Crispy

Perempuan Kini Harus Lebih Bersabar Menunggu Pernikahan

JAKARTA— Batas usia mempelai perempuan dalam Undang-undang Perkawinan kini berubah seiring berlakunya Undang-undang (UU) Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perkawinan. Mempelai wanita kini baru boleh menikah pada usia 19 tahun.

Jika pada UU No. 1/2014 disebutkan, perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Pada UU baru bunyi ketentuan itu berubah. “Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun,” bunyi Pasal 7 ayat (1) UU No. 16 Tahun 2019 itu.

Namun pasal 7 ayat (3) UU no 16 tahun 2019 memberi kelonggaran terhadap ketentuan umur sebagaimana diatur dalam UU, dengan meminta dispensasi kepada Pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup.  “Pemberian dispensasi oleh Pengadilan sebagaimana dimaksud wajib mendengarkan pendapat kedua belah calon mempelai yang akan melangsungkan perkawinan,” bunyi Pasal 7 ayat (3) UU tersebut.

UU baru ini berlaku pada saat diundangkan sehingga permohonan perkawinan yang telah didaftarkan berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, tetap dilanjutkan prosesnya sesuai dengan ketentuan UU tersebut.  “Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal II UU Nomor 16 Tahun 2019, yang telah diundangkan oleh Plt. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Tjahjo Kumolo, pada 15 Oktober 2019.

Latar belakang revisi batas usia pernikahan adalah larangan adanya perbedaan perlakuan antara pria dan wanita dalam pemenuhan hak dasar, sebagaimana disampaikan dalam Pertimbangan MK nomor 22/PUU-XV/2017.  Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22/PUU-XV/2017. Salah satu pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam putusan tersebut yaitu “Namun tatkala pembedaan perlakuan antara pria dan wanita itu berdampak pada atau menghalangi pemenuhan hak-hak dasar atau hak-hak konstitusional warga negara, baik yang termasuk ke dalam kelompok hak-hak sipil dan politik maupun hak-hak ekonomi, pendidikan, sosial, dan kebudayaan, yang seharusnya tidak boleh dibedakan semata-mata berdasarkan alasan jenis kelamin maka pembedaan demikian jelas merupakan diskriminasi”.

Terkait dengan Putusan MK tersebut, maka penjelasan revisi UU Perkawinan adalah “Pengaturan batas usia minimal perkawinan yang berbeda antara pria dan wanita tidak saja menimbulkan diskriminasi dalam konteks pelaksanaan hak untuk membentuk keluarga sebagaimana dijamin dalam Pasal 28B ayat (1) UUD 1945, melainkan juga telah menimbulkan diskriminasi terhadap pelindungan dan pemenuhan hak anak.” [tvl]

[tvl]

Back to top button