Ini Penjelasan PLN Kenapa Tagihan Listrik Naik di Tengah Pandemi Covid-19
JAKARTA-Masyarakat dibuat bertanya-tanya dengan kenaikan tagihan listrik pada awal bulan Mei ini. Kenaikan tagihan listrik di tengah Pandemi membuat mereka keberatan, terlebih sebelumnya tidak ada pemberitahuan apapun terhadap mereka. Menurut mereka kenaikan tagihan listrik sangat tidak wajar.
Harus diakui sejak pemerintah memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan masyarakat melakukan aktivitas dirumah, maka penggunaan listrik dirumah cenderung meningkat, sebab seluruh aktivitas dirumah hampir seluruhnya menggunakan listrik mulai dari lampu, computer, AC, televisi. Jika hari-hari biasa penggunaan listrik hanya beberapa jam maka selama pelaksanaan kebijakan Work From Home (WFH) dan School From Home penggunaan listrik hampir sepanjang hari.
Masyarakat yang menjadi pelanggan listrik pascabayar mengeluh karena kenaikan tagihannya mencapai sekitar 30% dari bulan sebelumnya. Bahkan ada yang hampir 2 kali lipat, sehingga muncul tudingan PLN menaikkan tarif secara diam-diam
Pihak PLN melalui EVP Corporate Communication and CSR PLN, I Made Suprateka, segera mengklarifikasi tudingan tersebut, dalam konferensi pers secara daring, Rabu (6/5).
“Jadi ini seolah-olah naik 2 kali lipat. Inilah yang jadi polemik. Ini kami sadari kami butuh pendekatan yang baik. Pertama, kenaikan tagihan ini bukan karena kenaikan tarif listrik. PLN enggak bisa naikkan tarif listrik semena-mena apalagi saat kondisi ini, tidak populis,” kata Made.
Menurutnya, tidak ada kenaikan tarif listrik. Namun PLN mengakui adanya tambahan tagihan listrik di bulan April sebab pada bulan Maret, PLN tidak mengirim petugas yang mencatat meteran ke pelanggan-pelanggan pascabayar dengan tujuan memutus rantai penyebaran Covid-19.
PLN memilih kebijakan menghitung tagihan dengan menagih sesuai rata-rata pemakaian pelanggan dalam 3 bulan terakhir. Tagihan untuk pemakaian listrik di bulan Maret sesuai dengan rata-rata pemakaian 3 bulan sebelumnya. Namun kemudian dalam perkembangannya, PLN mengubah kebijakan itu.
Pemakaian listrik pada bulan Maret meningkat karena pada bulan itu telah diberlakukan pembatasan sosial artinya ada kelebihan pemakaian yang belum dibayar karena PLN hanya menagih sesuai rata-rata pemakaian 3 bulan terakhir ketika aktivitas masyarakat masih normal, belum ada PSBB. Kelebihan ini kemudian diakumulasikan PLN ke tagihan pemakaian bulan April.
Untuk tagihan bulan April meningkat karena konsumsi listrik para pelanggan bertambah selama pemberlakuan PSBB. Dengan demikian, tagihan listrik untuk bulan April jadi meningkat pesat. Pemakaian April sudah meningkat, lalu ditambah lagi ada sisa tagihan dari Maret.
“Misalnya rata-rata pemakaian sebulan 50 kWh, tapi kan sejak Maret itu orang mulai intensitas meninggi, sudah 70 kWh. Jadi real-nya konsumsi mereka 70 kWh tapi kita tagih 50 kWh berarti ada 20 kWh yang belum tertagih. Ini kita carry over ke April. Saat mereka pembayaran, itu ada yang 20 kWh terbawa ke tagihan Mei yang merupakan penggunaan April. Jadi itu 90 kWh. Di sana tercatat 90 kWh plus 20 kWh yang carry over bulan Maret. Jadi muncul tagihan 110 kWh seolah-olah tinggi. Ada konsumsi carry over 20 kWh di Maret dan ada peningkatan 40 kWh di April,”.
Terdapat pula kasus pelanggan yang selama 3 bulan terakhir sebelum Maret tidak mencerminkan rata-rata pemakaian yang sebenarnya, sehingga tagihan listriknya jadi tidak normal.
“Ada juga kasus di mana rata-rata yang dimuat lebih tinggi dibandingkan Maret, bisa terjadi karena di Desember tinggi sehingga ada kelebihan tagihan,”.
Made berjanji, PLN akan bertanggung jawab jika tagihan listrik terlalu tinggi dan tidak sesuai pemakaian pelanggan. Kelebihan bayar dari pelanggan akan memotong tagihan di bulan berikutnya.
“Jangan khawatir, itu akan kita perhitungkan, ini kan kita itu kumulatif. Enggak bisa kita hindarkan 1 kWh pun. Jadi sementara itu yang perlu kami sampaikan,”.(tvl)