
Dalam kunjungan itu, Fadli juga meninjau pameran khusus bertajuk “Humans and Boats: Maritime Life in Asia and Oceania” yang dikuratori Prof. Rintaro Ono. Pameran tersebut menampilkan koleksi perahu dan artefak bahari dari Indonesia, termasuk perahu tradisional, artefak suku Bajau, serta gambar perahu purba di gua Maros dan Muna. “Koleksi ini menunjukkan bahwa peradaban maritim Nusantara merupakan salah satu yang tertua dan berpengaruh di dunia. Laut bagi Indonesia bukan sekadar sumber daya, melainkan ruang budaya dan pengetahuan yang membentuk identitas kita,” kata Fadli.
JERNIH– Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, men-dorong penguatan riset dan studi kebudayaan Indonesia di Jepang sebagai langkah strategis untuk memperkuat diplomasi budaya dan kerja sama akademik antarbangsa.
Dalam kunjungannya ke National Museum of Ethnology (Minpaku) di Osaka, Menbud Fadli menegaskan, Indonesia tidak hanya dikenal karena kekayaan warisan budayanya, tetapi juga karena kontribusinya terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan humaniora dunia.
“Indonesia memiliki kekayaan budaya yang luar biasa. Tetapi yang tak kalah penting adalah pengetahuan yang lahir dari kebudayaan itu sendiri. Melalui riset dan kerja sama akademik, kita memperdalam pemahaman tentang manusia, sejarah, dan peradaban,” kata Fadli.
Pertemuan tersebut dihadiri para akademisi Jepang yang selama bertahun-tahun meneliti kebudayaan Indonesia, di antaranya Prof. Shota Fukuoka, wakil direktur Minpaku sekaligus etnomusikolog spesialis musik Sunda; Prof. Rintaro Ono, arkeolog maritim dan kurator pameran Asia–Oseania; Dr. Hiroyuki Imamura, etnolog yang meneliti seni bela diri tradisional pencak silat; serta Dr. Masami Okabe, peneliti seni tari dan budaya Jawa.

Diskusi berlangsung intens, membahas peluang kolaborasi riset di berbagai bidang, mulai dari etnomusikologi, tari, antropologi maritim, hingga etnografi Nusantara. Dalam forum itu, Fadli memaparkan sejumlah kegiatan riset yang tengah dijalankan Kementerian Kebudayaan. Dia menyebut digitalisasi arsip budaya, pemugaran dan kajian situs megalitik Gunung Padang, serta pendalaman studi tentang wayang dan manik-manik Nusantara. Ia juga menyinggung kesepakatan pengembalian 28.131 fosil Koleksi Dubois dari Belanda sebagai bagian penting dari riset warisan prasejarah Indonesia.
Minpaku, yang menjadi lokasi pertemuan, bukan sekadar museum. Lembaga riset antropologi dan etnologi ini berdiri sejak 1974 dan dibuka untuk publik pada 1977 di kawasan bekas Expo 1970 Osaka—tempat Indonesia pertama kali ikut serta dalam ajang dunia itu. Kini, Minpaku berada di bawah National Institutes for the Humanities (NIHU) dan memiliki lebih dari 50 peneliti tetap serta koleksi etnografi dari seluruh penjuru dunia.
Dalam kunjungan itu, Fadli meninjau pameran khusus bertajuk “Humans and Boats: Maritime Life in Asia and Oceania” yang dikuratori Prof. Rintaro Ono. Pameran tersebut menampilkan koleksi perahu dan artefak bahari dari Indonesia, termasuk perahu tradisional, artefak suku Bajau, serta gambar perahu purba di gua Maros dan Muna. “Koleksi ini menunjukkan bahwa peradaban maritim Nusantara merupakan salah satu yang tertua dan berpengaruh di dunia. Laut bagi Indonesia bukan sekadar sumber daya, melainkan ruang budaya dan pengetahuan yang membentuk identitas kita,” kata Fadli.
Ia juga meninjau pameran tetap kawasan Asia Tenggara bertema “A Day in the Life of Southeast Asia”, yang menggambarkan kehidupan masyarakat pedesaan dan perkotaan dari aktivitas subsisten, rekreasi, hingga kesenian rakyat. Di antara artefak yang dipamerkan, tampak topeng, wayang, batik, dan alat musik tradisional Indonesia—semuanya menegaskan besarnya kontribusi budaya Indonesia terhadap peradaban Asia Tenggara.
Pertemuan tersebut diakhiri dengan pembahasan rencana penguatan jejaring riset kebudayaan Indonesia–Jepang. Fadli menilai kerja sama akademik lintas disiplin ini penting untuk menjadikan kebudayaan Indonesia bukan hanya bahan kajian, tetapi juga sumber ilmu pengetahuan yang hidup. “Kerja sama riset ini adalah cara terbaik untuk memperluas pemahaman global tentang Indonesia dan menjadikan kebudayaan kita sebagai sumber ilmu pengetahuan yang hidup,” ujar dia. []