Crispy

Kepala BNPT: Perlu Keterpaduan Program dan Kinerja antara BNPT dan Gugus Tugas Pemuka Agama

“Bagi kita, agama apapun berkewajiban menjaga nilai yang diajarkan dan diwariskan, karena itu peran tokoh agama sangat sentral ketika isu agama digunakan kelompok radikal intoleran mencapai tujuan tertentu”

JAKARTA – Para tokoh dan pemuka agama sangat strategis untuk menyandingkan nilai-nilai agama dan nasionalisme dalam memerangi penyebaran paham radikal intoleran yang berpotensi menjadi radikal terorisme. Hal itulah yang mendasari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menggandeng dan membentuk wadah berupa Gugus Tugas Pemuka Agama Dalam Rangka Pencegahan Terorisme.

“Bagi kita, agama apapun berkewajiban menjaga nilai yang diajarkan dan diwariskan, karena itu peran tokoh agama sangat sentral ketika isu agama digunakan kelompok radikal intoleran mencapai tujuan tertentu,” ujar Kepala BNPT, Komjen Pol Boy Rafli Amar, pada acara “Sarasehan dan Muhasabah Gugus Tugas Pemuka Agama BNPT” di Jakarta, Rabu (30/12/2020).

Boy Rafli menjelaskan, antara BNPT dan para pemuka agama perlu keterpaduan program dan kinerja di lapangan, sehingga mampu memberikan, menyampaikan, mensosialisasikan nilai-nilai luhur bangsa, dan agama masing-masing yang dilakukan secara benar tanpa harus saling menyakiti.

“Kami melihat sangat strategis apabila tokoh-tokoh agama menyandingkan nilai agama dan nilai nasionalisme, dan semangat dalam menjaga keuutuhan NKRI. Kita diuntungkan dengan para leluhur tokoh agama yang pada masa lalu berjuang untuk mendirikan negara ini. Mereka adalah pendakwah sekaligus pejuang,” kata dia.

Oleh karena itu, ia menaruh harapan besar terhadap Gugus Tugas Pemuka Agama BNPT. Pasalnya, beberapa mainstream dari kejahatan terorisme dengan latar belakang paham radikal intoleran dilandaskan adanya pihak yang senantiasa menggunakan isu agama. Juga bisa dikategorikan ekses ekstremisme agama yang disalahartikan pengikutnya.

Padahal, lanjut Boy, pada kenyataannya pihak tertentu kelompok yang mengatasnamakan agama dengan cara kekerasan, perbuatan tidak sejalan nilai agama. Misalnya dengan segala cara melakukan upaya destruktif, pembunuhan, penghinaan, mengkafirkan yang dianggap tidak sejalan. Atas dasar itu mereka mewujudkan dengan tindakan kekerasan, yang dalam pemahaman mereka diyakini sebagai jalan benar.

“Dengan kerja bersama yang kita susun bersama di tingkat pusat, bisa digulirkan sampai ke daerah. Semoga tahun 2021 kerja bareng, konkrit, dirasakan masyarakat agar semakin bersemengat mengisi alam pembangunan dalam suasana aman, damai, sehingga upaya negara menciptakan rasa aman, sejahtara, negara yang darussalam dan baldatun thoyyibatun warrobun ghofur bisa tercapai,” katanya.

Ia berharap rencana kegiatan Gugus Tugas Pemuka Agama bisa dikonkritkan agar memberi efek positif kepada masyarakat. Menurutnya, tokoh agama adalah guru bangsa sehingga BNPT mendorong ulama dan umaro bisa bersinergi, bersatu, saling mengisi, sesuai dengan perannya masing-masing dan memberikan kontribusi terhadap penyelesaian berbagai permasalahan.

Apalagi Indonesia dengan heteroginitas luar biasa dengan bersuku-suku bangsa, berpotensi menjadi kesalahpahaman dan hal yang berbeda pendapat sangat komplek di tengah keberagaman Indonesia.

“Dengan keyakainan itu, kami berkeyakinan isu terorisme, radikal intoeran ini dapat kita atasi bersama dengan membuka ruang komunikasi berupa gugus tugas, baik intra masing-masing maupun lintas agama agar tidak terjadi mispersepesi, kesalahpahaman dengan apa yang terjad karena isu agama bisa menjadi isu yang sangat sensitif,” ujar dia.

Sementara, Ketua Umum PBNU yang juga Ketua Umum Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI), Said Aqil Siroj, menyambut baik rencana kiprah Gugus Tugas Pemuka Agama dalam rangka pencegahan terorisme.

“Baru kali ini dari pihak pemerintah dalam hal ini BNPT menggandeng pemuka agama untuk bersama melawan atau kontra gerakan radikalisme dan terorisme. Ini menunjukkan pemerintah sudah memberikan ruang kepada pemuka agama sebagai informal leader,” ujarnya.

Ia menegaskan, negara sebesar apapun atau sekuat apapun senjatanya pasti harus menggandeng civil society untuk melawan gerakan radikal terorisme. Beruntung di Indonesia memiliki ormas-ormas keagamaan moderat, seperti Syarikat Islam, Muhammadiyah, NU, Nahdlatul Wathan, dan sebagainya.

“Ini kekayaan kita luar biasa ada kekuatan luar biasa, ada keterwakilan civil society mewakili ormas-ormas ini,” katanya. [Fan]

Back to top button