Ratusan Warga Hong Kong Turun ke Jalan, Tolak Karantina Virus Korona
HONG KONG— Hari Minggu (16/2) kemarin dimanfaatkan warga Hong Kong untuk turun ke jalan. Mereka memprotes rencana pemerintah yang akan membangun pusat karantina atau klinik penyaringan para penderita wabah virus corona dekat perkebunan mereka.
Dalam laporan South China Morning Post (SCMP), ratusan pengunjuk rasa berkumpul di Kwai Chung, Cheung Sha Wan, Sai Kung dan Fo Tan, memprotes rencana pembangunan tersebut. Mereka menyatakan bisa memahami perlunya fasilitas tambahan karantina, seiring kian meningkatnya para korban yang terduga tertular virus Corona di kota tersebut. Tetapi mereka menyatakan, seharusnya lokasi karantina itu ditempatkan di kawasan yang jauh dari area hunian penduduk.
SCMP menulis, demonstrasi terjadi ketika pihak berwenang bersegera untuk membawa pulang sekitar 2.000 warga Hong Kong yang terkungkung di Provinsi Hubei, tempat asal merebaknya epidemi, serta sekitar 330 warga Hong Kong yang berada di kapal pesiar Diamond Princess di Jepang. Penumpang telah terjebak di kapal selama 11 hari, dengan jumlah mereka yang terinfeksi kian meningkat.
Sementara sampai Minggu (16/2) malam lalu, otoritas Hong Kong mencatat telah ada 57 kasus COVID-19 yang terkonfirmasi, dengan satu kematian yang diakibatkannya.
Unjuk rasa di Kwai Chung ditandai ratusan pemrotes yang berbaris sejak pagi, hingga ke muka pintu sebuah klinik rawat jalan Klub Kwai Chung Chung Selatan, yang ditunjuk menjadi fasilitas perawatan pasien untuk demam ringan dan penyakit pernapasan.
Chan, yang telah tinggal di Perkebunan Kwai Luen, di dekat klinik itu selama delapan tahun, mengatakan kecemasannya akan kemungkinan penularan. Ia mengatakan tempat tinggal warha hanya lima menit jalan kaki ke klinik itu.
“Hanya perlu berjalan kaki, dekat,” kata Chan. “Banyak siswa sekolah menengah dan dasar di daerah tersebut,” ujar pria tengah baya itu. Ia mempertanyakan mengapa pemerintah tidak menentukan tempat lain selain di situ.
Sebelumnya, pada saat epidemi virus SARS di 2003—dengan korban tewas di kota itu tercatat 299 orang, klinik itu juga menjadi klinik pengobatan pasien yang terinfeksi.
Tetapi menurut salah seorang pengunjuk rasa bernama Wing Chan, situasi saat ini berbeda dengan kondisi saat SARS merebak.
Seorang anggota parlemen dari Partai Demokrat, Andrew Wan Siu-kin, mengatakan bahwa mendirikan klinik tersebut merupakan keputusan yang salah, karena ada 100.000 warga yang tinggal di dekatnya. Siu-kin juga mengorganisasi para pelajar untuk berunjuk rasa. “Apakah pemerintah sudah gila?”kata dia.
Sementara anggota dewan distrik Kwai Tsing Ng Kim-sing mengatakan, pemerintah seharusnya mempertimbangkan untuk mendirikan klinik sementara di lokasi Sekolah Umum Kwai Chung yang ditinggalkan.
Di Cheung Sha Wan, kelompok-kelompok yang marah mengecam rencana mengubah Klinik Rawat Jalan Umum Klub Joki Cheung Sha Wan menjadi pusat karantina. Beberapa orang di antara demonstran mengibarkan bendera tanda dukungan untuk kemerdekaan Hong Kong. Beberapa lainnya mengibarkan bendera Amerika.
Di Fo Tan, lebih dari 100 orang tak beranjak meski hujan deras menggguyur San Mei Street Playground. Mereka mengecam rencana pemerintah untuk menggunakan Perkebunan Chun Yeung yang baru dibangun dan tidak berpenghuni sebagai pusat karantina.
Anggota parlemen dari Partai Sipil, Alvin Yeung Ngok-kiu, mengatakan mereka tidak dapat menerima pemerintah yang hanya menawarkan tunjangan khusus sebesar 6.000 dolar Hong Kong untuk setiap rumah tangga karena keterlambatan membiarkan mereka pindah.
Sementara anggota dewan eksekutif Lam Ching-choi meyakinkan warga yang tinggal di dekat lokasi karantina potensial tidak menghadapi risiko infeksi. “Ketika pasien perlu dirujuk ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut, mereka akan dikirim oleh pelatih langsung dari pusat karantina. Tidak akan ada kontak dengan masyarakat,” katanya.
“Jika orang-orang menentang, mereka yang terdampar di Jepang atau Wuhan tidak akan dapat kembali ke Hong Kong,” kata dia. [SCMP]