Crispy

Gedung Putih ‘Walk of Fame’: Trump Pasang Plakat Provokatif, Sebut Pendahulunya dengan Narasi Buruk

JERNIH – Presiden Donald Trump kembali memicu kontroversi lewat keputusannya merombak interior Gedung Putih. Bukan sekadar dekorasi biasa, Trump menginstalasi serangkaian plakat di koridor West Wing yang ia sebut sebagai “Walk of Fame”. Namun, alih-alih memberikan penghormatan tradisional, plakat-plakat tersebut berisi kritik tajam dan serangan politik terhadap para pendahulunya.

Langkah ini dianggap sebagai upaya Trump untuk menulis ulang narasi sejarah kepresidenan Amerika Serikat langsung dari dinding kediaman resminya. Ada beberapa poin paling mencolok dalam “Walk of Fame” versi Trump ini.

Mmisalnya plakat untuk Joe Biden secara blak-blakan menyebutnya sebagai “Presiden terburuk dalam sejarah Amerika.” Uniknya, plakat ini tidak memajang foto wajah Biden, melainkan foto sebuah autopen (mesin penandatangan otomatis). Gaya tulisannya pun menggunakan huruf kapital acak, persis seperti unggahan Trump di media sosial.

Pada plakat Barack Obama, Trump menuliskan nama lengkapnya sebagai “Barack Hussein Obama” dan menjulukinya sebagai salah satu tokoh paling memecah belah. Ia juga mengejek undang-undang kesehatan Obama (Obamacare) sebagai “Unaffordable Care Act” (Undang-Undang Perawatan yang Tak Terjangkau).

Sementara terhadap plakat George W. Bush, meski sesama Republikan, juga tak luput dari serangan. Plakatnya menyebutkan bahwa Bush memulai perang di Afghanistan dan Irak yang “seharusnya tidak pernah terjadi.”

Sedangkan pada plakat Bill Clinton, meskipun memuji pertumbuhan ekonomi di masanya, tetap menonjolkan skandal-skandal pribadinya dan diakhiri dengan catatan tentang kekalahan Hillary Clinton dari Trump pada pemilu 2016.

Menariknya, plakat Ronald Reagan dipenuhi pujian. Namun, Trump menambahkan klaim sepihak yang menyatakan bahwa Reagan adalah “penggemar berat Donald J. Trump” jauh sebelum Trump mencalonkan diri sebagai presiden.

Perubahan di Gedung Putih tidak berhenti pada plakat. Trump juga memerintahkan perombakan fisik yang drastis. Misalnya Taman Mawar (Rose Garden), taman legendaris tersebut kini telah ditutup dan diganti dengan teras batu permanen.

Untuk Ballroom Raksasa, Trump sedang membangun aula dansa seluas 8.361 meter persegi. Proyek ambisius ini diperkirakan menelan biaya USD 400 juta (sekitar Rp6,6 Triliun), melonjak dari anggaran awal sebesar USD 250 juta. Gedung Putih mengklaim dana ini berasal dari donasi pribadi.

Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, membela keberadaan plakat-plakat “pedas” tersebut. Ia menyebut tulisan itu sebagai deskripsi yang elok dan jujur tentang warisan para mantan presiden. “Sebagai seorang penikmat sejarah, banyak dari plakat tersebut ditulis langsung oleh tangan Presiden Trump sendiri,” ujar Leavitt.

Langkah Trump ini semakin menegaskan bahwa di masa jabatannya yang sekarang, Gedung Putih tidak hanya menjadi pusat pemerintahan, tetapi juga menjadi panggung personal untuk mengukuhkan narasinya terhadap lawan-lawan politiknya.

Back to top button