Fahri Hamzah : Harus Ada Narasi Tepat Mengajak Bangsa Ini Pindahkan Ibu Kotanya
“Jadi, magnet tunggal itu harus dipecah dan pemindahan IKN ini adalah upaya untuk memecahkan magnet tunggal itu,” kata Andrinof.
JERNIH-Wakil Ketua Umum Partai Gelora yang juga mantan Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah, kembali melontarkan kritik terhadap rencana pembangunan Ibu Kota negara (IKN) di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Dia bilang, pemindahan ibu kota merupakan ide besar yang perlu penjelasan komprehensif.
Jika ini tidak dilakukan, Fahri bilang, penuntasan ide besar itu bakal terhambat.
Fahri menyebutkan, dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, tak pernah dirancang atau dibangun ibu kota negara termasuk Jakarta. Sebab Istana Negara yang jadi rumah dinas Presiden pun, merupakan peninggalan penjajah Belanda. Begitu juga dengan Gedung Parlemen di Senayan, sebetulnya adalah Gedung CONEFO yang dibangun Presiden Soekarno.
Pada awalnya, gedung yang dibangun pada 19 April 1965 dan rampung tahun 1968 itu, diperuntukkan untuk penyelenggaraan konferensi internasional guna menggalan negara-negara yang baru merdeka. CONEFO sendiri, merupakan wadah dari perkumpulan negara-negara Asia-Afrika, Amerika Latin, negara-negara sosialis, negara komunis dan semua negara progresive force di dalam negara kapitalis.
Mayor Jenderal Suprayogi yang waktu itu menjabat sebagai Menteri Pekerjaan Umum, menjadi penanggung jawab pembangunan Gedung CONEFO. Namun, pembangunannya terhambat peristiwa G30S dan konferensi CONEFO tak jadi dilaksanakan.
Fahri bilang, dalam menggagas pemindahan IKN, Presiden Jokowi tekresan spontan. Karenanya, diperlukan para penutur dan pembela RI 1 guna membela gagasan besar ini. Apalagi, pembangunan IKN bukan sekedar membangun kota biasa.
IKN yang baru, harus berbasis pada ide besar tentang Indonesia yang bisa dikisahkan di hadapan dunia. Makanya, harus ada narasi yang baik dan tepat guna mengajak bangsa ini bersepakat memindahkan ibu kotanya.
Di lain pihak, Andrinof Chaniago, Mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasioal mengatakan, pemindahan IKN merupakan wujud dari upaya transformasi Indonesia. Sebab kota-kota besar di Pulau Jawa, pada umumnya merupakan kota dengan kualitas yang tak pernah bertambah akibat kepadatan penduduk.
Tekanan ini, kemudian melahirkan masalah ekologi dan pangan. Sementara ketimpangan antara Jawa dan luar Jawa terus beranak pinak hingga melahirkan konsekwensi berupa kemiskinan khususnya di Indonesia bagian tengah dan timur.
Selain itu, ketimpangan sumber daya manusia juga ikut meninggi akibat dari menumpuknya pendidikan unggul di Pulau Jawa. Solusinya menurut Andrinof, dengan melakukan transformasi dari pola pembangungan kolonial yang mengandalkan ‘magnet’ tunggal di Jakarta maupun Jawa kepada model pembangunan merata ke wilayah tengah Indonesia.
“Jadi, magnet tunggal itu harus dipecah dan pemindahan IKN ini adalah upaya untuk memecahkan magnet tunggal itu,” kata Andrinof.[]