Crispy

Pasar Nabatieh, Warisan Budaya Lebanon yang Berkali-kali Dihancurkan Israel

  • Sepanjang sejarah modern, Nabatieh berkali-kali dihancurkan Israel dan bangkit.
  • Kini, Pasar Nabatieh musnah. Israel seolah benar-benar ingin melenyapkan setiap batu dan pohonnya.

JERNIH — Serangan Israel ke Lebanon selatan sekedar untuk memerangi Hizbullah, tapi menghancurkan seluruh warisan sejarah dan budaya wilayah itu sebelum Yahudi menjalankan gagasan tentang Israel Raya. Penghancuran Pasar Nabatieh salah satu buktinya.

Israel menyerang Nabatieh empat hari lalu, menewaskan lima orang, dan mengubah sejumlah gedung menjadi puing. Namun yang paling disesalkan adalah penghancuran Pasar Nabatieh — tempat paling bersejarah paling dicintai masyarakat Lebanon dan siapa pun yang pernah menginjakan kaki di tempat ini.

“Menyerang Pasar Nabatieh bagaikan menyerang teman dan keluarga,” kata Abbas Al-Hajj Ahmad, warga Nabatieh yang kini tinggal di luar Lebanon, kepada New Arab.

Nabatieh, menurut Al-Hajj Ahmad, bagaiman kota dan desa yang menyatu dan menjadi ciri khas penduduk selatan Lebanon. Hanya ada satu jalan di pasar itu, yaitu Jl Damasi, yang penduduknya akan selalu menghabiskan sore dengan duduk di kursi di depan toko.

Bukan kali pertama Israel berusaha menghancurkan Pasar Nabatieh. Tahun 1978, Israel beberapa kali menyerang pasar ini dan seluruh desa. Tahun 1982, Israel tidak hanya menyerang tapi menduduki Nabatieh dan menarik diri tiga tahun kemudian

Juli 1993, selama perang tujuh hari, Nabatieh menjadi sasaran pemboman. Tiga tahun kemudian serangan Grapes of Wrath menghancurkan sebagian Nabatiyeh. Berikutnya, Juli 2006, Israel menyerang Nabatieh lagi.

Aspek Balas Dendam

Ali Mazraani, peneliti politik dan sejarawan Nabatieh, punya penjelasan soal serangan berkali-kali Israel terhadap wilayah bersejarah ini. Menurutnya, yang terjadi di Nabatieh adalah aspek balas dendam Israel di setiap perang Lebanon.

Sejak penjajahan Prancis, yang dimulai dengan berakhirnya Kekaisaran Ottoman, Nabatieh adalah pusat perlawanan. Tahun 1943, kota ini menyaksikan pemberontakan terhadap pendudukan Prancis. Menariknya, pemberontakan dimulai di Pasar Nabatieh, dengan pembakaran bendera Prancis.

“Nabatieh berada di garis depan protes menuntut diakhirinya penjajahan Prancis dan Inggris, serta menjadi arena solidaritas terhadap agresi Israel yang menyebar ke seluruh dunia Arab pada 1973 dan 1979,” kata Mazraani.

Tahun 1973, petani tembakau Lebanon memicu pemberontakan di jantung Pasar Nabatieh, yang berlangsung tiga hari. Otoritas Lebanon merespon keras, menyebabkan dua orang tewas, tapi petani mengamankan hak-hak yang lebih baik.

“Pemberontakan itu tidak untuk petani tembakau di Nabatieh tapi seluruh Lebanon,” kata Mazraani.

Pemberontakan paling terkenal, dan masih sangat menghantui Israel dan didokumentasikan sejarawan dan pembuat film Lebanon Borhane Alaouie, adalah pemberontakan Ashura.

Percikan pemberontakan diprakarsai Partai Komuis, yang bekerja sama dengan Front Perlawanan Nasional Lebanon (Jammoul) — aliansi sayap kiri yang dibentuk setelah Israel menduduki Lebanon tahun 1982. Anggota Jammoul memanfaatkan peringatan Ashura untuk melancarkan perjuangan melawan pendudukan.

“Yang terjadi adalah semua faksi perlawanan di Lebanon bersatu, berdemo di jantung pasar,” kata Mazraani. “Jadi, Pasar Nabatieh bukan rung fisik terbuat dari batu dengan aktivitas jual beli, tapi warisan yang tidak dapat dihapus.”

Israel beberapa kali menutup Pasar Nabatieh, tapi kali ini tentara Yahudi menyapur bersih pasar itu.

Kota kuno Nabatieh berusia setidaknya 800 tahun, sedangkan Pasar Nabatieh diyakini berasal dari periode Mameluke –sekitar 500 tahun lalu.

Awal abad ke-20, bangunan pasar diperbarui dan direnovasi dengan baya Ottoman akhir. Saat itu, pasar menjadi terkenal karena rumah kos Zahra Al-Janoub yang ikonik — hotel tertua di Nabatieh. Tahun 1979 Israel menghancurkan hotel itu.

Revolusi 17 Oktober adalah peristiwa penting lain di Nabatieh, saat penduduk berpihk ke rakyat Lebanon menuntut hak-hak yang sah dan menantang otoritas politik serta korupsi. Ada upaya elite berkuasa Lebanon mengekang aksi protes di Nabatieh, tapi gagal.

Badia Fahs, penulis politik Lebanon, punya pendapat lain soal serangan Israel ke Nabatieh. Menurutnya, tujuan agresi Israel beraenaka ragam dan tidak acak, karena berdasarkan pendekatan berupa pemberantasan terpadu.

Artinya, serangan Israel tidak hanya ditujukan membunuh penduduk; sipil atau Hizbullah, tapi menghancurkan setiap batu, dan pohon. Penghancuran suatu wilayah di Timur Tengah oleh Israel haruslah menyeluruh.

Israel, ketika mengebom Pasar Nabatieh, bermaksud memusnahkan secara spasial, melenyapkan warisan, sejarah, dan budaya, serta tatanan sosial. Penghancuran Pasar Nabatieh menghapus jejak toko permen Dimassi yang terkenal, yang menyimpan kenangan selama beberapa generasi.

Penghancuran toko permen bersejarah itu, yang diwariskan turun temurun, adalah kerugian besar. Lebih penting lagi, penghancuran itu merupakan pukulan psikologis dan moral bagi masyarakat Lebanon.

“Kami mewarisi toko itu dari orang tua, kakek-nenek kami, merawat serta memelihara dari satu ke lain generasi,” kata Mohamad Amine, pemilik toko permen itu. “Kami tak pernah lelah memperbaikinya kembali setelah dihancurkan Israel tahun 1982, 1993, 1996, dan 2006.

Kali ini berbeda. Toko permen itu tidak sekedar rusak, tapi hilang dibom Israel. Dinding, buku, foto-foto masa lalu, yang tidak dapat digantikan, menjadi puing.

Back to top button