KPU: Pasien Positif Covid tak Dipaksa Ikut Nyoblos
Petugas KPPS akan mendatangi pasien positif Covid yang berada di tempat isolasi, agar mereka tetap dapat menyalurkan hak pilihnya.
JERNIH-Untuk meminimalisir penularan selama berlangsung pemungutan suara dalam Pilkada Serentak 2020, pasien positif Covid-19 tidak dipaksa mengikuti Pilkada Serentak 2020. Hal tersebut disampaikan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi.
“Jadi prinsip harus diutamakan, tapi tidak dipaksakan. Ini soal hak. Gimana kalau ada pemilih [pasien covid-19] misalnya keadaan kritis, menyatakan saya tidak bisa gunakan hak pilih, tentu kami tidak bisa memaksa,” kata Dewa dikutip dari Youtube Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Jumat (4/12).
Menuru Dewa, KPU mempunyai kewajiban menjaga dan melindungi hak pilih setiap warga Negara, termasuk warga masyarakat yang tengah diisolasi karena positif corona.
“Kalau terbukti [KPU] dengan sengaja menghilangkan hak pilih juga ada konsekuensi hukum. Kami harap mari bersama-sama berupaya menegakkan demokrasi hak pilih warga negara,” kata Dewa.
Rencananya, pasien positif Covid yang berada di tempat isolasi, akan didatangi petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) agar mereka dapat menyalurkan hak pilihnya. Nantinya petugas KPPS didampingi saksi dan pengawas.
Sebagaimana diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 6 Tahun 2020, petugas yang mendatangi pasien corona diwajibkan menggunakan alat pelindung diri (APD) lengkap.
Untuk itu Dewa berharap agar APD bagi petugas KPPS, yang terdiri dari masker, hand sanitizer, pengukur suhu, sarung tangan, alat cuci tangan sampai APD jenis umum, sudah dapat diterima di seluruh Tempat Pemungutan Suara (TPS) minimal sehari sebelum pemilihan suara yang jatuh pada 9 Desember nanti. Sehingga saat pelaksanaan pemungutan suara, dapat dipastikan TPS menerapkan protocol kesehatan.
KPU juga menghimbau warga saat pelaksanaan pemungutan suara untuk datang ke TPS sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, dengan tujuan untuk meminimalisasi kerumunan di TPS.
“[Misalnya] Diharapkan hadir jam 7 sampai 9, gimana kalau lewat? Tentu hak pilihan tetap dilayani. Ini kan imbauan. Kalau imbauan tentu kesadaran dan partisipasi jadi penting,”. (tvl)