Crispy

Gejolak BPJS Kesehatan Dalam SIM, STNK

Jika pembayaran pajak terlambat, maka berdampak pada pengenaan denda dan pasti menimbulkan persoalan serta gejolak baru. Dan terakhir, Polri juga perlu waktu untuk mensosialisasikannya kepada anggota dan masyarakat.

JERNIH-Sebab tak difasilitasi dengan kepesertaan anggota BPJS Kesehatan yang menjadi salah satu syarat mengurus SIM dan STNK, Garda atau Gabungan Aksi Roda Dua, wadah pengemudi ojek online, menolak aturan itu. Ketua Presidium Nasional Garda, Igun Wicaksono bilang, siap melakukan perlawanan.

Sejauh ini, Igun bilang operator Gijek dan Grab tak memfasilitasi mitra Ojol menjadi peserta jaminan kesehatan itu. Menurut dia, sudah semestinya Presiden Jokowi membatalkan aturan ini sebab akan memberatkan kelompok-kelompok tertentu.

“Presiden harus batalkan wacana ini dan pastinya akan memberatkan kami pekerja informal mengingat iuran BPJS per orang sangat memberatkan,” kata Igun.

Igun melanjutkan, jika aturan ini dipasakan tanpa memperhatikan pihak pekerja non formal, malah akan berujung menjadi polemih sehingga lahir gejolak sosial.

Presiden, dalam instruksi bernomor 1 tahun 2022 memang mewajibkan pemohon SIM dan STK serta pengurusan surat keterangan catatan kriminal di Polri harus menjadi peserta aktif BPJS Kesehatan. Setelah diumumkan, berbagai elemen masyarakat menolak aturan itu sebab tak relevan dengan semua kegiatan registrasi dan identifikasi kendaraan termasuk SIM, serta SKCK.

Masyarakat menilai, aturan ini hanya mempersulit masyarakat sekaligus memicu kerancuan. Indonesia Traffic Watch (ITW) pun menilai aturan ini perlu dievaluasi ulang. Sebab meski dalam Undang-Undang nomor 24 tahun 2011 tentang badan penyelenggara jaminan sosial disebutkan bahwa kepesertaan bersifat wajib, bukan berarti digunakan sebagai persyaratan permohonan SIM, STNK dan SKCK serta layanan umum lainnya.

Dalam keterangan tertulisnya, Ketua Presidium ITW, Edison Siahaan bilang, tak satu pun amanat dalam Undang-Undang nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan yang meminta Polisi memastikan pemohon SIM, STNK dan SKCK menjadi peserta aktif program tersebut.

“(Berdasarkan UU 22), setiap pemohon SIM harus memenuhi persyaratan usia, administrasi, kesehatan dan lulus ujian teori dan praktik,” kata dia.

Edison curiga, ada sesuatu yang disembunyikan di balik kebijakan ini sebab sarat pemaksaan guna mewujudkan tujuan tertentu.

“Apakah itu upaya untuk mengumpulkan dana dari masyarakat dengan cara sepintas terlihat legal dan sah tetapi tanpa dasar yang kuat, biarlah waktu yang menjawab,” kata dia lagi.

Padahal, seharusnya Pemerintah menyelesaikan permasalahan lalu lintas dan angkutan jalan lebih dulu. Sebab ribuan kendaraan yang beroperasi sebagai angkutan umum, belum dilengkapi persyaratan sesuai amant Undang-Undang nomor 22 tahun 2009.

Sementara Korps Lalu Lintas Polri bagian registrasi kendaraan bermotor, Kombes Pol Taslim Chairuddin, mengaku siap-siap saja menjalankan perintah presiden. Dia bilang, ada tiga skema yang akan dilakukan dalam penegakkan aturan tersebut.

Pertama, mengubah regulasi khususnya Perpol nomor 7 tahun 2021 tentang registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dengan menambah persyaratan layanan dengan kepesertaan aktif BPJS Kesehatan. Kedua, setelah aturan siap, terkait pelayanan STNK, Polri berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri soal bagaimana implementasinya.

“Oleh karena ketika layanan STNK kami tolak atau tunda jika belum ada kartu BPJS akan berdampak pada keterlambatan pembayaran pajak,” kata Taslim.

Jika pembayaran pajak terlambat, maka berdampak pada pengenaan denda dan pasti menimbulkan persoalan serta gejolak baru. Dan terakhir, Polri juga perlu waktu untuk mensosialisasikannya kepada anggota dan masyarakat.[]

Back to top button