Wakil Menteri Pertahanan Sakti Wahyu Trenggono sebelumnya mengatakan, Kementerian Pertahanan di bawah kepemimpinan Prabowo mulai menargetkan jet tempur F-35 buatan AS sebagai alternatif dari Su-35 Rusia
JERNIH—Pemerintah Amerika Serikat menolak proposal pembelian Indonesia untuk jet F-35. Justru AS menyatakan keinginan agar Indonesia membeli pesawat F-16 Block 72 atau pesawat tempur buatan Amerika dari generasi lama.
Tetapi bisa saja desakan Jakarta pada F-35 itu justru merupakan taktik supaya Washington menolak proposal tersebut. Dengan demikian Indonesia dapat dengan lancer melanjutkan pengadaan Sukhoi Su-35 yang kesepakatannya telah ditandatangani pada 2018.
Keputusan AS tersebut dinyatakan ketika Menteri Pertahanan Prabowo Subianto berkunjung ke Washington, 15 Oktober 2020, sebagaimana dilaporkan Defense World. Menhan Prabowo saat itu diberi tahu bahwa F-35 memiliki daftar tunggu sembilan tahun. Untuk sementara, kata Duta Besar Indonesia untuk AS Muhammad Lutfi , yang memberi pengarahan tentang diskusi bilateral selama kunjungan Prabowo ke AS, harus memperoleh jet generasi 4,5 seperti F-16.
Berbicara dalam jumpa pers virtual pada 2 November, Lutfi mengatakan, “Jadi ada platform yang harus kami garap untuk mendapatkan F-35 ini. Kami harus memiliki generasi ke-4 dan generasi ke-4,5, kami harus memiliki pesawat tempur F-16 blok c 72. Ini adalah pesawat tempur terbaru sebelum kami mendapatkan F-35.”
Dalam diskusi yang digelar saat Prabowo Subianto berkunjung ke AS, Lutfi mengatakan, Indonesia ditawari “pesawat tempur lain yang setara dengan seri F generasi keempat”.
Dalam catatan Defense World, jet tempur yang ‘setara’ dengan F-16 adalah F/A-18 Super Hornet milik Boeing, di mana perusahaan AS itu telah berusaha menemukan pasar di negara-negara Asia lainnya seperti India, dan merupakan pesaing untuk program penggantian pesawat tempur di Finlandia dan Swiss.
Wakil Menteri Pertahanan Sakti Wahyu Trenggono sebelumnya mengatakan, Kementerian Pertahanan di bawah kepemimpinan Prabowo mulai menargetkan jet tempur F-35 buatan AS sebagai alternatif dari Su-35 Rusia, yang dilaporkan telah ditinggalkan karena tekanan dari Washington.
Namun, sekarang dengan angin politik segar yang bertiup di Washington dan Countering American Adversaries through Sanctions Act (CATSAA) yang tidak diberlakukan di mana pun di dunia, Jakarta mungkin berani untuk menyalakan kembali penjualan Su-35-nya. Harga yang setengah dari harga F-35 (juga dengan opsi perdagangan barter yang signifikan) mungkin sulit untuk ditolak.
Sumber-sumber Rusia dengan tegas menyatakan bahwa kesepakatan Su-35 berada di jalur yang benar; mereka bahkan menolak laporan Bloomberg 2019 bahwa kesepakatan Su-35 telah ditinggalkan karena AS mengancam Jakarta dengan CATSAA.
Di bawah undang-undang AS yang kontroversial itu, sanksi dapat dijatuhkan pada negara-negara yang memiliki hubungan perdagangan pertahanan yang signifikan dengan Moskow. Indonesia mungkin khawatir jika memainkan kartu jet tempurnya dengan cara yang salah, hal itu dapat membahayakan sisi perdagangannya dengan AS. Menurut data Perwakilan Dagang AS, Indonesia mengimpor barang senilai 7,7 miliar dolar AS dari AS, sedangkan ekspor ke AS mencapai 20,1 miliar dolar AS pada 2019. Defisit perdagangan barang AS dengan Indonesia adalah 12,4 miliar dolar ASpada 2019.
Pemerintahan Trump telah mendorong negara-negara (yang memiliki defisit perdagangan yang signifikan dengan AS), untuk membuat perbedaan dengan membeli senjata Amerika seperti yang dilakukan dengan Jepang, yang memesan lebih dari 100 jet F-35. [Defense World]