Ini Dia Beberapa Kebijakan Susi yang Mulai Dievaluasi Edhy Prabowo
JAKARTA-Siapa yang tak kenal nama Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) di periode pertama Presiden Joko Widodo yang begitu popular dengan kebijakan penenggelaman kapal pencuri ikan.
Kata “tenggelamkan” begitu identik dengan nama Susi. Sepanjang masa penugasannya sebagai Menteri KKP tak kurang 556 kapal pencuri ikan yang telah ditenggelamkan. Susi juga biasa mengabadikan dan membagikan momen tersebut.
Kini, di era Edhy Prabowo meminpin KKP, kata ‘tenggelamkan’ mulai jarang terdengar. Bahkan Edhy, terang-terangan mulai membatalkan kebijakan penenggelaman kapal yang biasa dilakukan Susi. Disamping itu ada beberapa kebijakan Susi yang akan dibatalkan.
Apa saja kebijakan Susi yang akan dibatalkan Edhy?
Penenggelaman Kapal Pencuri Ikan
Dari awal menjabat, hal pertama yang ditanyakan berbagai pihak adalah perihal penenggelaman kapal. Edhy bahkan sampai meminta masyarakat untuk move on dari kebijakan tersebut.
Edhy akhirnya memilih memanfaatkan kapal pencuri ikan dari pada ditenggelamkan.
“Bapak Menteri (Edhy Prabowo) telah bertemu Kejaksaan Agung, sudah ada komitmen terbangun bahwa kita tidak lagi memusnahkan dengan cara ditenggelamkan, tapi untuk memanfaatkan apakah untuk hibah atau untuk masuk kas negara,” kata Inspektur Jenderal KKP, Muhammad Yusuf, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR, Senin (24/2)
Pernyataan itu diperkuat dengan pernyataan Plt Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Nilanto Perbowo, yang menjelaskan nantinya akan ada dua opsi untuk kebijakan penenggelaman kapal pencuri ikan.
“Untuk penenggelaman kapal pada intinya sekarang ini mengedepankan apakah dilelang atau untuk negara, itu kita tunggu (keputusan menteri),”.
Reklamasi Teluk Benoa
Susi Pudjiastuti telah menetapkan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi sehingga rencana reklamasi Teluk Benoa dipastikan batal. Sebelum lengser Susi telah membuat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 46/KEPMEN-KP/2019 tentang Konservasi Kawasan Maritim Teluk Benoa di Perairan Provinsi Bali, tanggal 4 Oktober 2019 yang ditandatangani oleh Susi Pudjiastuti.
Namun, saat ini Edhy akan melakukan evaluasi bersama para pejabat eselon dan para ahli. Ia tak ingin terburu-buru dalam mengambil keputusan terkait Teluk Benoa.
“Semua yang terjadi di internal kita akan saya bongkar, akan saya lihat, kami tidak bisa gegabah dalam kebijakan nasional,” ujar Edhy ketika ditemui di Gedung Mina Bahari III KKP, Jakarta, Rabu (23/10).
Rencana Edhy mengutak-atik teluk Benoa nampaknya membuat Gubernur Bali I Wayan Koster bereaksi. Koster menegaskan kebijakan pemberhentian reklamasi teluk benoa sudah final.
Koster bahkan telah berjanji dihadapan warganya bahwa terkait konservasi Teluk Benoa tidak akan diganggu gugat.
“Saya mendapat berita menteri kelautan yang baru ingin mengevaluasi surat keputusan ini. Tapi saya pastikan saya akan hadapi situasi ini tidak akan saya biarkan saya lindungi,” kata Koster saat pidato akhir tahun di Taman Budaya Art Center, Denpasar, Bali, Jumat (20/12).
Ekspor Benih Lobster
Pro kontra eksport benih lobster mencuat sejak muncul video Effendi Gazali yang melakukan investigasi pusat pengembangan bibit lobster di Vietnam. Yang menarik adalah bibit lobster tersebut berasal dari Indonesia sementara Susi telah melarang perdagangan benih lobster atau lobster di bawah ukuran 200 gram atau yang berupa benih.
Di era kepemimpinannya, Susi melarang lobster bertelur tidak dijual-belikan keluar Indonesia. Beleid yang menaunginya adalah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2016 tentang Penangkapan Lobster.
Namun, ketika Edhy menggantikan Susi, ia ancang-ancang membuka ekspor benih lobster dengan menggunakan sistem kuota. Salah satu negara tujuan ekspor benih lobster adalah Vietnam.
Edhy memahami kebijakannya menimbulkan polemik dan gaduh. Namun ia meyakini kebijakannya membuka ekspor benih lobster karena benih lobster apabila tidak dibesarkan atau dibudidaya, akan mati.
“Benih lobster ini kalau tidak kita budidayakan, tidak kita besarkan sendiri, kita tidak lakukan pemanfaatannya, dia secara alamiah yang hidup itu maksimal 1 persen,” kata Edhy di gedung KKP, Gambir, Jakarta, Kamis (12/12).
Edhy juga berdalih banyak nelayan menggantungkan hidupnya dengan mencari benih lobster. Sehingga apabila dilarang seperti sekarang, maka mereka kehilangan pekerjaan. Untuk itu Ia memilih menggunakan opsi kuota sehingga sebagian dapat dibesarkan di alam sementara sebagian lagi didistribusikan untuk budi daya di dalam negeri.
“Ada masyarakat kita yang hidupnya tergantung nyari benih lobster, supaya dia bisa dapat uang, dapat hidup. Kalau tiba-tiba kita larang perdagangan benih lobster ini, jadi pekerjaannya apa? Saya hanya memutus bagaimana mereka bekerja. Ribuan orang harus dicari jalan keluarnya. Sudah terjadi beberapa tahun, ini tugas saya mencari jalan keluarnya,” .
Penggunaan alat tangkap cantrang
Ketika Susi menjabat menteri, ia melarang nelayan menggunakan alat tangkap cantrang dengan alasan dapat merusak ekosistim laut sebab alat tangkap jenis cantrang dalam menjaring ikan dapat menangkap ikan hingga ukuran kecil. Kala itu tahun 2016 Susi menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 71 Tahun 2016.
Kini, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan, Zulficar Mochtar mengatakan, pihaknya sedang melakukan kajian terhadap Peraturan Menteri Kelautan Perikanan Nomor 71/2016. ”Sesuai permintaan pemangku kepentingan, nanti akan ada uji petik yang melibatkan berbagai pihak. Hasil kajian nantinya jadi dasar (revisi peraturan tentang cantrang),”.
Sedangkan Nilanto Perbowo mengatakan aturan revisi larangan cantrang memang sudah masuk dalam pembahasan di internal KKP.
”Revisi aturan larangan cantrang kini dalam pembahasan,”.
(tvl)