Inilah Olaf Scholz, Calon Kanselir Pengganti Angela Merkel
Selama bertahun-tahun dia dikenal dengan nama “Scholzomat,” plesetan dari kata “Scholz” dan “Automat,” atau mesin, karena cara dia berbicara yang sangat teknokratis.
JERNIH– Saat Olaf Scholz, kandidat utama Sosialdemokrat SPD, naik ke panggung di markas partainya di Berlin pada malam hari pemilu, 26 September 2021 lalu, dia disambut dengan sorak-sorai anggota partainya. Bagaimana tidak, dia baru saja membawa SPD memenangkan pemilu, suatu hal yang beberapa bulan sebelumnya tampak mustahil.
Selama berbulan-bulan menejlang pemilu, SPD bertengger di angka 15 persen dalam jajak pendapat, jauh di belakang CDU dan Partai Hijau. Olaf Scholz memang kemudian ditetapkan sebagai kandidat utama SPD, tapi dia tidak pernah benar-benar populer, bahkan di partainya sendiri. Dua tahun sebelumnya, dia mencalonkan diri sebagai ketua umum SPD, tapi kalah dari calon yang diajukan kalangan sayap kiri.
Dalam kampanye pemilu, SPD akhirnya benar-benar fokus pada kandidat utamanya. Poster Olaf Scholz terpampang di mana-mana. Tapi pria berusia 63 tahun itu bukan tipe politisi yang senang mencari popularitas di tengah massa. Dia selalu tampil serius, hampir dingin, jauh dari euforia.
Mendominasi poster, dia berdiri di tengah panggung dan mengambil bagian dalam debat politik, berharap untuk memproyeksikan citra negarawan berkepala dingin dengan pengalaman pemerintahan yang kuat baik di tingkat negara bagian maupun di pemerintah federal.
Sayap konservatif SPD
Olaf Scholz selalu dilihat sebagai bagian dari sayap konservatif di dalam SPD. Selama bertahun-tahun dia dikenal dengan nama “Scholzomat,” plesetan dari kata “Scholz” dan “Automat,” atau mesin, karena cara dia berbicara yang sangat teknokratis.
Olaf Scholz pernah menjabat sebagai sekretaris jenderal SPD, menteri tenaga kerja federal, menteri dalam negeri di negara bagian Hamburg dan walikota Hamburg, sebelum menjadi menteri keuangan pada 2018 di bawah kanselir Angela Merkel. Dia kemudian juga menjabat sebagai wakil kanselir. Cukup mengejutkan ketika dia ditetapkan sebagai kandidat utama SPD, karena sebelumnya dia kalah dalam pemilihan ketua SPD. Namun Olaf Scholz menekankan bahwa dia dan para pemimpin partai selalu “bekerja sama dengan erat dan harmonis”.
“Kami sebenarnya mulai bekerja sama erat satu sama lain setelah pemilihan ketua SPD, dan rasa saling percaya yang sangat dekat tumbuh dari situ, sehingga pada titik tertentu saya merasa mereka (Ketua SPD) akan melamar saya,” kata Olaf Scholz mengomentari penetapan dirinya sebagai kandidat utama.
Situasi itu adalah salah satu contoh, bagaimana Olaf Scholz menghadapi krisis dan pukulan politik: dia bangkit lagi, tidak mempedulikan suara-suara skeptis yang meragukan kemampuan dan posisi üpolitiknya. Dia tampaknya punya rasa percaya diri yang sulit tergoyahkan. Selama beberapa dekade karir politiknya dia telah mengalami banyak pukulan, tetapi tidak ada yang membuatnya keluar dari politik atau meninggalkan partainya.
Pekerja keras yang introvert
Selama pandemi COVID-19, Olaf Scholz, sebagai menteri keuangan, mengucurkan miliaran euro untuk program bantuan sosial. Sejak awal pandemi, mottonya adalah bahwa Jerman mampu mengatasi krisis ini secara finansial.
“Itu tidak perlu ditakuti, kita sudah pernah mengelolanya sekali, setelah krisis terakhir pada 2008/2009, dan kita akan mengelolanya lagi dalam waktu kurang dari 10 tahun,” katanya.
Dalam kebijakan luar negeri, Olaf Scholz menjanjikan kontinuitas. Di bawah kepemimpinannya, Jerman akan bekerja untuk “Eropa yang kuat dan berdaulat” yang berbicara “dengan satu suara,” “karena jika tidak, kami tidak akan dianggap,” katanya. Dengan jumlah populasi global yang akan mencapai 10 miliar orang, akan ada “banyak kekuatan di masa depan, tidak hanya Cina, AS, dan Rusia,” tetapi juga banyak negara Asia, kata Olaf Scholz.
Olaf Scholz adalah politisi pragmatis yang introvert, yang hanya mengatakan sebanyak yang benar-benar diperlukan. Hal itu membuatnya sulit mencapai popularitas politik. Ketika mencalonkan diri untuk jabatan-jabatan partai, Olaf Scholz biasanya mendapat hasil terburuk. Namun dengan kerja keras, dia berhasil secara diam-diam dan efisien menaiki tangga politik, dan akhirnya menjadi pemimpin Jerman. [Deutsche Welle]