Pengamat: Hadapi La Nina Jangan dengan Impor Beras
Walaupun pemerintah menjelaskan bahwa impor tersebut merupakan sisa kontrak tahun 2015 dan beras yang datang disebut-sebut akan difungsikan sebagai beras cadangan, skeptisisme di masyarakat telah berkembang yang membuka peluang terjadinya ketidakpercayaan (distrust). “Persepsi politik yang ditimbulkannya adalah ketidakpercayaan. Kami mewanti-wanti jangan sampai kejadian ini kembali terulang,” kata Bambang.
JERNIH—Sekretaris Dewan Pengarah Komunitas Alumni Perguruan Tinggi (KAPT), Bambang Sutrisno, mengingatkan pemerintah untuk tidak over-percaya diri (kepedean) dalam menghadapi fenomena La Nina, terkait stok pangan beras. Namun Bambang mengingatkan pula bahwa persoalan tersebut tidak bisa ditanggulangi dengan hanya dengan cara instan, yakni mengimpor beras.
“Sejarah mencatat, meski sejumlah upaya telah dilakukan pemerintah dalam menghadapi fenomena La Nina, serta Kementerian Pertanian merilis adanya peningkatan produktivitas padi tahun 2015 dan 2016, namun pemerintah ujung-ujungnya membuka keran impor beras sebagaimana data Badan Pusat Statistik, sebesar 1,2 juta ton,”kata Bambang.
Bambang mengatakan, walaupun pemerintah menjelaskan bahwa impor tersebut merupakan sisa kontrak tahun 2015 dan beras yang datang disebut-sebut akan difungsikan sebagai beras cadangan, skeptisisme di masyarakat telah berkembang yang membuka peluang terjadinya ketidakpercayaan (distrust). “Persepsi politik yang ditimbulkannya adalah ketidakpercayaan. Kami mewanti-wanti jangan sampai kejadian ini kembali terulang,” kata Bambang.
Pernyataan Bambang tersebut ia lontarkan menanggapi tingkat kepercayaan diri pemerintah yang tinggi. Sebelumnya, Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, menyatakan menjamin ketersediaan beras mencukupi untuk kebutuhan konsumsi pangan sampai Juni 2021, meskipun terdapat ancaman fenomena alam La Nina yang berpotensi menyebabkan banjir dan longsor di lahan pertanian.
Bambang yang merupakan alumnus Institut Pertanian Bogor (IPB) dan praktisi pertanian itu mengatakan ada beberapa hal yang patut dicermati lebih teliti. Pertama, ada sejumlah daerah yang terkena imbas La Nina berdasarkan informasi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Daerah-daerah itu di antaranya wilayah Sumatera bagian selatan, Kalimantan bagian selatan, Sulawesi bagian selatan, Pulau Jawa, Bali hingga NTT.
“Daerah ini adalah lumbung padi nasional, sehingga jika lalai mengantisipasi ancaman La Nina akan berimbas pada stok nasional,” kata dia.
Kedua, double impact yang ditimbulkan dari Covid-19 di akhir tahun 2021 yang mengalami sejumlah peningkatan di berbagai wilayah, khususnya di wilayah lumbung padi nasional seperti Pulau Jawa. Berdasarkan data Kamis (2/12) saja telah terjadi penambahan 311 kasus baru. Ia juga menegaskan perlunya antisipasi dampak dari varian Omicron, yang ujung-ujungnya akan meningkatkan konsumsi dan menyedot stok beras nasional.
Meski demikian Bambang mengapresiasi sejumlah langkah yang dilakukan Kementerian Pertanian yang telah memiliki konsep khusus dalam menghadapi La Nina seperti disampaikan Yasin Limpo dalam acara Food Security Summit ke-5 yang digelar secara virtual. Misalnya, ia menunjuk smart farming, yakni penanaman padi dan tanaman pangan lainnya dengan cara memanfaatkan data iklim sebagai data sekunder dalam menentukan jadwal tanam, mengukur kebutuhan air, penentuan komoditas tanaman, dan data peringatan dini.
Saat itu Mentan menegaskan bahwa early warning system perlindungan hortikultura akan segera dibuat untuk mencegah dampak negatif curah hujan tinggi atau pun kekeringan terhadap tanaman hortikultur, khususnya cabai dan bawang merah.
Selain itu Bambang juga mengapresiasi upaya kelembagaan maupun antarkementerian yang telah dilakukan, di antaranya PUPR melakukan operasi berkala sejumlah waduk, serta kegiatan sejumlah kementerian, seperti Kementerian Perdagangan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan BULOG yang menggelar kegiatan Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH).
Ada pula rencana pemerintah untuk memaksimalkan penyaluran ketersediaan pasokan dan stabilisasi harga, dengan antara lain menyediakan beras sesuai selera pasar, melayani secara optimal penyaluran bencana alam dan kebutuhan lainnya, serta melakukan prioritas pengadaan dalam bentuk gabah karena bisa bertahan lama.
Di samping itu, evaluasi stok pangan nasional akan dilakukan pada akhir 2021 dan koordinasi akan terus dilakukan dengan Satgas Pangan untuk pengawasan distribusi dan pencegahan permainan harga.
“Meski demikian, jangan sampai ketika sejumlah antisipasi dilakukan, ternyata kita justru melakukan impor beras. Yang timbul di permukaan adalah saling menyalahkan antarlembaga dan kementerian, yang ujungnya mempertanyakan validitas data stok beras,” kata dia. [rls]