Jepang Buka Penerbangan ke Cina, Tapi Tidak untuk Turis
Jepang siap menerima 1.000 pelancong bisnis, mahasiswa dan warga asing untuk tinggal lama, mulai bulan depan
JERNIH– Jepang memulai kembali penerbangan ke Cina di tengah laporan bahwa pihaknya ingin membuka kembali perbatasannya untuk pelancong bisnis, pelajar asing, dan penduduk asing yang akan tinggal lama, mulai bulan depan. Hal tersebut sekaligus sebagai uji coba untuk pembukaan kembali yang lebih luas menghadapi Olimpiade Tokyo yang akan berlangsung kurang dari setahun ke depan.
Menurut juru bicara maskapai, Japan Airlines (JAL) berencana untuk mengoperasikan pesawat Boeing 787-8 yang berkursi 206 di rute Guangzhou mulai 2 Oktober, dengan 30 kursi bisnis dan 176 di kelas ekonomi. “Kami memulai kembali penerbangan kami ke Cina dengan rute Dalian. Awalnya dengan satu penerbangan dalam seminggu, tapi sekarang menjadi tiga kali seminggu,” kata Juru Bicara JAL, Mark Morimoto. “Pihak berwenang Cina mengatakan kami dapat memperkenalkan penerbangan lain dalam seminggu, meskipun tidak ke Beijing atau Shanghai, yang merupakan rute terpenting kami ke Cina. Jadi kami memilih Guangzhou.”
JAL terbang setiap hari ke kota-kota itu sebelum pandemic. Kini maskapai penerbangan itu hanya mengoperasikan 14 persen dari rute internasionalnya dan hanya memiliki sisa dua persen dari jumlah penumpangnya dari tahun lalu. Morimoto mengatakan keadaannya lebih baik di dalam negeri, dengan faktor muatan antara 60 persen dan 70 persen.
Keputusan pemerintah Jepang disambut baik oleh industri perjalanan, dan ada harapan bahwa batas harian 1.000 kedatangan dapat ditingkatkan secara bertahap seiring dengan membaiknya kondisi.
Pakar medis dan orang-orang yang berpartisipasi dalam kegiatan budaya juga akan diizinkan masuk di bawah aturan baru, tetapi ahli epidemiologi memperingatkan bahwa tanpa penemuan vaksin Covid-19, sangat kecil kemungkinan wisatawan diizinkan masuk ke Jepang hingga tahun depan, dan itu pun mengiringi pertanyaan seputar Olimpiade.
Pemerintah berencana untuk meningkatkan kapasitas pengujian virus di pelabuhan masuk, meskipun kemungkinan pendatang baru masih diharapkan telah dites negatif untuk Covid-19 sebelum tiba di Jepang.
Ashley Harvey, manajer destinasi Aviareps Jepang menyarankan bahwa banyak tindakan pemerintah yang “hanya ilusi optik” karena bertekad untuk terus maju dengan menjadi tuan rumah Olimpiade musim panas mendatang. “Ini semua mengarah ke Olimpiade, bahkan jika mereka harus melakukannya dengan jumlah penonton yang sedikit,” katanya.
“Sekalipun orang tidak bisa masuk ke tempat-tempat ini dalam jumlah besar, kamera televisi akan tetap ada dan pengiklan akan tetap mendapatkan liputannya, sementara Jepang akan melihat seluruh acara sebagai kesempatan untuk menampilkan negara itu kepada miliaran pemirsa di seluruh dunia dan menyampaikan pesan bahwa kalau pun mereka tidak bisa ke Jepang tahun ini, maka mereka harus membuat rencana untuk berkunjung pada tahun 2022.”
Tokyo memang menunjukkan tekad besar untuk terus maju dalam Olimpiade, dengan pengumuman Rabu lalu bahwa Jepang akan mengizinkan atlet asing untuk bertanding musim panas mendatang, meskipun mereka berada dalam masa karantina wajib selama dua minggu. Panel penasehat yang membuat pengumuman mengatakan sebuah sistem perlu dibuat untuk memungkinkan para atlet berlatih, menerima perawatan dan berkompetisi, meskipun mereka seharusnya mengisolasi diri.
Thomas Bach, presiden Komite Olimpiade Internasional, telah memberikan dukungannya di belakang kampanye tersebut. Pada Rabu lalu dia mengatakan, acara olahraga besar itu telah diselenggarakan dan diadakan dengan aman dalam beberapa pekan terakhir, meskipun tidak ada perkembangan dana proses vaksin Covid-19.
Ia mengatakan banyaknya tanggapan positif terhadap acara ini. “Semua dengan jelas menunjukkan, bahwa tidak hanya para atlet dan organisasi olahraga, tetapi juga masyarakat luas, telah merindukan kembalinya olahraga sebagai bagian integral dari kehidupan kita,” kata dia.
Yoko Tsukamoto, profesor pengendalian infeksi di Universitas Ilmu Kesehatan Hokkaido, mengatakan kebijakan pemerintah yang secara bertahap membuka diri terhadap kedatangan asing adalah “tindakan yang paling tepat”. Namun, dia menyatakan keberatan jika dibuka terlalu cepat, mengingat tes reaksi berantai polimerase (PCR) yang dilakukan pada titik kedatangan hanya akurat sekitar 70 persen.
“Saya masih yakin kami perlu memiliki masa karantina selama dua minggu, tapi itu akan membuat sulit untuk membuka kembali turisme dengan segera,” kata Tsukamoto. “Jelas bahwa pemerintah ingin mulai terbuka karena Olimpiade, tetapi ini adalah keputusan yang sangat sulit dalam soal waktu.”
Ia mengatakan, dirinya khawatir IOC pun tak akan mengatakan apa-apa untuk melanjutkan Olimpiade, bahkan tanpa adanya vaksin, karena itu tidak akan mencegah orang terinfeksi. “Kami masih harus mengambil semua tindakan pencegahan sebisa mungkin karena kami tidak memiliki obatnya.” [Julian Ryall/South China Morning Post]
Julian Ryall, pernah tinggal selama 24 tahun di Jepang. Ia menyadari banyak kelebihan Jepang dibandingkan kampung halamannya di London. Dia tinggal di Yokohama bersama istri dan anak-anaknya dan menulis untuk publikasi di seluruh dunia.