Menelusuri Legenda Kapitein Jas van Tanah Abang
- Legenda Kapten Jas lahir di Jacatra. Pindah ke Tanahabang agar pemakaman baru laris manis.
- Pemindahan diserta beragam mitos yang bertahan sampai saat ini.
JERNIH — Jika berkunjung ke Taman Prasasti di Jl Tanah Abang I, Jakarta Pusat, sempatkan menyambangi makam Kapitein Jas atau Vader Jas. Jika kebetulan menemukan karangan bunga dan lilin menyala, anggaplah sesuatu yang biasa.
Sampai tahun 1950-an, ketika majalah De Nieuwsgier menyelidiki makam Kapten Jas, cerita tutur tentang tokoh fiktif ini relatif masih bertahan. Padahal, dalam Oud Batavia yang ditulis G. Kolff & Co – Batavia – 1922 terdapat penjelasan bahwa Kapitein Jas tak pernah ada.
Namun, penjelasan itu tak pernah benar-benar memusnahkan kepercayaan tentang Kapten Jas. Bahkan cerita tentang Kapten Jas, entah siapa yang mengarang, berkembang dari mulut ke mulut.
Dalam Indisch Lexicon: Indische woorden in de Nederlandse literatuur, Adolf Heuken menulis ada beberapa kemungkinan tentang sosok Kapten Jas. Pertama, Jas yang dimaksud adalah Jasper sang penggali kubur.
Kedua, Kapten Jas kemungkinan mengacu pada Jeremias van Riemsdijk (1712-1777), pegawai VOC yang meniti karier dari bawah. Sejak masih berpangkat kapten, Van Riemsdijk mendapatkan rasa hormat orang-orang di Batavia karena kesalehan sosialnya.
Ia dijuluki Vader Jas, atau Romo Jas. Selama hidupnya ia menyumbangkan sebagian tanah untuk kuburan di Buitenkerk Portugis. Dia dimakamkan di tanah wakaf-nya di sekitar Benteng Jacatra, sebelum menjadi Jessenkerkhof.
Saat pekuburan baru dibuka di Tanah Abang, Mardijkers enggan memakamkan keluarga yang meninggal pemakaman baru. Namun, mardijkers menjadi antusias dengan pemakaman baru setelah makam Kapten Jas alias Jeremias van Riemsdijk dipindahkan ke Tanah Abang.
Menurut Heuken, semua itu omong kosong. Tidak mungkin Van Riemsdijk dimakamkan di Tanah Abang. Pemakaman Tanah Abang hanya untuk militer dan orang-orang tertentu.
Kapten Jas, Pemindahan Mitos
Sejarah Kapten Jas tidak dimulai di Tanah Abang, tapi jauh di Jl Jakarta — kawasan yang pada abad ke-17 disebut Jacatra. Jalan lurus dari Jacatra ke Stadslandpoort tak terawat setelah gerbang lama dihancurkan dan Nieuwspoort dibangun.
Sebuah jembatan dibangun di seberang benteng Gelderland. Jembatan itu kadang disebut Gelderlandse, tapi lebih populer dengan sebutan Jassembrug.
Jassembrug berasal dari depot Jassem Beams di dekatnya. Jassem adalah nama untuk balok kayu dari Tjiasem, kini salah satu kecamatan di Subang, Jawa Barat.
Ketika kanal-kanal di pinggiran Ooster digali tahun 1663, populasi mardijker — pribumi yang dikristenkan dan diberi status warga bebas — menetap di tempat itu. Sebuah pos jaga dibangun di seberang Gelderland tahun 1667, dengan mardijker bergiliran jaga.
Tahun 1669 sebuah pemakaman dibangun di dekat pos jaga. Setiap malam Jumat mardijker berkotbah di dekatnya, di sebuah gudang kayu. Lalu sebuah gereja dibangun
Gereja kurang penting. Pemakaman lebih penting. Lalu pemakaman diperluas tahun 1738 dengan mengambil Taman Zwaardecroon, gubernur jenderal yang punya tanah pendesaan di Gelderlandseweg — tepat di belakang gereja.
Sejak 1704, VOC menetapkan pegawai kompeni yang meninggal di rumah sakit akan dimakamkan secara eksklusif di Jassenkerkhof, demikian nama pemakaman itu.
Entah mengapa namanya bukan Jassemkerkhof, tapi Jassenkerkhof. Bagi pelaut dan prajurit nama Jassenkerkhof terdengar aneh. Apalagi makam itu tak jauh dari Jassembrug.
Dari sini berkembang cerita kata Jassen diambil dari nama Kapten Jas, orang tua nakal yang tahu menaklukan bajingan paling berani. Mendatangi Kapten Jas adalah hal terburuk bagi siapa pun.
Di rumah sakit, jika ada pegawai atau prajurit VOC sekarat, orang akan mengatakan ‘pasien itu akan segera pergi ke Kapten Jas. Di rumah-rumah mardijker, jika ada orang meninggal penduduk akan mengatakan si anu segera pergi ke rumah Kapten Jas.
Ketika pemakaman Tanah Abang dibuka 1828, keluarga mardijker tidak antusias memakamkan keluarganya di tempat baru ini. Selain jauh, biaya yang harus dikeluarkan sangat mahal.
Entah siapa yang punya gagasan dan melaksanakannya, yang pasti mitos Kapten Jas dipindahkan ke domain baru, yaitu di pemakaman Tanah Abang. Ada makam dengan dua nisan marmer dengan tulisan Kapitein Jas dan Vader (Romo) Jas.
Pemindahan disertai cerita-cerita yang dituturkan dari mulut ke mulut. Misalnya, beredar cerita Kapten Jas adalah orang pertama yang dimakamkan di Tanah Abang.
Tahun-tahun berikut berkembang beragam mitos tentang Kapten Jas. “Jika Anda tak punya anak, segeralah berziarah ke Kapten Jas dan memohon padanya,” demikian salah satu mitos. “Kapten Jas adalah penyubur wanita.”
Ada pula yang datang memohon agar bisnis sukses. Sampai 1950-an, kita masih menemukan kartu ucapan terima kasih di atas makam Kapten Jas, lilin yang menyala, dan karangan bunga.
Akibatnya, prajurit fiktif itu berubah jadi santo pelindung dan dan mapan dengan semua mitos-nya seperti Manneken Pis di Brussels.
Dipindah Lagi
Javapost.nl menulis Pemakaman Tanah Abang dievakuasi tahun 1975 dengan beragam alasan. Saat ini hanya ada seribu dari 4.200 makam asli yang masih dilestarikan, dan menjadi Taman Prasasti.
Makam Kapten Jas juga telah dipindahkan. Yang ada saat ini hanya prasasti. Namun, tidak ada lagi pemindahan mitos Kapten Jas ke pemakaman lain.
Kapten Jas, karena prasastinya masih di Tanahabang, bertahan di tempatnya saat ini. Entah sampai kapan.