Pengamat Kebijakan Publik: PJ Gubernur DKI Heru Budi Tidak Punya Nyali Bongkar Kasus Ancol
- Persoalan proyek mangkrak di Ancol membentang jauh ke belakang, setidaknya sejak 2009.
- PJ Gubernur DKI Jakarta Budi Hartono seharusnya berani, karena dia tidak punya beban janji kampanye.
JERNIH — Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Dr Drs Trubus Rahadiansyah menilai Penjabat (PJ) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono tidak punya nyali untuk membongkar kasus proyek mangkrak di Ancol.
“Sepertinya PJ Gubernur DKI Heru Budi Hartono tak punya nyali membuka kasus ini,” kata Trubus, Selasa 13 Juni 2023 di Jakarta. “Kalau dibuka mungkin akan menimbulkan kegaduhan karena melibatkan banyak pihak, banyak yang ikut menikmati, mulai dari pejabat dan mungkin sampai parpol. Akar kasus ini juga jauh, setidaknya sejak 2009.”
Kasus proyek mangkrak di Ancol sempat menyita perhatian dan aparat hukum turun tangan. Tahun 2014 Fredie Tan sempat ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung, namun tak sampai ke pengadilan akibat keluarnya surat penghentian penyidikan (SP3).
Kasus Ancol tidak hanya soal sejumlah proyek yang mangkrak, tapi juga mengarah ke dugaan penjarahan sejumlah asset BUMD milik Pemprov DKI, yang ditengarai merugikan keuangan negara triliunan rupiah.
Kasus itu sempat menjadi trending hashtag #usutkorupsiancol, dan sejumlah pakar angkat bicara. PJ Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono sempat ditanya soal kasus ini. Ditemui wartawan di Pendopo Balai Kota DKI Jakarta Selasa 6 Juni 2023, Heru Budi mengatakan; “Urusan Ancol, tanya Ancol.”
Menurut Trubus, jika dilihat banyaknya permasalahan dan mangkraknya beberapa pembangunan di Ancol, terutama oleh PT PJA, maka bisa ditarik satu kesimpulan kalau manajemen pengelolaan aset Pemprov DKI lemah dalam hal pengawasan.
“Itu menunjukkan adanya perilaku koruptif para birokrat dan mungkin juga di anggota dewan, di satu sisi juga orang BUMD melakukan perbuatan pelanggaran hukum,” ujarnya. “Kalo memang mau dibuka kembali itu bagus. Buka aja semuanya, diinvestigasi ulang, termasuk terhadap SP3 Fredie Tan.”
Trubus berpendapat jika Heru Budi berani membongkar kasus tersebut tentu harus dilakukan investigasi menyeluruh. Namun ia melihat ada unsur kesengajaan, mengadakan perjanjian tidak pakai notaris, kalau pakai notaris cuma formalitas yang pada akhirnya itu menunjukkan perilaku-perilaku korupsi.
“Tapi ranahnya ini memang ada di tangan gubernur, karena kewenangannya ada di pusat. Sofyan Djalil maupun direksi sebelumnya harus diproses secara hukum, dicopot dari jabatannya kalau memang berani.”
Terkait langkah apa saja yang bisa dilakukan PJ Gubernur DKI Jakarta untuk menyelamatkan aset Ancol, Trubus menyarankan untuk melakukan law enforcement, menyerahkan kepada aparat penegak hukum (kejaksaan, KPK, polisi) untuk melakukan investigasi ulang.
“Hanya saja saya ragu Heru budi punya political will dan political action untuk mengungkap kasus tersebut. Walaupun harusnya tidak usah takut untuk membongkar kasus ini, karena dia juga cuma PJ Gubernur tidak punya beban janji kampanye. Dengan adanya rekomendasi dari ombudsman, Heru budi harusnya segera menindaklanjuti,” imbuhnya.
Menyoal temuan Ombudsman adanya mal administrasi pada perjanjian antara PT WAIP selaku pengguna aset PT PJA dengan PT MEIS selaku perusahaan pengelola stadium berstandar internasional yang berujung pada mangkraknya ABC Mall tempat stadium tersebut dibangun, Trubus menjawab, “Ada unsur kesengajaan dan mereka saling lepas tanggung jawab, dan saya melihat ada aktor yang lebih besar lagi yang terlibat.”
Ia melanjutkan; “Dilihat dari sisi publik, kasus ini harus segera diselesaikan. Political will dan political action ada di tangan gubernur. Kalau memang ingin menyelamatkan aset negara atau uang rakyat juga, gubernur bisa melakukan kolaborasi, koordinasi dan Kerjasama dengan APH seperti yg dilakukan Pak Mahfud. Harus ada keberanian, PPATK juga dilibatkan. Rekomendasi dari ombudsman ini sudah menjadi bukti hukum yang kuat untuk dilaksanakan. Agar ini tidak berlarut-larut, PJ Heru Budi juga harus koordinasi dengan pemerintah pusat.”
Menurutnya, jika dibiarkan atau tidak dibiarkan sudah ada potensi kerugian negara karena di situ ada maladministrasi jadi ada kerugian negara miliaran rupiah sejak 2009. Korupsi di birokrasi selalu diawali dengan praktik maladministrasi, korupsi adalah buntut dari tindakan maladministrasi baik berupa perbuatan penyimpangan prosedur, keberpihakan maupun bentuk-bentuk perbuatan maladministrasi lainnya yang kemudian menyebabkan kerugian.
“Meskipun maladiminstrasi bentuk korupsi dalam skala tertentu, ada tindak pidana korupsi selalu diawali niat (mensrea), kehendak, motif dan tujuan serta kesempatan,” katanya.