Hari Ini 78 Tahun Lalu: Jepang Bingung Apa yang Terjadi di Hiroshima dan AS Mengumumkan Bom Atom telah Dijatuhkan
- Sejenak Hiroshima menjadi kota yang hilang, karena Tokyo tak bisa mengontak siapa pun di kota itu.
- Seorang perwira muda ditugaskan menerbangkan pesawat untuk melihat Hiroshima dari ketinggian. Perwira itu kebingungan.
JERNIH — Hari ini, 6 Agustus 1945 sekitar pukul 07:15. Penduduk Hiroshima dibangunkan sirene jaringan radar peringatan dini yang mendeteksi beberapa pesawat AS terbang ke selatan Jepang.
Siaran radio di sejumlah kota, termasuk Hiroshima, dihentikan. Di atas Jepang, menurut atomicarchive.com, pembom B29 mendekati pantai pada ketinggian maksimum.
Memasuki pukul 08:00 operator radar Hiroshima menetapkan jumlah pesawat yang masuk Jepang sangat sedikit, tidak lebih dari tiga, dan peringatan serangan udara dicabut. Siaran radio beroperasi lagi, dengan tugas menyarankan penduduk memasuki bunker.
Sampai sekian menit setelah saran disiarkan, tidak ada indikasi bom akan jatuh di Hiroshima. Namun tepat pukul 08:15 bom meledak dengan kilatan menyilaukan langit, embusan udara sedemikian besar serta gemuruh suara keras meluas hingga terdengar puluhan mil di sekitar kota.
Tiupan angin pertama diikuti suara bangunan runtuh, bola api besar muncul, awan debu dan asap sedemikian besar menyelimuti Hiroshima.
Di Tokyo satu menit setelah bom atom dijatuhkan operator kontrol dari Perusahaan Penyiaran Jepang menyadari stasiun radio Hiroshima tidak mengudara. Staf teknis di perusahaan berusaha menggunakan saluran telepon untuk berkomunikasi. Gagal.
Sekitar 20 menit kemudian pusat telegraf kereta api Toko menyadari bahwa telegraf jalur utama di utara Hiroshima berhenti bekerja. Namun dari beberapa perhentian kecil kereta api kira-kira sepuluh mil dari Hiroshima muncul laporan tidak resmi dan membingungkan.
Laporan itu menyebukan sebuah ledakan dasyat terjadi di atas Hiroshima. Tidak ada penjelasan lebih lanjut, terutama soal kondisi Hiroshima paska ledakan.
Markas Besar Staf Umum Jepang menerima laporan itu dan coba mengkonfirmasi kebenarannya dengan menelepon Stasiun Kontrol Angkatan Darat di Hiroshima. Tidak ada jawaban.
Kehehingan total Hiroshima membingungkan petinggi militer Jepang di Tokyo. Yang mereka tahu adalah tidak ada serangan besar-besaran ke Hiroshima. Siapa pun tahu Hiroshima bukan sasaran militer karena tidak ada gudang senjata sedemikian besar di kota itu.
Seorang perwira muda di kantor staf umum Jepang diperintah segera terbang ke Hiroshima, mendarat, mengamati, dan kembali ke Tokyo dengan laporan terpercaya. Markas Besar Tentara Jepang di Tokyo yakin laporan akan adanya ledakan dasyat itu tidak benar.
Pesawat yang membawa perwira muda Jepang mencapai Hiroshima, berputar-putar di atas kota, dan menyaksikan sesuatu yang bisa dipercaya. Lubang besar di tanah masih menyala, tertutup awal asap tebal, adalah satu-satunya yang bisa dilihat dari ketinggian.
Pesawat mendarat di selatan Hiroshima, dan petugas mengatur tindakan pertolongan, setelah melapor ke Tokyo. Namun, Markas Besar Tentara Jepang di Tokyo masih belum tahu apa sebenarnya yang terjadi.
Enam belas jam kemudian Tokyo mendapat informasi dari pengumuman publik Gedung Putih di Washington. Bahwa bom atom telah dijatuhkan di Hiroshima.
Reaksi Oppenheimer
Situs atomicarchive.com tidak menyebut respon Jepang setelah Gedung Putih mengeluarkan informasi resmi. Di New York, informasi itu sampai ke telinga J Robert Oppenheimer di pembuat bom atom Little Boy yang dijatuhkan di Hiroshima.
Sejarawan Kai Bird kepada CBS News mengatakan Oppenheimer terjerumus ke dalam depresi berat setelah membaca laporan bom atom dijatuhkan di Hiroshima, dan berikutnya Nagasaki.
The Washington Post menulis Oppenheimer sangat menyesal tidak bisa menyelesaikan pembangunan bom atom tepat waktu sehingga bisa dijatuhkan di Jerman, tapi merasa menang setelah bom pertama dijatuhkan di Hiroshima.
Empat hari kemudian, atau setelah bom atom kedua berjuluk Fat Man dijatuhkan di Nagasaki, Oppenheimer berubah. Menurut The Washington Post, saat itulah Oppenheimer mengalami depresi berat.
Oppenheimer tidak menganggap perlu menjatuhkan bom kedua. Cukup bom pertama, dan tunggu sampai Jepang menyatakan menyerah kepada AS.
Selama pertemuan dengan Presiden Harry S Truman, Oktober 1945, Oppenheimer tampil dengan wajah menjijikan. Presiden Truman bertanya kepada Oppenheimer; “Apa yang salah.”
“Tuan Presiden, saya merasa ada darah di tangan saya,” kata Oppenheimer, seperti tertulis dalam buku American Prometheus.
Sejak itu Oppenheimer secara terbuka mengancam penggunaan bom atom buatannya. Ia berpidato di mana pun, menentang senjata mengerikan bagi keamanan nasional.
“Jika ada Perang Dunia lagi, peradaban umat manusia mungkin akan runtuh,” kata Oppenheier dua tahun setelah penghancuran Hiroshima dan Nagasaki.