Crispy

Pemerintahan Baru Lebanon Disambut Aksi Massa

BEIRUT—Di tengah suhu politik yang memanas, Lebanon baru saja mengumumkan pembentukan pemerintahan baru. Namun, aksi massa yang terjadi selama ini tetap menekan agar pemilihan umum tetap dilakukan lebih awal, hingga terbentuknya kabinet yang dipimpin para teknokrat tetap dilakukan.

Berdasarkan laporan Al-Jazeera, Lebanon telah membentuk pemerintahan baru yang didukung penuh kelompok Hizbullah dan sekutu-sekutunya. Kabinet baru itu akan bertugas menangani krisis ekonomi terburuk yang dialami negara itu dalam beberapa dekade.

Sejak Perdana Menteri sementara Saad Hariri mengundurkan diri, Oktober tahun lalu, Lebanon menjadi negara tanpa pemerintahan yang efektif dan berada di bawah tekanan protes terhadap korupsi yang merajalela. Perdana Menteri Hassan Diab, seorang profesor berusia 60 tahun, pengajar di American University of Beirut, sekarang memimpin kabinet yang beranggotakan 20 orang. Sebagian besar anggota kabinet itu merupakan para spesialis yang didukung oleh partai-partai politik.

Pada Selasa (21/1) lalu, beberapa saat setelah jajaran pemerintahan dibacakan di Istana, Hassan Diab mengatakan dirinya menghadapi banyak tuduhan, sementara dirinya tak punya waktu untuk menggelar debat.

“”aya ingin bekerja, bukan untuk berdebat. Saya telah mematuhi undang-undang yang memberi tahu saya untuk membentuk pemerintahan. Saya mengikuti aturan dan peraturan untuk membentuk tim menteri baru,” kata Hassan.  Menurut dia, pemerintahan baru itu adalah pemerintah yang mewakili aspirasi para demonstran yang telah dimobilisasi secara nasional selama lebih dari tiga bulan berjalan.

Hassan berjanji, pemerintahnya  itu akan berusaha memenuhi tuntutan warga untuk peradilan yang independen, pemulihan dana yang telah digelapkan, serta perang melawan berbagai hal yang memberi sekelompok elit ‘keuntungan ilegal’.

“Pada saat yang menentukan ini, saya salut dengan revolusi dan pemberontakan yang mendorong kita ke arah ini. Lebanon telah menjadi pemenang. Kita akan mencapai kohesi social,” kata Hassan, sebagaimana dikutip Aljazeera.

Hassan menambahkan, pemerintahannya sama sekali tidak bercita-cita untuk mengemis bantuan. “Tidak ada anggota pemerintah akan berdiri untuk pemilihan berikutnya. Pemerintah ini terdiri dari orang-orang non-partisan yang tidak terpengaruh oleh politik perselisihan.”

Namun, betapa pun retoriknya kalimat-kalimat Hassan Diab, kata-kata dan langkahnya membentuk pemerintahan baru, gagal memuaskan para demonstran. Mereka yang telah melakukan protes sejak 17 Oktober itu bergeming, enggan mengakhiri demonstrasi panjang tersebut.

Alih-alih menyambut, para demonstran malah menyerukan reformasi besar-besaran dan menuntut pemerintah yang dipimpin para teknokrat independen yang bisa menangani krisis ekonomi yang melumpuhkan negara itu.

Protes yang sebagian besar berlangsung damai, berubah menjadi kekerasan pada Sabtu dan Minggu lalu, di tengah kebuntuan politik dan krisis ekonomi yang semakin mendalam.

Demonstran, yang menyerukan “minggu amarah”, melemparkan batu, petasan, dan rambu jalan kepada polisi anti-huru-hara yang menembakkan gas air mata dan peluru karet guna membersihkan jalan menuju Gedung Parlemen. Kerusuhan terjadi fan menyebabkan lebih dari 540 orang terluka di kedua sisi.

Zeina Khodr dari Al-Jazeera melaporkan dari Beirut, orang-orang kembali turun ke jalan, berkumpul di luar Gedung Parlemen sembari meneriakkan slogan-slogan menentang pemerintah dan perdana menteri baru.

“Apa yang sebenarnya dia coba lakukan adalah membela jajaran kabinetnya, bahkan menyebutnya pemerintahan yang luar biasa, mengatakan itu memenuhi aspirasi rakyat. Dia bahkan memberi hormat pada pemberontakan,” kata Khodr. “Itu yang membuat orang-orang marah.”

Menurut Al-Jazeera, rakyat telah kehilangan kepercayaan pada otoritas yang berkuasa. Mereka percaya pemerintah yang berkuasa saat ini harus menyerahkan kekuasaan. “Mereka seharusnya menciptakan kabinet independen, kabinet kecil yang dapat memerintah negara,” kata Khodr dalam laporannya.

Selasa (21/1) lalu, para pemrotes meneriakkan “Revolusi, revolusi” dan “Pergi, Michael Aoun!”,  yang ditujukan kepada presiden saat ini.

Beberapa di antara para demonstran mengatakan, mereka tidak akan meninggalkan lokasi demo sampai tuntutan mereka untuk pemilihan awal dan pemerintahan yang dipimpin teknokrat terpenuhi.

“Kami di sini karena mereka tidak mendengarkan. Kami di sini karena orang tua kami hidup melalui perang saudara dan hidup dengan uang kurang dari 300 dolar AS sebulan,” kata Karen Karem (41 tahun).

Seorang anak yang berusia 22 tahun, yang meminta anonimitas mengatakan, “Pemerintahan baru ini ibarat pencuri yang datang dan mengganti pencuri lainnya. Saya masih mahasiswa dan sudah tahu selepas lulus tidak menemukan pekerjaan,” kata dia. [al-jazeera]

Back to top button