Crispy

First Nation Temukan Lagi Kuburan Massal Anak-anak Korban Asimilasi Paksa

  • Temuan ketiga ini menjerumuskan First Nation, sebutan untuk suku-suku pribumi Kanada, dalam kesedihan.
  • Anak-anak itu terdaftar sebagai peserta sekolah asrama yang dikelola Gereja St Eugene.
  • First Nation menuntut pemerintah federal menggelar penyelidikan menyeluruh.
  • Program asimiliasi paksa kolonial digelar 1890 sampai 1990-an, untuk mengambil alih tanah adat suku-suku.

JERNIH — Kali ketiga dalam beberapa pekan terakhir, First Nation — atau komunitas pribumi Kanada — menemukan kuburan massal anak-anak di dekat bekas sekolah asrama.

Lower Kootenay Band, permukiman komunitas pribumi, mengatakan Rabu 30 Juni bahwa para ahli menggunakan pemetaan radar penembus tanah untuk menemukan yang mereka sebut sisa-sisa 182 jenazah anak-anak berusia tujuh sampai 15 tahun di Sekolah Misi St Eugene, dekat Cranbrook, British Columbia.

Pusat Sejarah dan Dialog Sekolah Perumahan First Nation mengatakan anak-anak adalah korban asimiliasi paksa yang dilakukan pemerintah Kanada. Mereka dimasukan ke dalam sekolah yang dijalankan Gereja Katolik. Sekolah-sekolah ini dijalankan sejak 1890 dan berakhir 1980.

Pencarian lapangan dimulai tahun lalu, kata Lower Kootenay Band dalam pernyataannya. Komunitas First Nation yakin kuburan massal itu berisi anak-anak anggota band Ktunaxa Nation, yang meliputi Loser Kootenay dan komunitas pribumi tetangga.

“Anda tidak akan pernah bisa sepenuhnya mempersiapkan diri untuk hal seperti ini,” kata Chief Jason Louie dari Lower Kaootenay Band seperti dikutip CBC News.

Sebelumnya, ratusan kuburan tak bertanda ditemukan di tiga sekolah asrama tak berfungsi di Kanada dalam beberapa pekan terakhir. Situasi ini menjerumuskan komunitas pribumi pada kesediahan mendalam akan nasib anak-anak mereka di masa lalu.

Mereka mengetahui semua itu sejak lama, tapi tak memperoleh bukti. Mereka mencari selama bertahun-tahun tapi tak mendapatkan hasil.

Sistem sekolah asrama di Kanada beroperasi 1890 sampai 1990-an, sebagian bagian proyek kolonial untuk mengambil alih tanah adat dan mengasimiliasi paksa anak-anak First Nation.

First Nation adalah sebutan untuk pribumi Kanada, yang terdiri dari banyak suku, di antaranya; Metis, Inuit, Inus, dan lainnya. Merka menolak disebut Indian, karena kata itu cenderung menghina.

Berbagai gereja, terutama Gereja Katolik, menjalankan 139 sekolah asrama di seluruh Kanada. Ribuan anak-anak First Nation dari berbagai suku meninggal saat menghadiri institusi itu.

Akhir bulan lalu, 215 jenazah anak-anak First Nation ditemukan di Kamloops Indian Residential School di British Columbia, 751 kuburan tak bertanda ditemukan di Marieval Indian Residential School di Saskatchevan, pekan lalu.

Jennifer Bone, pemimpin Sioux Valley Dakota Nation di Propinsi Manitoba, mengatakan bulan lalu masyarakat percaya 104 kuburan terdapt di lokasi Brandon Residential Shoool.

Penemuan kuburan massal ini menyebabkan peningkatan seruan untuk akuntabilitas pemerintah federal dan Gereja Katolik.

Para pemimpin ada menuntut permintaan maaf Paus Fransiskus, dan agar gereja merilis semua catatan terkait institusi sekolah asrama. Mereka juga menyerukan dukungan keuangan memadai untuk membantu pencarian kuburan di halaman sekolah, serta menuntutpidana terhadap siapa pun yang bertanggung jawab atas kejahatan.

Tuntutan paling penting saat ini adalah pemerintah federal menggelar penyelidikan menyeluruh, untuk mengungkap jumlah sebenarnya korban asimilasi paksa.

Anggota parlemen Kanada Charlie Angus, dari oposisi Partai Demokrat Baru, mengatakan waktunya telah tiba untuk penyelidikan yang koheren dan independen demi mengumpulkan bukti kejahatan ini.

Setelah temuan terakhir, kesedihan melanda masyarakat adat di sekujur Kanada.

“Semua keluarga saya pergi ke sana,” kata Earl Einarson, anggota Ktunaxa First Nation, seraya memposting sekolah asrama di dekat Cranbrook.

“Bayangan tempat itu masih menghantui keluarga kami. Sekarang dalam bayangan yang sama terdapat 182 orang yang tdiak pernah lepas dari bayangan gelapnya,” lanjutnya.

Menurut Pusat Sejarah dan Dialog Sekolah Perumahan First Nation, seorang agen First Nation melaporkan pada tahun 1935 bahwa sebagai akibat makanan yang buruk, terlalu banyak kerja dan sakit, ia harus memaksa orang tua mengirim anak-anak mereka ke Sekolah Misi St Eugene.

“Kehadiran di sekolah adalah masalah berkelanjutan. Ada juga wabah influenza, gondok, campak, cacar air, dan TBC, yang berulang-ulang,” kata Pusat Sejarah dan Dialog Sekolah Perumahan First Nation.

Banyak anggota masyarakat adat meminta agar perayaan Hari Kanada, hari libur nasional pada 1 Juli, dibatalkan sehubungan penemuan kuburan tak bertanda.

“Karena semakin banyak anak-anak kami tak kembali dari sekolah asrama, saya tidak percaya ini waktu yang tepat untuk perayaan Hari Kanada,” kata Walter Naveu, pejabat kepala suku Nishnawbe Aski Nation (NAN), yang mewakili lusinan First Nation di Ontario utara.

Back to top button