Soal RUU Omnibus Law, KontraS Bersurat ke Empat Kementerian, Jawabannya?
JAKARTA – Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja yang kini tengah dibahas antara pemerintah bersama legislatif, terus mendapat kritikan. Apalagi para proses penyusunannya yang dinilai tertutup.
Oleh karena itu, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) berinisiatif melayangkan surat pada 28 Januari 2020 lalu, ditujukan pada empat kementerian guna meminta informasi mengenai penyusunan RUU tersebut.
Keempat kementerian yang dituju yakni Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Koordinator Perekonomian, dan Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi.
“Setelah KontraS tahu bahwa Omnibus Law masuk ke dalam Prolegnas (Program Legislasi Nasional), kami berinisiatif mengirimkan surat keterbukaan informasi public untuk mendapatkan informasi mengenai omnibus law,” ujar Kepala Biro Penelian, Pemantauan, dan Dokumentasi KontraS, Rivanle Anandar, di Jakarta, Minggu (16/2/2020).
Rivanle mengaku, pihaknya tak mengetahui kementerian mana yang bertanggungjawab mengurus RUU Omnibus Law tersebut, sehingga empat kementerian menjadi sasaran surat itu.
“Kami mengirim ke empat kementerian tersebut, karena awalnya kami tidak mengetahui siapa yang mengurus omnibus law, selain itu informasi mengenai substansi omnibus law tersebut pun kami tidak mengetahui,” katanya.
Ada beberapa poin yang diminta Kontras kepada kementerian terkait, di antaranya salinan draf RUU omnibus law yang disusun pemerintah termasuk Cipta Lapangan Kerja.
Kemudian, UU apa saja yang akan masuk dalam RUU omnibus law, kementerian/lembaga yang akan terlibat membahas, masyarakat sipil yang akan dilibatkan dalam pembahasan dan bentuk keterlibatan mereka, serta perkembangan dan linimasa penyusunan RUU Omnibus law.
Rupanya, surat yang ditujukan ke Kemenkopolhukam dibalas pada 6 Februari 2020. “Dalam surat jawaban Kemenko Polhukam dinyatakan bahwa informasi terkait omnibus law sebagaimana kami (KontraS) mohonkan masih dalam tahap finalisasi, serta bersifat rahasia yang pengerjaannya dikoordinir oleh Kemenko Perekonomian,” Rivanle menjelaskan.
Meski demikian, dalam surat tersebut tak menjelasan mengapa informasi yang diminta termasuk rahasia. Padahal prinsip keterbukaan informasi diatur dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 Keterbukaan Informasi Publik.
“Surat Kemenko Polhukam ini tidak memberikan penjelasan lebih lanjut berupa lampiran hasil uji konsekuensi dalam menentukan bahwa informasi terkait proses pengerjaan Omnibus law, yang kami mohonkan adalah informasi yang dikecualikan berdasarkan pasal 17 UU KIP,” kata dia.