Paus Fransikus: Diego Maradona Itu Penyair Lapangan Hijau
- Paus Fransiskus mengaku tak berbakat main sepakbola, tapi rekan-rekan memaksanya menjadi penjaga gawang.
- Saat menjadi penjaga gawang, Paus Fransiskus kecil belajar tentang kehidupan.
- Paus Fransiskus masih belum lupa bagaimana rekan-rekannya tak mampu beli bola.
- Mereka bermain dengan bola terbuat dari kain bekas.
JERNIH — Paus Fransiskus mengenang masa kecil dan bermain bola terbuat dari kain bekas bersama kawan-kawannya. Ia mengidolakan Diego Maradona, yang membawa Argentina ke podium juara Piala Dunia Meksiko 1986.
“Diego Maradona itu ‘penyair’ lapangan hijau,” kata Paus Fransiskus kepada surat kabar La Gazzetta dello Sport.
Menurut Paus, Maradona adalah juara hebat, yang memberikan kegembiraan kepada jutaan orang di Argentina dan Napoli, tapi dia juga orang yang rapuh.
Setelah menjadi Paus tahun 2013, Fransiskus beberapa kali bertemu Diego Maradona. Di setiap petemuan, keduanya hanya bicara dua hal; sepakbola dan Argentina.
Tidak hanya berbicara tentang Maradona, Paus juga berkisah tentang hari-hari masa kecil saat bermain bola dengan rekan-rekannya.
“Yang saya mainkan bukan bola seperti yang Anda lihat saat ini,” kata Paus. “Bola yang saya mainkan terbuat dari kain bekas yang dibentuk menjadi bulatan dan diikat karet.”
Seperti kebanyakan bocah Argentina saat itu, Paus berasal dari keluarga miskin. Keluarganya, juga keluarga teman-temannya, tidak mampu membeli bola.
Namun, menurut Paus, semua keinginan bermain sepakbola. Itulah yang membuat anak-anak berimprovisasi.
“Yang kami butuhkan adalah bola. Kami membuatnya dari kain,” kenangnya. “Yang penting kami bersenang-senang.
Paus Fransiskus mengaku tidak punya bakat bermain sepakbola, tapi teman-temannya memaksa bermain sebagai penjaga gawang.
“Ternyata, menjadi penjaga gawang adalah sekolah hidup yang hebat,” ujar Paus. “Penjaga gawang harus merespon bahaya dari semua sisi.”
Paus Fransiskus mengikuti perkembangan timnas Argentina. Saat Piala Duia Meksiko 1986, Paus mengikuti berita pertandingan Argentina.
Tidak ada televisi di biara tempatnya bermukim selama di Jerman Barat, yang membuatnya tidak bisa menyaksikan siaran langsung setiap pertandingan.
“Yang saya tahu final Piala Dunia Meksiko 1986 Argentina bertemu Jerman Barat,” kenang Paus. “Saya tidak menyaksikan laga itu, dan tahu hasilnya ketika seorang siswa menulis ‘Viva Argentina’ di papan tulis saat pelajaran bahasa.”
Paus Fransiskus mengenang saat-saat seperti sebagai kemenangan kesepian dirinya. Ia tidak punya siapa-siapa yang bisa diajak berbagi kegembiraan. Ia satu-satunya orang Argentina di biara itu.
Selama wawancara, Paus Fransiskus memuji keutamaan sepakbola tapi prihatin dengan banyaknya pemain sepakbola pengguna narkoba dan doping.
“Doping itu kecurangan. Itu jalan pintas yang menghancurkan harkat dan martabat,” kata Paus. “Lebih baik kalah telak daripada memang secara kotor.”