Dubes Myanmar di PBB: Saya di Sini Mewakili Pemerintah Sipil, Bukan Militer
- Usai berpidato, Dubes Kyaw Moe Tun mendapat banyak pujian.
- Menlu AS Anthony Blinken menggunakan kata Burma, bukan Myanmar, saat menyampaikan pujian kepada Dubes Moe Tun.
JERNIH — Kyaw Moe Tun, duta besar Myanmar di PBB, menentang keras kudeta militer di negaranya dan menyeru komunitas internasional memulihkan demokrasi di negaranya.
Dalam pidato dramatis di Sidang Umum PBB, Jumat 27 Februari, Moe Tun mengawalinya dengan menyebut diri sebagai wakil pemerintah sipil yang dipilih rakyat. Suara tepuk tangan memenuhi ruang sidang.
Tidak hanya tepuk tangan, Moe Tun juga kebanjiran pujian. Dubes yang mewakili Uni Eropa, Organisasi Kerjasama Islam, Dubes AS untuk PBB Linda Thomas Greenfield, silih berganti menyalami dan memujinya.
“Ia menyampaikan pidato yang berani,” kata Linda Thomas.
Moe Tun mendesak semua negara mengeluarkan pernyataan publik yang mengutuk keras kudeta. Ia juga mendesak militer Myanmar mengakhiri kekuasaan dan melepas orang-orang yang ditahan.
“Kami akan terus berjuang untuk pemerintahan yang terdiri dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat,” Moe Tun bersumpah seraya mengacungkan tiga jari simbol perlawanan terhadap militer.
Di Twitter-nya, Menlu AS Anthony Blinken menggunakan Burma, bukan Myanmar, dalam pujiannya kepada Moe Tun. “AS memuji pernyataan berani dan jelas Dubes Moe Tun,” kata Blinken. “Kita harus memperhatikan seruan mereka untuk memulihkan demokrasi di Burma.”
Burma, nama lama negara Myanmar, berkonotasi etnis yang mendominasi Tatmadaw — julukan untuk tentara Myanmar. Dominasi etnis Bamar menyebabkan Myanmar tak pernah istirahat dari konflik.
Hampir seluruh etnis non-Burma; Kachin, Chin, Karen, Mon, Shan, dan masih banyak lagi, memberontak. Hampir setiap etnis di Myanmar punya pasukan bersenjata.
Rejim militer yang berkuasa 60 tahun mengganti Burma menjadi Myanmar. Kata Myanmar berarti ‘keselamatan’, dan tidak berkonotasi etnis.