Pembangunan Beach Club Pantai Krakal; CORE: Jangan Cari Untung tapi Merusak Lingkungan!
- Investasi besar yang mengabaikan dampak lingkungan dan sosial akan menjadi bom waktu masa depan.
- Pembagunan beach klub di Pantai Kralak oleh Raffi Ahmad juga wajib mematuhi undang-undang.
JERNIH — Kritik terhadap rencana pembangunan beach club Raffi Ahmad di Pantai Krakal Yogyakarta yang dinilai berpotensi merusak lingkungan terus mengalir. Ini dikarenakan beach club dibangun di Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK).
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan setiap investasi harus memperhatikan aturan yang berlaku dan aspek-aspek lain. “Bukan hanya dari sisi keuntungan, bukan hanya dari sisi aspek ekonomi, tapi juga aspek lingkungan dan sosial. Tata kelola itu penting,” kata Faisal kepada wartawan di Jakarta, Kamis 18 Januari 2024.
Dalam konteks pembangunan beach club yang bakal dilakukan Raffi Ahmad di Jogja, yang harus dipertimbangkan bukan hanya investasi yang besar tapi juga dampak lingkungan yang ditimbulkan dari pembangunan itu.
“Dampaknya bukan hanya lingkungan, tapi juga ke masyarakat dan investasi itu sendiri. Karena tidak sedikit masyarakat yang dirugikan,” tambahnya.
Faisal membandingkan dengan pembangunan smelter di Sulawesi yang sebelumnya tidak ada penduduk menjadi banyak dan bisa menyerap tenaga kerja.
“Tapi di sisi yang lain masyarakat yang lebih dulu berada di situ, yang bekerja sebagai nelayan dan petani, merasakan dampak kerusakan lahan dan perairan. Masyarakat itu tidak mendapatkan penghasilan seperti sebelum investasi datang dan membangun. Apalagi, masyarakat itu tidak bisa serta merta menjadi tenaga kerja di proyek itu,” kata Faisal. “Sebab, mereka tidak punya skill. Mereka terabaikan.”
Sehingga, menurutnya, jangan hanya mendorong investasi untuk perekonomian serta mengatasi masalah pengangguran tapi menciptakan masalah-masalah baru. Faisal menyebut jika permasalahan tersebut terjadi bukan hanya untuk rencana pembangunan beach club di Yogyakarta, namun pemerintah harus memperhatikan pembangunan di daerah lainnya.
“Kalau tidak ini bisa menjadi bom waktu jika ini terjadi di banyak tempat. Karena ini kan bukan hanya di satu atau dua kasus, tapi umum dan apalagi Perpu Cipta Kerja ini kan baru disahkan dan akan berlaku dalam jangka panjang, yang tanpa ada kontrol terhadap kasus-kasus seperti ini,” sambungnya.
“Ya, bukan tidak mungkin akan menjadi backfire terhadap kebijakan ekonomi itu sendiri begitu,” ujarnya.
Pakar Hukum Pidana Universitas Pelita Harapan Rizky Karo Karo mengatakan seharusnya rencana pembangunan tempat wisata itu sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, terutama dampaknya terhadap lingkungan.
“Rencana pembangunan beach club Raffi Ahmad di Pantai Krakal Yogyakarta wajib mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berkaitan dengan perlindungan lingkungan hidup,” kata Rizky dalam keterangannya pada Kamis 18 Januari 2024.
Misalnya, menurut Rizky, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup sebagaimana telah diubah dengan UU 6/2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-undang.
“Lalu, Permen-ESDM No. 17/2012 tentang Penetapan Kawasan Benteng Alam Karst,” lanjutnya.
Selain itu, investor harus memikirkan bahwa jika membangun beach club, selain untuk tujuan pariwisata harus pula mematuhi prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
“Yaitu meliputi perencanaan termasuk perizinan administratif oleh pejabat yang berwenang, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. Maka baik pemerintah pusat, pemerintah daerah dan pemilik modal, wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam rencana pembangunan tersebut,” ujarnya