya itu. Karl hanya memberi waktu 2 jam bagi Parti untuk membereskan barang-barangnya dan langsung pulang ke Indonesia. Parti naik pitam. Ia mengingatkan hak dan kewaiban pekerja-majikan serta mengancam akan melaporkan tindak pelanggaran kontrak kerja yang dilakukan keluarganya ke kementerian ketenagakerjaan.
Seluruh barang bawaan Parti dikemas ke dalam tiga buah kotak. Ia meminta pada Karl untuk mengirim kotak-kotak tersebut ke Indonesia. Setelah Parti pulang ke Indonesia, Karl yang bermaksud mengirimkan barang itu malah membongkarnya. Ditemukannya berbagai barang milik keluarga mereka di dalam kardus itu. Segera ia melaporkan Parti atas tindak pencurian.
Dua bulan Parti menggur di kampung halamannya. Lantas ia memutuskan untuk kembali ke Singapura pada 2 Desember 2016. Saat itu Ia tidak tahu kalau dirinya terlapor atas kasus pencurian. Di bandara Changi Singapura ia ditangkap pihak kepolisian.
Sejak itu ia mulai menjalai proses persidangan di Singapura dengan pendampingan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Humanitarian Organization for Migration Economics (HOME) yang mencarikanya seorang pengacara tak berbayar.
Pada bulan Maret 2019, Parti diputus bersalah oleh Pengadilan Distrik di Singapura atas empat dakwaan pencurian, di antaranya mencuri tas mewah merek Prada, jam tangan merek Gerald Genta seharga 10 ribu dollar Singapura (Rp108 juta), 115 potong baju, dua unit iPhone 4s plus aksesorisnya, sejumlah perhiasan serta peralatan dapur. Menurut dakwaan pengadilan, total nilai barang-barang tersebut sebesar 34 ribu dollar Singapura atau sebesar Rp369 juta.
Perempuan 45 tahun itu naik banding. 1,5 tahun berselang, tepatnya 4 September 2020, Parti Liyani dibebaskan dari semua dakwaan oleh Pengadilan Tinggi Singapura. Hakim Tinggi Cheng Seng Onn menyatakan Parti tidak terbukti melakukan tindak pencurian.
Anil berhasil meyakinkan hakim bahwa barang-barang yang disangkakan dicuri adalah barang-barang bekas yang telah dibuang oleh keluarga Liew. Parti mengumpulkannya selama bertahun-tahun dengan niat akan membawanya pulang ke Indonesia. Pengacara itu berargumen bahwa keluarga Liew bukan tipe keluarga yang suka menumpuk barang dalam jangka waktu lama. Dalam istilah psikologi mereka disebut hoarder.
Adapun motif pelaporannya adalah ketakutan keluarga Liew jika Parti melaporkan tindak pelanggaran kontrak kerjanya pada pihak berwenang sebab ancaman itu pernah disampaikan Pitri ketika cek-cok dengan Karl. Pada kenyataannya, Pitri tidak pernah melaporkan hal tersebut.
Kasus ini sempat membuat geger publik Singapura karena melibatkan Liew Mun Leong yang merupakan bos Changi Airport. Ia dikenal sebagai pebisnis yang kaya raya dan terpandang serta pernah meraih penghargaan sebagai CEO Terbaik di Singapura pada tahun 2006.
Drama pertarungan “Si Kaya” dan “Si Miskin” ini sering disebut kasus “Daud v.s. Goliath” karena satu pihak adalah “manusia” dan pihak lain adalah “raksasa” dalam konteks kekayaan materi. Terlebih setelah kemenangan Parti Liyani dan dijeratnya Karl Liew, kisah ini serasa semakin relevan jika dikaitkan dengan pertarungan Daud melawan Goliath yang, sebagaimana diketahui, dimenangkan oleh “manusia” Daud.