
Soda Gembira, dengan gelembung-gelembungnya yang riang, adalah cerita tentang adaptasi, kegembiraan kolektif, dan kekuatan rasa lokal di panggung dunia.
JERNIH – Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern, di mana minuman kemasan berwarna-warni mendominasi rak-rak toko, juga rupa-rupa minuman modifikasi di bar-bar mewah, ada sebuah minuman sederhana yang mampu membangkitkan nostalgia dan kegembiraan: Soda Gembira.
Minuman ikonik asal Indonesia ini baru saja meraih pengakuan internasional melalui TasteAtlas Awards 2024/2025, di mana ia menduduki peringkat kedua sebagai soft drink terbaik di dunia dengan rating 4,2 dari 5. Prestasi ini bukan hanya kebanggaan bagi pecinta kuliner Nusantara, tapi juga bukti bahwa rasa autentik dari warisan lokal bisa bersaing di panggung global.
TasteAtlas adalah platform panduan perjalanan kuliner berbasis pengalaman yang didedikasikan untuk makanan dan minuman tradisional di seluruh dunia. Diluncurkan sebagai ensiklopedia digital, situs ini mengumpulkan resep autentik, ulasan kritikus kuliner, dan artikel penelitian dari berbagai belahan dunia.

Awards-nya, yang diumumkan setiap tahun sejak 2018, berfungsi sebagai “peta rasa” global yang dibuat berdasarkan rating rata-rata dari pengguna dan ahli. Berbeda dengan penghargaan elit seperti Michelin yang fokus pada restoran mewah, TasteAtlas lebih demokratis: ia menilai hidangan, masakan, keju, minuman, hingga kota kuliner terbaik berdasarkan suara audiens yang mencakup jutaan kontributor.
Dalam edisi 2024/2025, kategori “Best Soft Drinks in the World” menempatkan Soda Gembira di posisi kedua, di bawah Chinotto dari Italia, dan menjadi satu-satunya wakil Indonesia di daftar 99 soft drink teratas. Di tingkat nasional, ia bahkan merajai daftar “25 Best Beverages in Indonesia” dari TasteAtlas. Penghargaan ini menegaskan bahwa TasteAtlas bukan sekadar daftar; ia adalah cerminan bagaimana rasa lokal bisa “berbicara” secara universal, mengajak kita untuk menghargai warisan kuliner yang sering terlupakan di era globalisasi.
Apa sebenarnya Soda Gembira?
Secara harfiah, nama ini berarti “soda bahagia”—sebuah julukan yang sangat pas untuk minuman berbuih manis ini. Soda Gembira adalah minuman non-alkohol berbasis susu yang segar, berwarna cerah, dan penuh gelembung, yang populer di seluruh Indonesia, terutama di Pulau Jawa dan Sumatra.
Ia sering disajikan dalam gelas tinggi berisi es serut, dengan lapisan sirup berwarna merah muda atau hijau yang menggoda, diikuti susu kental manis yang creamy, dan ditutup dengan soda berkarbonasi yang meledak-ledak di lidah. Rasanya? Manis legit dengan sentuhan floral dari sirup, diimbangi kesegaran asam dari soda—sebuah harmoni sempurna yang membuatnya ideal untuk cuaca tropis yang panas.
Bukan sekadar minuman, Soda Gembira adalah pengantar kegembiraan sosial. Ia sering muncul di pesta pernikahan, arisan, atau sekadar ngobrol di warung pinggir jalan. Di Bandung, misalnya, variannya dikenal sebagai “soda susu” yang mirip dengan bandung drink—minuman susu rose syrup dari Malaysia yang diadaptasi dengan twist lokal.
Keunikan Soda Gembira terletak pada kesederhanaannya: ia bisa dibuat di rumah dengan bahan seadanya, tapi justru itulah yang membuatnya timeless. Seperti yang dikatakan TasteAtlas, minuman ini “widely consumed across the country” karena kemampuannya menyatukan orang-orang dalam momen bahagia.
Sejarah Soda Gembira adalah kisah adaptasi cerdas masyarakat Indonesia terhadap pengaruh Barat, yang dimulai pada era kolonial Belanda di akhir abad ke-19. Soda berkarbonasi, yang pertama kali diperkenalkan oleh penjajah sebagai minuman mewah, awalnya dianggap sebagai barang impor elit. Namun, orang Indonesia dengan kreativitasnya mulai “mereka ulang” minuman itu dengan menambahkan elemen lokal: susu kental manis (yang sudah populer sejak era kolonial sebagai pengawet murah) dan sirup buah tropis seperti coco pandan atau stroberi.

Menurut catatan kuliner, Soda Gembira adalah salah satu mocktail tertua di Indonesia, mungkin lahir pada awal abad ke-20 sebagai respons terhadap keterbatasan bahan impor. Ia bukan berasal dari satu daerah spesifik, melainkan dari pendekatan nasional yang luas: mencampur gaya Barat dengan selera lokal.
Pada masa pasca-kemerdekaan, minuman ini meledak popularitasnya sebagai simbol kemewahan terjangkau—bisa dibeli di es teh atau warung makan dengan harga murah, tapi rasanya seperti pesta kecil. Di tahun 1950-an, varian seperti Soda Susu mulai menyebar di Jawa Barat, di mana ia menjadi andalan di acara sosial. Tidak heran jika sejumlah jenama kuliner global yang hadir di Indonesia pun menambahkan menu minuman Soda Gembira.
Hingga kini, di era digital, Soda Gembira tetap relevan, sering dibagikan di media sosial sebagai “minuman bahagia” untuk momen-momen ceria, seperti ulang tahun atau kumpul keluarga. Sejarahnya mengajarkan kita bahwa inovasi kuliner lahir dari keterbatasan, dan justru itulah yang membuatnya abadi.(*)
BACA JUGA: ‘Minuman Pengkhianat’, Choc-Min Dingin yang Bikin Panas Politik Thailand