CrispyPersona

K.P. Sharma Oli, Nasionalis Kontroversial yang Mengguncang Nepal

JERNIH –  Khadga Prasad Sharma Oli, atau lebih dikenal sebagai K.P. Oli, lahir pada 22 Februari 1952 di distrik Terhathum, Nepal. Dari desa sederhana, ia menapaki jalan politik yang penuh liku.

Sejak muda, Oli telah memeluk ideologi kiri, bergabung dengan Communist Party of Nepal (Unified Marxist–Leninist, CPN-UML). Semangat revolusionernya membawanya ke balik jeruji selama hampir 14 tahun karena menentang monarki absolut. Keteguhan ini menempa karakternya sebagai politisi tegas, nasionalis, dan berani menantang status quo.

Oli bukan sekadar nama di kancah politik Nepal; ia adalah simbol perlawanan dan ambisi. Dengan citra nasionalis yang kuat, ia berhasil memposisikan diri sebagai pemimpin yang mampu menjaga kedaulatan Nepal, terutama saat menghadapi tekanan geopolitik dari India. Namun, di balik pencapaiannya, bayang-bayang kontroversi selalu mengintai, menjadikannya figur yang dicintai sekaligus dibenci.

Tiga Kali Menjabat Perdana Menteri

Periode Pertama (2015–2016): Simbol Nasionalisme

Pada 2015, Nepal berada di persimpangan sejarah dengan pengesahan konstitusi baru. Namun, krisis bahan bakar akibat blokade tidak resmi dari India mengguncang negara itu. Di tengah ketegangan, Oli muncul sebagai harapan. Dengan aliansi cerdas bersama partai Maois dan kelompok kecil, ia berhasil mengungguli Sushil Koirala dari Nepali Congress dalam pemilihan parlemen.

Oli menawarkan visi kemandirian, menjalin kesepakatan dengan China untuk rute pasokan alternatif, dan mengukuhkan dirinya sebagai pemimpin yang tak gentar melawan dominasi asing. Bagi rakyat Nepal, ia adalah suara nasionalisme yang lantang.

Periode Kedua (2018–2021): Janji Stabilitas dan Infrastruktur

Pemilu 2017 menjadi panggung kemenangan Oli. Berkoalisi dengan CPN (Maoist Centre) dalam Left Alliance, CPN-UML menguasai mayoritas parlemen. Dilantik pada Februari 2018, Oli menjanjikan stabilitas setelah tahun-tahun pergolakan politik, serta pembangunan infrastruktur besar-besaran.

Proyek-proyek ambisius seperti terowongan Nagdhunga-Sisnekhola dan ribuan kilometer jalan baru mulai digulirkan. Namun, euforia ini tak bertahan lama. Tuduhan korupsi, pembatasan media, dan ketidakpuasan ekonomi mulai mencoreng citranya.

Periode Ketiga (2024–2025): Puncak dan Kejatuhan

Kembali berkuasa pada pertengahan 2024, Oli dihadapkan pada ekspektasi besar untuk mempercepat modernisasi Nepal. Ia mendorong proyek-proyek megah seperti tol Kathmandu–Terai Madhesh Expressway dan koridor perdagangan Jogbani–Kimathanka.

Dalam Infrastructure Summit 2024, ia dengan penuh semangat menyatakan, “Infrastruktur adalah nadi ekonomi kita, fondasi masa depan kita.” Namun, di balik retorika pembangunan, ketidakpuasan rakyat membesar. Protes anti-korupsi dan penolakan terhadap pembatasan kebebasan digital, yang dipelopori oleh generasi muda, memuncak pada 2025. Gelombang demonstrasi memaksa Oli mengundurkan diri pada 9 September 2025, menandai akhir dramatis dari era kepemimpinannya.

Kepemimpinan Oli identik dengan ambisi infrastruktur. Dari terowongan Siddhababa hingga koridor Karnali, ia mengubah wajah Nepal dengan jalan, jembatan, dan proyek energi. Pada 2021, pemerintahnya melaporkan pembangunan 3.512 km jalan beraspal dan 1.686 km jalur baru. Namun, banyak proyek ini bakal terhenti setelah ia lengser karena masalah anggaran dan minimnya studi kelayakan, memicu kritik bahwa inisiatifnya lebih mengutamakan citra ketimbang keberlanjutan.

Di sisi lain, Oli kerap dituduh otoriter. Pembatasan media, tuduhan korupsi, dan praktik yang dianggap menguntungkan kroni mencoreng reputasinya. Generasi muda, khususnya Gen Z, merasa aspirasi mereka diabaikan. Protes besar-besaran pada 2025, yang menyoroti akuntabilitas dan kebebasan digital, menjadi titik balik yang mengakhiri kekuasaannya.

BACA JUGA: Nepal Rusuh PM Oli Mundur, Ulah Nepo-Kids Anak Pejabat Picu Kemarahan Kaum Muda

Di balik gemerlap politik, Oli menjalani kehidupan pribadi yang relatif sederhana bersama istrinya, Radhika Shakya. Menikah pada 1987, pasangan ini mengikat janji dalam upacara sederhana di Patan. Radhika, yang berasal dari keluarga sederhana, pernah bekerja di Nepal Rastra Bank sebelum menempuh pendidikan di Patan Campus. Kini, ia dikenal sebagai figur publik yang aktif mendampingi Oli dalam acara kenegaraan dan bahkan menerbitkan autobiografi.

Aset mereka mencerminkan gaya hidup yang tidak berlebihan. Pada 2015, Oli mengungkapkan memiliki sekitar NPR 700.000 di Everest Bank, sementara Radhika memiliki tanah di Jhapa dan Bhaktapur, perhiasan emas, serta simpanan dan obligasi senilai sekitar NPR 2,9 juta. Kesederhanaan ini kontras dengan tuduhan korupsi yang menghantui karier politik Oli.

Mengapa Oli Berulang Kali Terpilih?

Keberhasilan Oli menduduki kursi Perdana Menteri berkali-kali bukan kebetulan. Aliansi politiknya yang cerdas, terutama dengan partai Maois dan kelompok kecil, memastikan dukungan parlemen. Citra nasionalisnya, yang terbukti saat menantang India selama krisis 2015, resonan dengan rakyat yang haus kedaulatan.

Janji pembangunan dan dominasi CPN-UML sebagai kekuatan politik utama juga menjadi modal besar. Namun, kejatuhannya pada 2025 menunjukkan bahwa bahkan pemimpin karismatik pun tak kebal dari gelombang perubahan.

K.P. Sharma Oli adalah paradoks. Ia adalah arsitek modernisasi Nepal, namun juga simbol otoritarianisme yang memicu perpecahan. Infrastruktur yang ia bangun menjadi jembatan harapan bagi banyak warga, tetapi tuduhan korupsi dan kegagalan merangkul aspirasi muda menciptakan jurang dengan rakyat. Pengunduran dirinya pada September 2025 bukan sekadar akhir dari satu babak, melainkan cerminan lanskap politik Nepal yang terus berubah—di mana ambisi dan akuntabilitas terus berbenturan.(*)

BACA JUGA: Nepal Bergolak; Dari Kampanye “Nepo Baby” hingga Mundurnya Perdana Menteri KP Sharma Oli

Back to top button