Israel Gunakan Arkeologi untuk Hapus Budaya dan Jajah Palestina
- Mereka menggunakan arkeologi untuk menyangkal klaim dan menjajah sekujur Palestina.
- Klaim berikut adalah Palestina adalah tanah untuk bangsa pilihan.
JERNIH — Israel mengeksploitasi penelitian arkeologi, mendistorsi data dan temuan, untuk mengklaim atas sekujur wilayah Palestina.
“Sebagian besar negara-bangsa menggunakan arkeologi untuk kepentingan ideologis, tapi yang dilakukan Israel sangat keterlaluan,” kata Dr Bilal Toprak, teolog yang berspesialisasi dalam arkeologi agama dan pengajar di Universitas Duzce, Turkiye.
Negara negara bangsa, masih menurut Dr Toprak, berusaha melestarikan lokasi arkeologis mereka. Israel, katanya, mengejar klaim kepemilikan atas tanah yang tidak dihuni selama 2.000 tahun.
“Mereka menggunakan arkeologi sebagai senjata untuk menjajah, menyangkal, dan menghapus sejarah orang lain,” kata Dr Toprak seperti dikutip Anadolu Agency.
Dr Toprak berargumen bahwa orang Yahudi Eropa memilih Palestina sebagai tanah air karena aspek motivasinya. “Mereka percaya akan berkumpul di sana ketika Mesias datang,” ujarnya. “Artinya, Zionisme, kitab suci, dan agama, diinstrumentasi.”
Rujukan Dr Toprak adalah David Ben Gurion, perdana menteri Israel pertama. Ben Gurion adlah politisi sekuler tetapi membuat pernyataan agama setelah memangku jabatan.
Ben Gurion membutuhkan arkeologi sebagai jembatan untuk memperkuat ikatan orang Yahudi Israel saat ini dengan Yahudi kuno. Berikutnya, memperkuat ikatan antara bangsa dan tanah air.
Alat Kolonisasi
Dr Toprak juga menggarisbawahi pentingnya nama tempat sebagai upaya penjajahan. Israel menggunakan nama dalam Bahasa Ibrani yang tertera dalam Taurat untuk banyak wilayah yang dikuasai Muslim selama 1.000 tahun.
“Hanya struktur yang terkait sejarah Yudeo-Kristen yang menjadi fokus,” katanya. Nama Ibrani diberikan untuk daerah di wilayah Negev dan Arava.”
Pernah dianggap sebagai batu tulis kosong, wilayah Palestina kini menjadi tanah Yahudi sejak 1950-an, dan hampir tidak ada sisa-sisa dari desa-desa Palestina.
Benteng kuno Masada di puncak gunung di tenggara Israel adalah contoh bagaimana Tel Aviv menggunakan arkeologi sebagai alat pendudukan dan penjajahan.
“Tahun 1960-an, Komandan Israel Yigael Yadin mengingatkan orang tentang Yahudi yang melawan Romawi di Benteng Masada,” kata Dr Toprak. “Komanda itu bercerita tentang bagaimana ratusan orang melawan dan memilih bunuh diri daripada menyerah kepada tetnara Romawi.”
Slogan ‘Masadar tidak akan jatuh lagi’ masih digunakan tentara Israel untuk melawan orang Arab. Di tempat ini Yadin melakukan penggalian arkeologi untuk membuktikan legenda itu. Namun, lanjut Dr Toprak, hanya 25 kuburan yang ditemukan.
“Tidak ada kasus bunuh diri massal seperti diceritakan Yadin,” kata Dr Toprak.
Menghapus Budaya Palestina
Dr Toprak mengatakan Israel juga berusaha menghapus struktur budaya Palestina di wilayah yang dikuasai. Hutan ditanam di wilayah yang dulu adalah desa-desa Palestina di Yerusalem Barat. Salah satunya adalah Hutan Para Martir di pinggiran kota, yang ditanam tahun 1952. Penanaman pohon-pohon itu dibiayai Dana Nasional Yahudi.
Upaya melegitimasi pendudukan dengan data arkeologi dimulai sejak Inggris menguasai Palestina.
Didirikan tahun 1865, Dana Eksplorasi Palestina mengirim Thomas Lawrence — dikenal sejarah dengan nama Lawrence of Arabia — untuk memetakan wilayah tersebut.
“William Thompson, Uskup York dan presiden Dana Eksplorasi Palestina, mengatakan jika seseorang benar-benar ingin memahami Alkitab, pertama-tama harus memahami tanah tempat Alkitab kali pertama ditulis,” kata Dr Toprak.
Menurut Dr Toprak, fondasi Zionisme diletakan berkat teolog dan arkeolog AS William Albright tahun 1920-an. “Albright mengatakan masyarakat pemukim mampu bertahan berkat pendudukan, pengusiran, dan pembersihan etnis. Ini adalah peluang besar bagi penjajah Zionis,” katanya.
Albright, yang menekankan keunggulan pengalaman Yudeo-Kristen, menarik hubungan antara pengalaman tanah suci AS dengan mengusir penduduk asli Benua Amerika dengan mitos orang Yahudi kembali ke Palestina.
Seraya membuat klaim tanah pilihan untuk bangsa pilihan, Albright mendasarkan evaluasinya bukan pada data arkeologi tapi pada Alkitab.
Arkeologi adalah salah satu alat paling penting untuk menafsirkan, memahami, dan membangun masa lalu. Dr Toprak menunjukan di Israel semua museum menggunakan arkeologi dengan nama nama seperti Museum Israel, Museum Orang Yahudi, dan Museum Tanah Alkitab.
“Periodisasi seperti era Israel dan era Ibrani dibuat. Melalui ini, mereka mengklaim telah menjadi peradaban besar di masa lalu, dan menegaskan kepemilikan atas tanah yang mereka tempati saat ini,” kata Dr Toprak.