Crispy

Ratusan Ribu Pengangguran di Cina Serbu Kuil Lama untuk Berdoa agar Dapat Pekerjaan

  • Pengangguran itu rata-rata sarjana dan master, tapi lapangan pekerjaan yang tersedia berkualifikasi rendah dan bergaji murah.
  • Mereka menolak kerja tidak sesuai pendidikan, terancam gagal bayar sewa rumah dan jadi gelandangan.

JERNIH — Ribuan pengangguran di Cina, sebagian besar angkatan kerja baru dengan kualifikasi sarjana dan master, menyerbu Kuil Lama untuk berdoa agar cepat mendapat pekerjaan.

Hampir setiap hari dalam beberapa pekan terakhir antrean mengular di depan Kuil Lama. Pada akhir pekan, antrean semakin panjang. Mayorias dari mereka adalah anak muda yang sedang berupaya mendapat pekerjaan saat ekonomi perlahan pulih dari pandemi Covid-19.

“Saya berharap menemukan kedamaian di kuil,” kata Wang Xiaoning, pemuda berusia 22 tahun, merujuk pada tekanan sebagai pencari kerja dan biaya sewa rumah yang mulai tak terjangkau.

Wang adalah satu dari 11,58 juta lulusan universitas yang menghadapi rekor pasar kerja pasca penguncian ketat Covid-19. Pasar kerja masih terhuyung-huyung akibat tindakan keras pemerintah terhadap sektor teknologi, pendidikan, dan pekerja tradisional.

Platform Trip.com melaporkan kunjungan ke Kuil Lama naik 310 persen sepanjang tahun ini dibanding tahun sebellumnya. Setengah pengunjung, menurut situs itu, adalah mereka yang lahir setelah tahun 1990.

“Ambang batas pekerjaan terus meningkat,” kata Chen, kini berusia 19 tahun, yang berdoa agar prospek kariernya sedemikian cerah. “Tekanan sedemikian luar biasa.”

Saat ini, seperlima pemuda Cina adalah generasi berpendidikan tinggi tanpa pekerjaan. Itu adalah rekor. Meningkatkan prospek mereka adalah masalah besar bagi pihak berwenang, yang ingin ekonoi menciptakan 12 juta lapangan kerja baru pada 2023 atau naik dari 11 juta dibanding tahun lalu.

Zhang Qidi, peneliti di Pusat Studi Keuangan Internasional, mengatakan ada kelebihan pasokan angkatan kerja lulusan universitas dan prioritas mereka adalah bertahan hidup. Akibatnya, banyak dari mereka berbagi tumpangan dan menyambung hidup sebagai karyawan jasa pengiriman.

Perekonomian telah pulih sejak pembatasan Covid-19 dicabut, tapi lapangan kerja yang terbukan hanya di industri katering dan perjalanan dengan upah rendah untuk ketrampilan rendah.

Yang lebih mengkhawatirkan adalah jumlah lulusan master dan PhD di Beijing tahun ini melebihi sarjana S1. Beijing Daily menulis kecemasan pekerjaan dan akademik dapat dimengerti.

Namun, tulis Beijing Daily, anak muda yang menggantungkan harapan pada dewa dan Buddha saat berada di bawah tekanan juga jelas tersesat.

Legenda Kong Yiji

Banyak sarjana pengangguran menggunakan media sosial untuk membandingkan diri dengan Kong Yiji, tokoh sastra yang diciptakan sastrawan Lu Xun tahun 1919. Dikisahkan, Kong Yiji percaya dirinya berpendidikan tinggi untuk melakukan pekerjaan besar. Maka dia selalu menolak pekerjaan kecil.

Meme itu menjadi viral karena pengguna mempertanyakan nilai yang diberikan masyarakat pada pendidikan jika gelar sarjana tidak menjamin seseorang mendapatkan karier memuaskan.

Di Propinsi Zhejiang, seorang penyandang gelar master berusia 25 tahun telah melamar ke 10 kantor dalam sehari sejak Februari lalu. “Seperti Kong Yiji, saya dibatasi oleh pendidikan,” katanya.

Ia melanjutkan; “Saya tidak percaya akan menemukan pekerjaan ideal saya.” Pemuda itu, yang menolak menyebut nama, adalah mater perencanaan kota. Ia cemas tidak mendapat pekerjaan sesuai pengetahuannya, dan beberapa kali mendatangi psikolog.

Satu-satunya tawaran yang diterima pemuda itu adalah pekerjaan dengan gaji 2.000 sampai 3.000 yuan, atau Rp 4,2 juta sampai Rp 6,4 juta, per bulan dengan persyaratan lembur tak masuk akal. Dia menolak tawaran itu.

“Jika saya tidak memiliki kualifikasi ini, saya bisa menjadi asisten penjualan di mal dan ungkin akan jauh lebih bahagia,” kaanya.

Yang Xiaoshan, sarjana ekonomi berusia 24 tahun di Beijing, terpaksa menerima pekerjaan sebagai teller bank setelah 30 kali wawancara dengan 30 perusahaan berbeda.

“Saya menolak menjadi Kong Yiji, tapi tetap tidak puas,” katanya. “Saya tidak membenci pekerjaan melayani pelanggan, tapi itu membuang pengetahuan saya.”

CCTV, televisi nasional Cina, mengecam generasi muda yang membandingkan diri deng Kong Yiji. “Kong Yiji mengalami kesulitan karena tdiak bisa melepaskan sikap ilmiahnya, dan tidak mau mengubah situasi melalui persalinan,” tulis CCTV di aplikasi perpesanan Weibo.

Alih-alih menyadarkan orang, CCTV justru menimbulkan kemarahan banyak orang. Salah satunya mengatakan; “Mengapa menyalahkan 11,58 juta lulusan karena tidak menanggalkan gaun sarjana mereka.”

Back to top button