Crispy

The Origin of AIDS: HIV Dibawa Prajurit Perang Dunia I yang Kelaparan

  • Sekutu berusaha mencekik Jerman dengan menginvasi koloni lawan di Afrika.
  • Sebanyak 1.600 serdadu Inggris, Prancis, dan Belgia, dikirim ke Kamerun.
  • Prajurit itu kelaparan, membunuh simpanse untuk dimakan.
  • Salah satu prajurit tertular virus HIV dari darah simpanse lewat luka.
  • Setelah itu HIV menyebar ke Haiti, masuk ke AS dan Eropa.

JERNIH — AIDS merenggut 33 juta jiwa sejak muncul tahun 1980-an, dan peneliti tahu penyakit itu disebabkan virus yang melompat dari simpanse ke manusia. Namun, bagaimana dan kapan virus itu melompat ke manusia?

Pertanyaan inilah yang berusaha diungkap epidemiologis di seluruh dunia selama bertahun-tahun. Salah satu peneliti yang berusaha menjawab pertanyaan itu adalah Profesor Jacques Pepin, pakar epidemiologi Université de Sherbrooke Kanada.

Sejak menjadi dokter di Zaire, kini Republik Demokratik Kongo, tahun 1980-an Profesor Pepin mencoba melacak asal-usul human immunodeficiency virus (HIV) penyebab Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS), atau sindrome penurunan kekebalan tubuh.

Studi sebelumnya menemukan bukan HIV yang kali pertama melompat dari simpanse ke manusia, tapi virus imunodefisiensi Simian (SIV). Itu terjadi di awal abad ke-20 di sebelah tenggara Kamerun.

Seperti HIV, SIV berakibat fatal bagi simpanse. Yang membedakan keduanya adalah inang tempat tinggalnya.

HIV adalah contoh penularan zoonosis, di mana patogen dapat berpindah dari satu ke lain spesies, sama seperti Covid-19 saat ini, flu burung, dan cacar sapi.

Prajurit Kelaparan

Dalam edisi pertama buku Origin of AIDS, diterbitkan tahun 2011, Prof Pepin menyimpulkan bahwa HIV kemungkinan menginfeksi seorang pemburu di Kamerun pada awal abad ke-20, sebelum menyebar ke Leopoldville — kini bernama Kinshasa di Kongo.

Kini muncul versi revisi hipotesis ‘pemburu potong’ itu, dan telah diterbitkan. Dalam buku itu Prof Pepin menulis Patient Zero yang asli bukan sang pemburu, tapi tentara Perang Dunia I yang kelaparan dan terpaksa memburu simpanse untuk dimakan di hutan terpencil sekitar Moloundou, Kamerun, tahun 1916.

Terori ‘cut hunter’ berubah menjadi ‘cut soldier’. Teori baru ini dibangun berdasarkan arsip Perang Dunia I, dan bagaimana sekutu berusaha mengalahkan Jerman.

Dalam wawancara eksklusif dengan Mail Online, Prof Pepin mengungkapkan bagaimana kolonialisme, kelaparan, dan prostitusi menciptakan epidemi AIDS.

“Selama Perang Dunia I, Jerman memiliki sejumlah koloni di Afrika,” kata Profesor Pepin. “Sekutu memutuskan untuk menginvasi koloni-koloni Jerman di Afrika, salah satunya Kamerun.”

Kamerun diserang kombinasi pasukan Inggris, Belgia, dan Prancis, dari lima arah. Untuk mencapai Kamerun, 1.600 tentara berangkat ke Leopoldville. Dari sini, pasukan menyusur Sungai Kongo dan Sungai Sanger, anak Sungai Kongo.

Jalur ini membawa mereka ke kota terpencil di Moloundou — lokasi yang pada penelitian sebelumnya memunculkan spekulasi dari sinilah infeksi HIV berawal.

Prajurit menghabiskan tiga sampai empat bulan di Moloundou sebelumn bergerak lagi. Saat berada di kota kecil itu, prajurit sama sekali tidak menghadapi musuh dan peluru, tapi kelaparan.

