Macron dan Le Pen Bukan Pilihan, Generasi Muda Prancis Pilih Golput
- Calon yang kalah mendesak pendukungnya memilih antara Macron dan Le Pen.
- Bagi kebanyakan generasi muda, mereka bukan pilihan. Jadi, lebih baik golput.
JERNIH — Jelang pemilihan putaran kedua pemilihan presiden Prancis muncul kekhawatiran jumlah generasi muda memilih golput, alias tak mendatangi kotak suara, sedemikian tinggi.
Euronews memberitakan kekhawatiran itu disebabkan generasi muda Prancis kini dipaksa memilih untuk melawan salah satu kandidat, bukan memilih individu yang mereka dukung.
Putaran kedua pemilu Prancis mengerucut pada dua nama; petahana Emmanuel Macron dan kandidat sayap kanan Marine Le Pen.
Beberapa kandidat presiden yang tersingkir di putaran pertama mendesak pendukungnya memilih Macron, untuk memblokir sayap kanan. Persoalannya, Macron dan Le Pen bukan pilihan mereka. Generasi muda Prancis menolak memilih salah satunya, yang mereka tidak suka, untuk melawan yang lain.
Kandidat sayap kiri Jean-Luc Melenchon, urutan ketiga di putaran pertama, mengatakan kepda pendukungnya untuk tidak memilih Le Pen, tapi tidak mengatakan harus memilih Macron.
Muslim Prancis, yang sebagian besar mendukung Melenchon pada putaran pertama, dipastikan tidak akan memilih Macron atau Le Pen, alias golput.
Natahlie Arthaud, kandidat yang mengakhiri putaran pertama di tempat terakhir, mengatakan tidak akan memilih antara Macron dan Le Pen. Artinya, dia memilih golput.
Alasan lain generasi muda Prancis tidak memilih adalah sistem politik tidak mewakili mereka. “Saya tidak melihat diri saya dalam sistem presidential saat ini dan cara kerjanya,” kata Louise, wanita usia 28 tahun asal Lyon. “Saya tidak akan memilih di putaran kedua.”
Tristan Haute, dosen senior ilmu politik Universitas Lille, mengatakan tingkat golput di Prancis saat ini akan jauh lebih tinggi dibanding pemilu 2017. Namun, katanya, itu disebabkan perang di Ukraina dan pandemi.
Di kalangan anak muda usia 25-34 tahun — menurut jajak pendapat Ipsos setelah putaran pertama — mencapai 46 persen. Di kalangan penduduk usia 18-24 tahun, tingkat golput mencapai 42 persen.
Menurut Haute, banyak faktor yang melandasi anak-anak muda memilih golput. Salah satunya, generasi muda tidak merasa terwakili, atau merasa tidak kompeten untuk memberikan pendapat mereka.
“Ada hubungan antara pengucilan sosial dan pengucilan politik,” katanya.
Artinya, generasi muda Prancis seolah merasa terkucilkan dalam politik, dengan tidak adanya kandidat yang diharapkan atau mewakili kepentingan mereka.
Pertanyaannya, berapa persen dari warga Prancis yang akan mendatangi kotak suara. Jika sangat kecil, siapa pun yang terpilih sebagai presiden Prancis adalah bukan pilihan mayoritas.