
Sorak membahana ketika giliran Syahganda Nainggolan naik ke panggung. Ketua Dewan Direktur Great Institute itu membuka orasinya dengan kisah Lauren Booth, ipar mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair, yang memeluk Islam setelah menyaksikan keteguhan rakyat Palestina. Menurut Syahganda, semangat kemanusiaan yang berkobar di Lahat hari itu memiliki makna global. “Solidaritas masyarakat Lahat di Hari Santri ini menunjukkan bahwa pemimpinnya memiliki jiwa kemanusiaan tinggi dan kini menjadi bagian dari sejarah Palestina merdeka,” katanya.
JERNIH– Peringatan Hari Santri Nasional 2025 di Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, Rabu lalu, berubah menjadi lautan manusia dan lautan nurani. Sekitar 50 ribu orang berpakaian putih-hitam memadati ruas jalan dari Tugu Patung Si Pahit Lidah hingga Stasiun PJKA. Mereka mengular sepanjang 1,5 kilometer, membawa bendera Merah Putih dan bendera Palestina –simbol persaudaraan dua bangsa yang sama-sama berjuang demi kemerdekaan dan keadilan.
Tak sekadar perayaan keagamaan, acara itu menjelma panggilan nurani kemanusiaan. Di tengah panas matahari Lahat, warga bersorak, berdoa, dan bernyanyi untuk Palestina. “Ini bukan hanya peringatan Hari Santri, ini pernyataan hati rakyat Lahat untuk dunia,” ujar Bupati Lahat, Bursah Zarnubi, di hadapan massa yang menyesaki pusat kota.
Menurut Bursah, penderitaan rakyat Palestina telah mengetuk nurani semua bangsa beradab. “Jutaan orang Palestina terpaksa meninggalkan tanah air mencari tempat aman. Hampir satu juta telah menjadi korban. Hari ini, Lahat ingin menyampaikan pesan kepada dunia: Palestina ada di hati kita, rakyat Indonesia,” kata dia, dengan suara yang bergetar.
Ia mengingatkan, hubungan Indonesia dan Palestina sudah terjalin sejak awal republik ini berdiri. “Bangsa Palestina adalah salah satu yang pertama mendukung kemerdekaan Indonesia pada 1944. Sebagaimana pesan Bung Karno, selama kemerdekaan Palestina belum diserahkan kepada rakyatnya, selama itu pula bangsa Indonesia akan berdiri menentang Israel,” ujarnya, disambut pekik takbir dan tepuk tangan panjang.
Di akhir acara, panitia mengumumkan hasil penggalangan dana untuk rakyat Palestina. Angkanya menembus Rp500 juta. “Bukan soal besar kecilnya sumbangan,” kata Bursah, dengan mata berkaca-kaca. “Sebutir gandum pun berarti bagi mereka yang lapar dan kehilangan keluarga di Gaza.”
Sorak membahana ketika giliran Syahganda Nainggolan naik ke panggung. Ketua Dewan Direktur Great Institute itu membuka orasinya dengan kisah Lauren Booth, ipar mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair, yang memeluk Islam setelah menyaksikan keteguhan rakyat Palestina. “Bangsa Palestina telah membuka mata dunia,” ujarnya. “Dari Eropa hingga Australia, dari universitas ke universitas, gelombang dukungan itu tak terbendung.”
Menurut Syahganda, semangat kemanusiaan yang berkobar di Lahat hari itu memiliki makna global. “Solidaritas masyarakat Lahat di Hari Santri ini menunjukkan bahwa pemimpinnya memiliki jiwa kemanusiaan tinggi dan kini menjadi bagian dari sejarah Palestina merdeka,” katanya.
Ia juga menyinggung langkah diplomasi Presiden Prabowo Subianto di kancah internasional. “Presiden Prabowo telah memperkuat posisi Indonesia dalam memperjuangkan Palestina di forum-forum dunia,” ujar Syahganda. “Jika kelak Palestina resmi merdeka, itu tidak lepas dari perjuangan para pemimpin kita — Pak Prabowo, Pak Bursah Zarnubi, dan masyarakat Lahat yang hari ini hadir. Anda semua adalah bagian dari sejarah perjuangan itu.”
Tokoh-tokoh nasional lain turut menyampaikan orasi kemanusiaan, antara lain Hariman Siregar, aktivis Malari 1974; Connie Rahakundini Bakrie, pakar pertahanan dan guru besar dari St. Petersburg State University; Irma Hutabarat, jurnalis senior; serta Nasrullah, Ketua Umum Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (PII).
Nasrullah menilai apa yang terjadi di Lahat adalah peristiwa kemanusiaan yang langka. “Hari ini, Lahat menjadi pusat gerakan solidaritas terbesar di dunia untuk rakyat Palestina,” ujarnya. “Sebagai bangsa yang pernah dijajah, kita tahu betapa pedihnya kehilangan rumah, tanah air, dan menyaksikan saudara-saudara kita tertembak tanpa alasan.”
Ia mengapresiasi kepemimpinan Bupati Bursah Zarnubi yang berhasil mempersatukan masyarakat lintas agama dan golongan. “Bupati Lahat telah menunjukkan bahwa doa dan kepedulian dari kaki Bukit Jempol bisa bergema hingga ke dunia internasional,” katanya.
Ketika senja menurunkan cahaya di langit Lahat, ribuan bendera masih berkibar, melambai bersamaan di udara — merah putih dan hijau putih hitam, berdampingan tanpa jarak. Hari itu, di tengah lautan manusia dan semangat, Lahat mencatatkan diri dalam sejarah: dari kota kecil di Sumatera Selatan, gema dukungan bagi Palestina menembus batas-batas politik dan geografis.
“Palestina bukan isu Arab, bukan isu Islam,” kata Syahganda Nainggolan usai acara. “Palestina adalah cermin nurani umat manusia. Dan hari ini, Lahat telah menatap cermin itu dengan jernih.” [ ]






