Crispy

Konsep Sumur Resapan Anies Dipakai Agar IKN Bebas Banjir

Sebetulnya, sumur resapan di Jakarta sudah diimplementasikan sejak era Gubernur Jokowi yang diteruskan Ahok. Hanya saja, ketika Anies duduk sebagai Gubernur, pemuatan sumur resapan dilakukan lebih masif.

JERNIH-Meski konsep sumur resapan dianggap tak nyambung dan menuai kontroversi, rupanya dalam pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), dipakai hal serupa. Bedanya, di IKN, disebut sebagai Kota Spons.

Dipakainya konsep air hujan dialirkan ke dalam tanah yang disodorkan Anies Baswedan, dalam kampanye Gubernur DKI Jakarta beberapa tahun lalu tesebut, tertuang dalam Undang-Undang nomor 3 tahun 2022 tentang ibu kota negara yang ditandatangani Presiden Jokowi.

Di dalam konsep tersebut, air hujan akan diupayakan meresap ke dalam tanah semaksimal mungkin guna mencegah terjadinya banjir dan menjaga kelestarian air tanah di kawasan IKN. Hanya saja, kalau di Jakarta disebut sebagai sumur resapan, maka di Kalimantan Timur nanti dinamai kota spons.

“Kota spons mengacu pada kota yang berperan seperti spons yang mampu menahan air hujan agar tidak langsung melimpas ke saluran-saluran drainase dan yang mampu meningkatkan peresapan ke dalam tanah sehingga bahaya banjir dapat berkurang serta kualitas dan kuantitas air dapat meningkat melalui penyaringan tanah dan penyimpanan dalam tanah (akuifer),” begitu isi lampiran II Undang-Undang IKN tentang prinsip dasar pengembangan kawasan.

Jika di Jakarta konsep sumur resapan menjadi jalan satu-satunya sebab keterbatasan lahan terbuka hijau, di IKN yang baru akan dibangun, penerapannya jauh lebih kompleks.

Nantinya, selain menggunakan sumur resapan sebagai tempat penampungan air hujan sementara, pengaliran air hujan dilaksanakan dengan tiga metode yakni, ruang terbuka hijau dan biru yang tersebar luas, terdistribusi merata dan tersambung dalam satu kesatuan tata hidrologis guna menahan dan menyimpan air serta meningkatkan kualitas ekosistem perkotaan, dan keanekaragaman hayati, sehingga menciptakan ruang budaya dan rekreasi nyaman.

Sementara itu, fasilitas perkotaan seperti atap hijau skala mikro pada bangunan-bangunan diperuntukkan menahan air hujan sebelum diserap tanah, atau dialirkan ke saluran drainase termasuk sungai.

Pada skala makro, penerapan jalan dan trotoar berpori, biosengkedan dan sistem bioretensi untuk menyerap atau menahan air hujan dengan cepat, sehingga memfasilitasi kelancaran dan keselamatan pergerakan kendaraan juga manusia.

Sebetulnya, sumur resapan di Jakarta sudah diimplementasikan sejak era Gubernur Jokowi yang diteruskan Ahok. Hanya saja, ketika Anies duduk sebagai Gubernur, pemuatan sumur resapan dilakukan lebih masif.

Soalnya, sejak awal ketika dalam kampanyenya, Anies menyebutkan kalau kodrat air hujan adalah masuk ke dalam tanah bukan dialirkan ke laut dengan gorong-gorong raksasa. Begitu resmi menjabat, dia pun melaksanakan janjinya dengan membangun sebanyak-banyaknya sumur resapan.

Dia pun menargetkan kalau Jakarta harus punya 1.150.242 titik sumur resapan. Namun, per 9 November 2021, baru mencapai 16.035 titik atau 1 persen dari target dengan anggaran Rp 411 miliar.

Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Ida Mahmudah menilai, ada kesalahan perencanaan yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta dalam membuat sumur resapan. Pembangunan titik resapan terkesan asal-asalan dan tidak matang.

“Ini kesalahan perencanaan pembuatan titik sumur resapan,” kata Ida, Minggu (5/12/2021).

Ida bilang, jika sudah ada rencana pembangunan di titik tertentu tak mungkin ada proses tambal sulam. Akibatnya, DPRD DKI Jakarta pun akhirnya mencoret kegiatan ini dari anggaran pembanguan untuk tahun 2022 yang bernilai Rp 122 miliar.

“2022 tidak kita anggarkan. Kalau memang hasilnya bagus kajiannya kita anggarkan kembali. Kalau memang tidak, ya tidak perlu kita anggarkan lagi,” kata Ida.[]

Back to top button