Perang Vaksin: Uni Eropa Tolak Vaksin Cina dan Rusia
- UE meneken kesepakatan dengan tiga perusahaan farmasi; Johnson & Johnson, Sanofi-GSK, dan AstraZeneca.
- Hongaria ingin cepat terbebas dari Covid-19, dan berniat membeli vaksin apa pun yang tersedia.
- Perang vaksin di tengah pandemi tidak terhindarkan lagi.
Brussels — Hongaria mengumumkan sedang merundingkan pembelian vaksin dari Cina dan Rusia, Uni Eropa (UE) bereaksi keras.
Russia Today melaporkan Eric Mamer, juru bicara UE, mengatakan; “Tidak diragukan lagi vaksin apa pun yang tersedia di wilayah UE harus mematui standar kualitas yang diharapkan, dan mengikuti prosedur persetujuan.”
Mamer tidak menyebut Hongaria dalam pernyataannya, tapi pers tahu komentar itu muncul setelah PM Hongaria Victor Orban mengatakan sedang berbicara dengan Moskwa dan Beijing.
Rusia dan Cina diperkirakan memiliki vaksin siap pakai, dan tersedia dipasaran, pada Desember 2020. Cina meluncurkan dua vaksin, Rusia satu.
Jika Hongaria mencapai kesepakatan dengan Rusia dan Cina petengahan November, pengiriman vaksin bisa dilakukan Desember 2020 dan Januari 2021.
Baca Juga:
— Perang Vaksin: Rusia Bilang Vaksin Oxford Ubah Manusia Jadi Monyet
— Kesulitan Pasokan, Rusia Hentikan Uji Klinis Vaksin Sputnik-V
— WHO: Nasionalisme Vaksin tidak Akan Mengatasi Covid-19
“Saat vaksin tiba, dan mulai digunakan, Hongaria bisa mengumumkan kemenangan melawan pandemi Covid-19,” kata Orban dalam wawancara radio, Jumat lalu.
UE tampaknya tidak akan mengijinkan Hongaria membeli vaksin buatan Rusia dan Cina, karena telah meneken perjanjian dengan AstraZeneca, Sanofi-GSK, dan Johnson & Johnson, untuk penyediaan vaksin yang aman dan efektif.
“Kami tidak sedang berunding dengan Rusia atau Cina,” kata Mamer. “Ini strategi vaksin Eropa. Semua negara telah mendaftar untuk proses ini.”
Tidak ada jaminan seluruh dari tiga perusahaan farmasi yang dipercaya UE menyediakan vaksin tepat waktu. Pertengahan Oktober 2020 lalu Johnson & Johnson menghentikan uji klinis setelah salah satu sukarelawan jatuh sakit.
AstraZeneca juga menghentikan sementara uji klinis di Inggris, akibat sukarelawan mengalami komplikasi. Kabar terakhir menyebutkan AstraZeneca melanjutkan uji klinis di Brasil, meski salah satu sukarelawan meninggal.
Rusia telah mengajukan vaksin Sputnik V ke Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk secepatnya mendapat persetujuan penggunaan. Uji klinis Sputnik V masih berlangsung, dan sejauh ini aman-aman saja.
Tidak hanya UE, Washington juga keberatan dengan vaksin Sputnik dengan alasan keamanan. AS membujuk negara-negara sekitar Rusia, untuk tidak membeli vaksin Sputnik V.
Ini terlihat dari pernyataan Kedubes AS di Kiev bahwa Ukraina tidak akan membeli vaksin buatan Rusia, karena belum lulus uji klinis. Ukraina dan Rusia bersitegang, dan AS terlibat dalam ketegangan itu.
Di Asia, Presiden Filipina Rodrigo Duterte menyatakan ketidak-percayaannya pada perusahaan farmasi Barat, dengan menuduh mereka mencari keuntungan. Duterte mengatakan akan mencari kesepakatan dengan Cina dan Rusia.
Rusia mengirim 2.000 dosis vaksin ke Venezuela, setelah rejim di Caracas meminta bantuan Moskwa akibat sanksi UE dan AS yang menghancurkan sisten kesehatan negara itu.
UE boleh saja berusaha mati-matian menolak vaksin Cina dan Rusia, tapi mereka lupa tidak ada jaminan tiga perusahaan farmasi yang mereka andalkan mampu menyediakan vaksin tepat waktu.