Kepala BNPT: Aktivitas Teroris di Dunia Maya Semakin Masif
“Selama pandemi Covid-19 yang merupakan ancaman keamanan dan ketertiban dunia tidak serta merta menghilang. Justru menciptakan tantangan baru misalnya lewat aktivitas teroris di dunia maya yang semakin masif”
JAKARTA – Aktivitas terorisme di masa pandemi Covid-19 semakin meningkat melalui internet, sebab hal tersebut menjadi medium yang memudahkan jaringan teroris mendoktrin generasi muda dan mendukung ideologi mereka. Usaha tersebut, kemudian bermuara pada aksi teror.
“Selama pandemi Covid-19 yang merupakan ancaman keamanan dan ketertiban dunia tidak serta merta menghilang. Justru menciptakan tantangan baru misalnya lewat aktivitas teroris di dunia maya yang semakin masif,” ujar Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol Boy Rafli Amar, seperti ditulis Antara, Minggu (4/7/2021).
Menurut dia, kasus penyerangan Mabes Polri beberapa waktu lalu, diduga terpapar radikalisme ISIS melalui dunia maya. Bahkan internet menjadi salah satu cara pendanaan untuk mendukung aksi terorisme. Dimana dari data BNPT tercatat ada kenaikan 101 persen transaksi keuangan mencurigakan selama pandemi.
“Terdapat aktivitas crowd-funding dalam pendanaan aktivitas teroris. Ini juga jadi ancaman baru di masa pandemi,” kata dia.
Disamping itu, selama masa Covid-19 masih terdapat warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi teroris asing atau Foreign Terorist Fighters (FTF), yakni sekitar 600 hingga 700 WNI yang ditempatkan di beberapa kamp Suriah. Kebanyakan dari mereka merupakan wanita dan anak-anak.
“Tantangan yang akan dihadapi Indonesia berfokus pada efektivitas sarana untuk penuntutan (bagi mereka yang melakukan terorisme) kejahatan di Suriah, serta sarana yang efektif untuk rehabilitasi dan reintegrasi bagi mereka yang menjadi tanggungan,” katanya.
Oleh sebab itu, untuk menangkal hal tersebut Indonesia telah memperkuat criminal justice response atau penegakan hukum terhadap kegiatan-kegiatan terorisme melalui pengesahan beberapa aturan. Misalnya, Undang-undang nomor 5 Tahun 2018, Peraturan Pemerintah (PP) nomor 77 Tahun 2019, PP nomor 35 Tahun 2020, serta Perpres nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Extremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme.
“Indonesia percaya bahwa keseimbangan harus dipertahankan antara pendekatan keras dan lunak. Untuk pencegahan terorisme atau pendekatan lunak perlu ditingkatkan untuk mencapai tujuan jangka panjang melawan terorisme,” ujar dia.