CrispyVeritas

Rocky Gerung: Kristal Pertama Prabowo Adalah Sosialisme

“Ini kesempatan yang bagus,” ujarnya menyapa mulai berkiprahnya GREAT Institute, “untuk mendefinisikan kembali apa yang kita inginkan dari kebijakan yang mengatur hidup kita, sejak rejim sebelumnya.” Dunia, kata Rocky, pun sedang di tikungan serupa: dari euforia pertumbuhan menuju de-growth, dari akumulasi menuju koperasi.

JERNIH– Di Telkom Landmark Tower, 3 Juni 2025, panggung sederhana Grand Launching GREAT Institute menjadi saksi suara yang tak pernah kehilangan ketajaman: Rocky Gerung. Tenang. Lugas. Seperti biasa, kalimat-kalimatnya bukan sekadar bunyi, melainkan hantaman kecil yang mengendap dalam benak.

“Ini kesempatan yang bagus,” ujarnya menyapa mulai berkioprahnya GREAT Institute, “untuk mendefinisikan kembali apa yang kita inginkan dari kebijakan yang mengatur hidup kita, sejak rejim sebelumnya.” Dunia, kata Rocky, pun sedang di tikungan serupa: dari euforia pertumbuhan menuju de-growth, dari akumulasi menuju koperasi.

Rocky mengutip Prof Klaus Schwab, pendiri World Economic Forum. Menurut Schwab, dunia akan gagal menghasilkan keadilan jika terus bertumpu pada pertumbuhan. Lalu ia sisipkan rekomendasi untuk satu buku yang, katanya, layak direnungkan: “The Economy Doesn’t Lie, Economists Do”. Ilmu ekonomi, kata Rocky berdasar buku itu, tak akan bohong. Metodologinya jernih. Tapi ekonom bisa berbohong — ketika politik menyetir kalkulasi. “Apalagi ekonom yang jadi menteri. Atau menteri yang ekonom,” ujarnya, setengah berkelakar.

Dalam sorotan utama, Rocky menyorot Presiden Prabowo Subianto. Baginya, kristal pertama kepemimpinan Prabowo bukanlah kapitalisme, melainkan sosialisme — dalam bentuk apa pun ia nanti membentuk dirinya. “Dia ingin buktikan itu dengan melempar kaosnya ke buruh, agar buruh tahu, ia akan hidup bersama kaum buruh.”

Rocky menunjuk pada janji dana desa sebagai pertanda awal arah itu. “Prabowo memulai dengan ucapan: Rp 5 miliar ada di desa-desa. Itu artinya harapan dihidupkan dari situ. Identitas primer Prabowo adalah memelihara daya beli rakyat. Dasarnya itu.”

Di tengah forum, Rocky menyelipkan kisah lamanya bersama Syahganda Nainggolan, ketua Dewan Direktur GREAT Institute. “Saya kenal Syahganda sejak Orde Baru. Kerjaannya bakar motor polisi, gebukin Brimob. Yang saya kagum, tiba-tiba ia jadi doktor. Dan ia membuktikan, ijazahnya asli,” ujarnya, memancing tawa hadirin.

Namun di balik candanya, Rocky menegaskan esensi peran lembaga semacam GREAT Institute. “Kita coba tuntun ideologi itu. Tapi jangan halangi orang untuk mempersoalkan metodologi membuat kebijakan.” Sebab, ujarnya, kenikmatan seorang peneliti justru lahir ketika penelitiannya pun boleh diuji. “Tapi kita ingin yakinkan, para peneliti harus dilindungi kebebasan akademis mereka.”

Dalam ruang wacana yang kerap sumpek oleh debat kosong, suara Rocky tetap berdiri di titik yang sama: mengkritik, menegur, tapi selalu menjaga akal sehat tetap menyala.  [ ]

Back to top button