Tanpa Penduduk Lokal

Normalnya, populasi di sekujur tenggara Kamerun tahun 1920-an sekitar 4.000 orang. Mereka hidup dari singkong, tanaman lain, dan daging hewan liar.

Ketika tentara tiba, mereka melarikan diri. Penduduk tahu tentara Eropa sangat brutal; membantai penduduk kota dan memperkosa wanita di tempat terbuka dan bergiliran.

Tentara kehabisan makanan, dan bergantung pada pasokan yang dikirim melalui sungai dari Brazaville ke Leopoldville.

Namun sungai tak mencapai Moloudou. Dari Leopoldville, pasokan dibawa kuli panggul bergaji rendah. Kuli juga membawa pasokan lain; senjata dan amunisi.

Tidak seluruh pasokan makanan sampai. Kuli-kuli panggul yang berjalan 25 mil per hari, dengan membawa 25 kilogram barang bawaan, tewas satu per satu.

“Sampai di Moloundou, hanya setengah dari jumlah kuli panggul yang bertahan hidup,” kata Prof Pepin. “Artinya, hanya setengah pula pasokan makanan yang bisa dibawa.”

Yang terjadi berikutnya adalah 1.600 tentara kelaparan. Satu-satunya cara adalah masuk ke dalam hutan dan berburu bintang apa saja yang bisa dimakan.

Bulan-bulan berikutnya, perburuan skala besar terjadi. Tentara menggunakan amunisi bukan untuk memerangi musuh, tapi mencari makan.

Hipotesis

“Hipotesis saya adalah salah satu tentara terinfeksi,” kata Prof Pepin. “Infeksi terjadi ketika tentara yang terluka memotong simpanse. Darah simpanse yang mengandung HIV masuk ke tubuh tentara lewat luka.”

Usai perang, tentara itu kembali ke Leopodville. Dari kota inilah rangkaian transmisi kali pertama terjadi.

Prof Pepin percaya ketika virus mencapai pijakan dalam populasi manusia, virus menyebar perlahan dan terbatas. Tahun-tahun setelah Perang Dunia I, HIV menyebar hanya di Leopoldvilla, koloni Belgia.

Ia memperkirakan kasus penularan zoonosis sepanjang 1916 menyebabkan 500 orang terinfeksi pada awal 1950-an. Penyebarannya terutama didorong penggunaan jarum suntik di rumah sakit, kekurangan sumber daya, dan kemampuan disinfeksi yang terbatas.

Tahun 1960, Kongo melepaskan diri dari kolonialisme Belgia, memicu migrasi, dan arus urbanisasi tak terbendung.

Populasi Leopoldville, kini Kinshasa, yang hanya 14 ribu pada awal abad ke-20 terus membengkak dan menjadi 14 juta dalam satu abad.

Kinshasa, nama ini mulai digunakan tahun 1966, menjadi tempat berkembang biak sempurna HIV. Di kota ini terjadi kesenjangan jenis kelamin; sepuluh pria berbanding satu wanita.

Kemiskinan dan prostitusi meluas. Penularan di antara penduduk kota terjadi lewat hubungan seks.

“Setiap tahun pelacur di Kinshasa melayani 1.500 klien. Itulah yang membantu percepatan penularan,” kata Prof Pepin. “Artinya, setiap pelacur tidur dengan lebih dari tiga orang per hari.”

Seorang asisten teknis berkebangsaan Haiti tiba di Leopoldville usai kemerdekaan Kong. Ia terjangkit virus dan membawanya ke kampung halaman.

Di Haiti, HIV menyebar di antara pria gay. “Dari Haiti, HIV diekspor ke AS, menyebar di kalangan gay dan pengguna narkoba, setelah itu ke Eropa Barat,” kata Pepin.

Pertanyaannya, apakah ini revisi terakhir The Origin of AIDS? Mungkin tidak.

Back to top button