Crispy

Siapakah Khalil Al-Hayya, Tokoh Penting Hamas yang Menjadi Incaran Serangan Israel di Doha?

Di jantung negosiasi gencatan senjata selama perang yang meletus dua tahun lalu, Hayya secara luas dianggap sebagai tokoh paling berpengaruh kelompok tersebut di luar negeri sejak Haniyeh dibunuh Israel di Iran pada Juli 2024.

JERNIH – Khalil Al-Hayya, seorang pejabat senior Hamas yang menjadi sasaran Israel di Qatar pada hari Selasa (9/9/2025), telah menjadi tokoh yang semakin penting dalam kepemimpinan kelompok Palestina tersebut sejak Ismail Haniyeh dan Yahya Sinwar terbunuh tahun lalu. Siapakah dia sebenarnya?

Para pejabat Israel mengutip Reuters mengungkapkan, serangan itu ditujukan kepada para pemimpin tinggi Hamas, termasuk Hayya, pemimpin Hamas di Gaza yang diasingkan dan negosiator utama. Dua sumber Hamas mengatakan delegasi negosiasi gencatan senjata kelompok itu selamat dari serangan tersebut.

Dalam pernyataan resmi Selasa (9/9/202%), gerakan Palestina Hamas mengatakan serangan itu menewaskan lima anggotanya dan seorang perwira Qatar, tetapi tidak menewaskan delegasi negosiasinya atau pemimpin seniornya.

Mereka yang tewas dalam serangan Israel di Qatar adalah Jihad Labad (direktur kantor al-Hayya), Humam al-Hayya (putra al-Hayya), Abdullah Abdul Wahid (pengawal), Moamen Hassouna (pengawal) dan Ahmed al-Mamluk (pengawal). Orang keenam yang tewas, menurut Qatar, adalah Kopral Bader Saad Mohammed al-Humaidi al-Dosari, anggota Pasukan Keamanan Dalam Negeri (Lekhwiya).

Dalam negosiasi gencatan senjata selama perang yang meletus dua tahun lalu, Hayya secara luas dipandang sebagai tokoh kelompok paling berpengaruh di luar negeri sejak Haniyeh dibunuh Israel di Iran pada Juli 2024. Dia adalah bagian dari dewan kepemimpinan beranggotakan lima orang yang telah memimpin Hamas sejak Sinwar dibunuh oleh Israel Oktober lalu di Gaza.

Berasal dari Jalur Gaza, Hayya telah kehilangan beberapa kerabat dekat – termasuk putra sulungnya – akibat serangan Israel di Jalur Gaza, dan merupakan anggota veteran kelompok Palestina.

Dianggap memiliki hubungan baik dengan Iran, sumber penting persenjataan dan keuangan bagi Hamas, ia terlibat erat dalam upaya kelompok itu untuk menengahi beberapa gencatan senjata dengan Israel, memainkan peran kunci dalam mengakhiri konflik tahun 2014, dan sekali lagi dalam upaya untuk mengakhiri perang Gaza saat ini.

Lahir di Jalur Gaza pada 1960, Hayya telah menjadi bagian dari Hamas sejak didirikan pada 1987. Pada awal 1980-an, ia bergabung dengan Ikhwanul Muslimin – gerakan Islam Sunni yang menjadi cikal bakal Hamas – bersama dengan Haniyeh dan Sinwar, kata sumber Hamas.

Di Gaza, dia ditahan beberapa kali oleh Israel. Pada 2007, serangan udara Israel menghantam rumah keluarganya di daerah Sejaiyeh, Kota Gaza, menewaskan beberapa kerabatnya. Selama perang tahun 2014 antara Hamas dan Israel, rumah putra tertua Hayya, Osama, dibom, menewaskannya, istrinya, dan tiga anak mereka.

Hayya tidak berada di sana saat serangan terjadi. Ia meninggalkan Gaza beberapa tahun yang lalu, menjabat sebagai perwakilan Hamas untuk hubungan dengan dunia Arab maupun Islam, dan bermarkas di Qatar untuk peran tersebut. Hayya menemani Haniyeh ke Teheran untuk kunjungan pada bulan Juli di mana ia dibunuh.

Operasi Terbatas

Hayya pernah dikutip mengatakan serangan 7 Oktober yang memicu perang Gaza dimaksudkan sebagai operasi terbatas Hamas untuk menangkap “sejumlah tentara” dan ditukar dengan warga Palestina yang dipenjara.

“Namun, unit tentara Zionis benar-benar runtuh,” ujarnya dalam komentar yang dipublikasikan Pusat Informasi Palestina, merujuk pada militer Israel. Hayya mengatakan serangan itu berhasil membawa isu Palestina kembali menjadi perhatian internasional.

Hayya telah memimpin delegasi Hamas dalam pembicaraan yang dimediasi Israel untuk mencoba mengamankan kesepakatan gencatan senjata Gaza mencakup pertukaran tawanan Israel dengan warga Palestina yang ditahan di penjara Israel.

Ia telah menjalankan berbagai pekerjaan politik penting lainnya untuk Hamas. Pada 2022, ia memimpin delegasi Hamas ke Damaskus untuk memperbaiki hubungan dengan mantan Presiden Suriah Bashar al-Assad, yang terputus satu dekade sebelumnya ketika gerakan tersebut mendukung pemberontakan yang sebagian besar beraliran Sunni melawan Assad, seorang anggota sekte minoritas Alawi.

Back to top button