Israel Membunuh Anak-anak Satu Ruang Kelas Setiap Hari di Gaza

JERNIH – Sekitar 28 anak terbunuh atau hampir sama dengan jumlah murid satu ruang kelas, setiap hari di Gaza akibat pemboman Israel yang terus-menerus dan pembatasannya terhadap pengiriman bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan.
“Kematian akibat pemboman. Kematian akibat malnutrisi dan kelaparan. Kematian akibat kurangnya bantuan dan layanan vital,” tulis Dana Anak-Anak PBB (UNICEF) dalam sebuah postingan di X, Selasa (5/8/2025). “Di Gaza, rata-rata 28 anak per hari – seukuran ruang kelas – terbunuh.”
Badan tersebut menekankan bahwa anak-anak di Gaza sangat membutuhkan makanan, air bersih, obat-obatan, dan perlindungan, seraya menambahkan: “Lebih dari segalanya, mereka membutuhkan gencatan senjata, SEKARANG.”
Israel telah membunuh lebih dari 18.000 anak – satu anak setiap jam – sejak dimulainya perang genosida di Gaza. Setidaknya 60.933 warga Palestina telah tewas dan 150.027 lainnya terluka sejak 7 Oktober 2023, ketika Hamas menyerang Israel selatan.
Dalam 24 jam terakhir, setidaknya delapan warga Palestina, termasuk satu anak, mati kelaparan di Gaza. Sebanyak 188 orang, termasuk 94 anak-anak yang kelaparan, telah meninggal dunia karena Israel terus memblokir bantuan dan membunuh para pencari bantuan. “Bagi mereka yang selamat, masa kanak-kanak telah digantikan oleh perjuangan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup,” kata Aksel Zaimovic dari Al Jazeera.
Kadim Khufu Basim, seorang anak Palestina terlantar, mengatakan ia terpaksa menghidupi keluarganya yang beranggotakan enam orang karena ayahnya terluka dan menerima perawatan di Mesir. “Saya suka bermain sepak bola. Tapi sekarang saya berjualan kue. Masa kecil saya sudah berlalu. Sejak perang dimulai, kami sudah tidak punya masa kecil lagi,” ujar Basim, mengutip Al Jazeera.
Berdasarkan hukum internasional, anak-anak seperti Basim seharusnya terhindar dari dampak perang. “Namun di Gaza, anak-anak inilah yang paling menderita akibat kampanye militer Israel. Sekolah-sekolah sengaja menjadi sasaran, fasilitas air dihancurkan, pasokan makanan diblokir secara sistematis. Dan hak-hak dasar anak-anak … pendidikan, bermain, nutrisi yang layak … telah dijadikan senjata untuk melawan seluruh generasi,” kata Zaimovic.
Kuburan bagi Anak-anak
Perang Israel di Gaza juga meninggalkan bekas luka psikologis pada anak-anak. Rambut dan kulit Lana, seorang anak terlantar berusia 10 tahun, memutih hampir dalam semalam setelah pengeboman di dekat tempat penampungannya memicu apa yang disebut dokter sebagai depigmentasi akibat trauma. Lana menjadi pendiam, seringkali hanya berbicara dengan bonekanya, karena anak-anak lain merundungnya karena penampilannya.
“Dia berbicara dengan bonekanya dan berkata, ‘Maukah kamu bermain denganku, atau maukah kamu seperti anak-anak lain?’ Kesehatan mentalnya sangat terganggu,” ujar Mai Jalal al-Sharif, ibu Lana, kepada Al Jazeera.
“Gaza adalah kuburan bagi anak-anak saat ini dan bagi impian mereka,” ujar Ahmad Alhendawi, direktur regional LSM Save the Children, kepada Al Jazeera. “Ini adalah mimpi buruk yang tak terhindarkan bagi setiap anak di Gaza… Ini adalah generasi yang tumbuh dengan pemikiran bahwa dunia telah meninggalkan mereka, bahwa dunia telah mengabaikan mereka.”
Israel telah menutup perlintasan Gaza sejak 2 Maret, hanya mengizinkan 86 truk bantuan masuk ke wilayah kantong yang terkepung tersebut setiap hari, angka yang setara dengan 14 persen dari kebutuhan minimum 600 truk setiap hari untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk, menurut data dari Kantor Media Pemerintah Gaza. Kurangnya bantuan telah menyebabkan kelaparan yang belum pernah terjadi sebelumnya di Gaza.
Para ahli PBB dan lebih dari 150 organisasi kemanusiaan telah menyerukan gencatan senjata permanen, untuk memungkinkan pengiriman bantuan dan pemulihan psikologis bagi apa yang mereka sebut sebagai “generasi yang hilang”.