Dua Pekan Mengikuti Perjalanan Letjen Doni Monardo

Sejak 31 Maret 2021 dan hingga Minggu 11 April, nyaris tiada hari tanpa terbang dan terbang. Sependek ingatan saya, total take off dan landing setidaknya ada 19 kali. Total jam terbang jika dijumlahkan lebih dari 25 jam
JERNIH—Gaspool! Barangkali itu kata yang paling tepat menggambarkan bagaimana Kepala BNPB-Ketua Satgas Covid-19, Letjen Doni Monardo melakukan perjalanan kerjanya selama dua pekan terakhir.
Dimulai Selasa siang 30 Maret 2021 dari Halim PK Jakarta terbang ke Palangkaraya, Kalteng. Lanjut, malam hari mendarat di Nunukan, Kalimantan Utara.
Rabu, 31 Maret pagi bertolak ke Mamuju, Sulawesi Barat. Siang harinya bergeser ke Palu, Sulawesi Tengah, lanjut rapat koordinasi penanganan covid dan gempa Palu hingga malam hari.

Kamis, 1 April, dari Palu terbang ke Surabaya. Sore hari bergeser ke Bali. Genjot kegiatan di Bali terkait penanganan Covid.
Dari Bali, hari Minggu tanggal 4 April, saya bertolak ke Jakarta. Langsung ke kantor BNPB. Dapat kabar, segera bersiap untuk berangkat ke NTT.
Info datang paling satu hari sebelumnya. Artinya, 5 April pagi berangkat ke Maumere, NTT, dan sore hari sudah balik lagi ke Jakarta.
Namun ternyata tidak demikian. Anggota rombongan umumnya hanya membawa pakaian pengganti untuk satu hari saja.
Begitulah, Senin tanggal 5 April kami mendarat di Maumere, Kabupaten Sikka, NTT. Rencananya, setelah mengisi bahan bakar, lanjut ke Larantuka, Kabupaten Flores Timur. Namun cuaca di Larantuka tidak memungkinkan kami landing. Kami pun menggunakan jalur darat yang memakan sekitar tiga jam perjalanan.
Selasa, 6 April pagi, kami bertolak ke Bandara Wunopito Lembata, terbang sekitar 20 menit. Siang balik lagi ke Larantuka, Flores Timur.
Rabu, 7 April pagi, kami merencanakan ke Pulau Adonara dengan helikopter. Apa daya cuaca tidak mendukung. Ganti jalur, kami terbang ke Bandara Pulau Alor, Kabupaten Alor.
Kamis, 8 April pagi, berangkatlah kami ke Adonara. Siang kami terbang ke Bandara Frans Seda, Maumere, untuk menunggu kedatangan Presiden Jokowi keesokan harinya.
Jumat 9 April, Presiden tiba di Maumere, beliau lanjut ke Lembata dan Pulau Adonara dengan helikopter Merah Putih. Dari Maumere kami bertolak ke Lembata dengan helikopter BNPB. Jumat sore balik lagi ke Maumere, masih dengan helikopter dan mendarat di lapangan kantor Bupati Sikka.
Sabtu pagi, 10 April, kami menuju Kupang, meninjau lokasi terdampak dan melakukan rapat koordinasi di Posko. Semula siangnya kami akan bertolak ke Sumba dan Bima NTB. Namun bandara di Sumba belum bisa didarati pesawat. Perjalanan ke Bima pun kami pending.
Minggu pagi, 11 April, jadwal berubah lagi. Dari Kupang, NTT, kami mampir ke Malang, Jatim, mengunjungi dampak gempa di Ampel Gading, satu jam perjalanan darat dari Bandara Abdulrahman Saleh.
Sore kami balik Jakarta. Pukul 21.50 pesawat ATR kami mendarat di Bandara Halim Perdanakusumah, Jakarta.
Begitulah, sejak 31 Maret 2021 dan hingga Minggu 11 April, nyaris tiada hari tanpa terbang dan terbang. Sependek ingatan saya, total take off dan landing setidaknya ada 19 kali. Total jam terbang jika dijumlahkan lebih dari 25 jam.
Mari tetap tersenyum bahagia. Jangan kendor! [Egy Massadiah]